Share

NONA JANDA TERJERAT BERONDONG
NONA JANDA TERJERAT BERONDONG
Author: irma_nur_kumala

JANDA - 01

last update Last Updated: 2023-11-03 10:14:20

"KELUAR KALIAN PECUNDANG SMA DARMAWANGSA!"

Seruan itu sontak membuat Boram reflek menghentikan langkah, menatap lurus ke arah depan dengan was-was, di mana ada banyak anak-anak berseragam putih abu-abu berdiri bergerombol dengan benda-benda tajam di tangan. Boram bergegas minggir dan berdiri kaku di samping pot bunga tidak bisa kemana-mana. Sekolah tempatnya mengajar yang berada jauh di depan sudah di kelilingi anak-anak dari sekolah lain yang siap bertarung. Sepertinya terlalu beresiko jika dia bergerak maju, jadi dia memilih bersembunyi di balik pot bunga sampai keadaan dirasa cukup aman untuk segera melarikan diri.

“Ya Tuhan, tolong lindungin Boram,” bibirnya komat-kamit takut.

Kaget saat anak-anak dari sekolahnya yang entah muncul dari mana berjalan bergerombolan melewatinya lalu bentrok dengan sekolah lawan.

"JANGAN KASIH AMPUN. LAWAN MEREKA SEMUA!”

Seorang cowok berseragam yang memakai slayer menutupi separuh wajahnya berteriak di posisi paling belakang tepat di depan Boram seakan membalas panggilan dari lawannya . Lalu tanpa sengaja tatapan mereka bertemu membuat Boram makin menyembunyikan diri. Dilihatnya cowok itu diam memperhatikan lalu bergerak mendekat.

"Duh, mbak cantik kenapa lagi bisa ada di sini." Cowok itu langsung menarik lengannya.

"Eh...eh, jangan pegang-pegang ya."

"Mbak, mau di tolong nggak?"

Boram mengamati kedua mata tajam yang dihiasi alis tebal itu dengan seksama, "Kalau di tolong mau, tapi kalau di culik saya nggak mau."

"Kalau saya halalin?"

Boram mengerjapkan matanya, tawa cowok itu menggema. Boram sempat bengong mendengar candaan anak zaman now seperti yang ada di hadapannya ini.

"Saya janda loh."

Cowok itu langsung terdiam menatapnya seksama, tidak lama kemudian terkekeh dan mengangguk. Padahal bukan itu reaksi yang diinginkan Boram karena dia memang seorang janda.

"Mbak lucu ya. Mau ke mana?"

"Sekolah Darmawangsa," jawabnya seraya menunjuk ke arah gerbang.

Cowok itu tiba-tiba menarik Boram berlindung di balik badannya yang untuk ukuran anak sekolahan cukup kekar ditambah postur tubuhnya tinggi menjulang. Boram lupa kalau tidak jauh di belakangnya sedang terjadi tawuran.

Boram mengatupkan bibir saat mendengar suara keras di dekatnya.

"Sial!” umpatnya, menoleh ke belakang. “WOI, BRENGSEK!!!" teriaknya lantang ke adu bentrok yang terjadi. "Kevin, lo ambil alih sebentar. Gue balik ke sekolah dulu sebentar."

"Sip." Seseorang menyahut dari belakang.

Boram mendelik seraya memeluk tasnya di dada saat melihat batu besar tergeletak di dekat kakinya mengabaikan fakta kalau dia tengah di peluk lehernya dengan sebelah lengan cowok SMA itu sangking kagetnya. Lalu, lengan itu mengurai dan ganti menarik tangannya membawanya berlari ke arah berlawanan dengan gerbang sekolah masuk ke dalam gang yang berada tidak jauh dari sana yang sebelumnya Boram lewati.

"Ayo mbak, lari yang cepat. Mereka tadi sudah ngelihat gue dan pasti sebentar lagi kita dikejar."

"Memangnya kamu siapa?" Boram dengan sepatu heelsnya berusaha menyamakan langkah berlari cowok itu.

"Gue artis, Mbak," kekehnya.

Boram sempat menatap cowok itu aneh sebelum denyutan di kakinya terasa sampai ke kepala.

"Aduh, berhenti sebentar."

"Kenapa?"

Mereka berhenti berlari. Boram merunduk dan memijit tumitnya. Cowok itu berjongkok di samping kakinya memperhatikan.

"Saya jago lari tapi kalau pakai heels sakit."

"Lepas saja kalau gitu. Nanti mereka keburu datang. Atau mau gue gendong?" ucapnya seraya mengangkat pandangan.

Boram menggeleng kencang, berniat melepas heelsnya saat tangan cowok itu menahannya. "Kakinya nanti kotor, jalanan lagi becek."

"Terus?"

Cowok itu berdiri, melepas kedua sepatu convers putih miliknya lalu meletakkannya di depan kaki Boram.

"Pakai ini saja."

Boram mengerjapkan mata melihat cowok itu yang memilih bertelanjang kaki.

"Woi, itu Samudra. Cepat kejar!” Teriakan itu menggema jauh dari belakang.

"Tuh kan kita ketahuan.”

Cowok itu dengan sigap langsung memasangkan sepatunya ke kaki Boram yang cuma bisa bengong dan berpegangan di bahunya agar seimbang.

"Kalau kita tertangkap bisa bahaya. Kalau gue aja sih nggak apa-apa tapi kalau sampai mbak kenapa-kenapa, saya nggak mau."

Boram hanya bisa mengkerutkan alis, bingung.

"Nah beres. Yuk kita lari."

"Lari kemana?"

Cowok itu berdiri, masih dengan tatapannya yang berkilat jahil seraya tertawa, "Lari menyongsong masa depan kita berdua,Mbak."

Boram bengong maksimal.

Cowok itu mengambil sepatu heelsnya, menentengnya di tangan kanan sedangkan tangan yang lain menggenggam tangan Boram dan menariknya berlari semakin menjauh ke dalam dengan lima orang cowok yang mengejar di belakang.

"Berhenti woi, Samudra!” Teriakan-teriakan menggema.

Boram merasa sedang berada dalam adegan FTV yang sering di tontonnya meski dia tidak menduga jika lawannya adalah anak SMA tukang tawuran.

Boram memperhatikan cowok di depannya yang berlari tanpa alas kaki di jalanan becek dan berbatu dan terkejut saat melihat bagian punggung cowok itu menampakkan warna darah yang tercetak di seragam sekolahnya.

"Nah, kita sudah sampai tapi harus di buka dari dalam."

Boram tidak sadar kalau mereka sudah sampai di depan pintu coklat yang di sekelilingnya terdapat tembok bata putih.

"Ini belakang sekolah?"

Kalau saja dia tahu dari tadi, Boram akan berlari ke sini untuk masuk ke sekolah bukannya bersembunyi seperti tadi yang beresiko ketahuan.

Cowok itu mundur ke belakang menjauh dari dinding menyerahkan sepatunya seraya menjawab, "Iyalah, Mbak. Memangnya mbak kira mau di bawa langsung ke KUA. Sabar ya, Mbak. Mungkin nanti."

Boram mendengus, "Ya nggak gitu juga. Memangnya siapa yang mau nikah sama kamu?"

"Banyak. Nanti saya kasih lihat wujudnya yang ngantri mau jadi pacar saya."

"Ihh, males."

Tidak lama terdengar suara berisik yang semakin mendekat. Cowok itu mengambil ancang-ancang, "Mbak, tolong minggir dulu."

"Kamu mau ngapain?"

"Mau membuat mbak terkesan."

Boram mengerjapkan mata saat cowok itu berlari ke depan dengan langkah lebar, loncat dan merayap di dinding yang memang tidak seberapa tinggi itu dengan tangkas sampai dia nangkring di atas sana dengan gagahnya.

"Keren nggak, Mbak?"

Boram tidak menjawab tapi gantinya langsung bertepuk tangan. Cowok itu terkekeh kemudian menghilang turun ke balik tembok yang lain.

Suara berisik itu semakin terdengar. Boram gigit jari seraya mendekat ke pintu coklat di depannya dan mengetukkan tangannya di sana.

"Duh, cepetan dong dibuka."

Apes banget di hari pertamanya bekerja malah terlibat beginian. Lama tidak dibuka Boram semakin ketar ketir. Boram jadi berpikir, apa mungkin dia ditinggalin sama cowok itu.

Boram panik. Lalu kelebatan kelima cowok itu nampak bersamaan dengan pintu yang akhirnya terbuka dan tarikan di lengannya membawanya masuk. Boram terjerembab ke dalam pelukan seseorang setelah pintu coklat itu kembali tertutup.

Boram mengerjapkan mata menatap sosok di hadapannya.

Boram terpesona.

Cowok itu sudah melepaskan slayer yang menutupi sebagian wajahnya tadi dan Boram bisa melihat jelas ketampanan yang tadi tersembunyi di baliknya.

"Welcome to my kingdom, Lady," Ucap cowok itu dengan senyuman lebar.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
icher
bab 1 dah seru banget ...
goodnovel comment avatar
Meriatih Fadilah
tuh kan seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 124

    Sebulan kemudian,Area keberangkatan International Soekarno Hatta.“Tolong, berjanjilah pada kami untuk merawatnya dengan baik.”Boram menahan tangisannya saat meminta dengan sungguh-sungguh pada Nindy yang menggendong Mutia.Nindy tersenyum. “Aku berjanji,Boram. Aku akan membesarkannya dengan baik. Kalian bisa mengunjungi kami kapanpun ke Rusia. Kami akan selalu menerima kalian dengan baik.”“Iya.”Boram mengamgguk. Nina dan suaminya yang seorang warga Rusia akhirnya mengajukan diri menjadi wali sah Mutia dan akan membesarkannya di tempat tinggal mereka seperti pesan yang ditinggalkan Nina. Boram yang sudah menganggap Mutia seperti anak kandungnya itu begitu berat melepas Mutia.“Mama..” Mutia mengulurkan tangan ingin di gendong Boram yang langsung mengambil alih. Boram memeluknya dengan erat dan menciumi wajahnya dengan sayang. Sebentar lagi mereka akan berpisah dan Boram merasa sangat sedih, Setelah Boram gantian Sam yang memberikan pelukan terakhir untuk Mutia dan kemudian mengem

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 123

    Sam dan Boram saling berangkulan di depan makan Nina yang satu jam lalu baru saja dikuburkan. Boram masih tidak percaya bahwa takdir Nina akan jadi seperti ini padahal dia adalah orang yang baik. Tadi pagi mereka mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit yang mengabarkan kalau Nina kembali kritis dan Sam langsung buru-buru ke sana sementara Boram harus menunggu Mbak Ina dulu. Sampai sana ternyata Sam sudah terkulai sedih dan mengatakan kalau Nina tidak bisa diselamatkan lagi karena pendarahan di otaknya. Boram langsung menangis histeris karena dia teringat dengan Mutia yang dia tinggalkan dengan buru-buru tadi.Meskipun dia masih memiliki ayah, tapi Reno tidak bisa menjaga anaknya sendiri karena saat ini berada di penjara."Sayang..."Sam menarik lamunan Boram membuatnya menoleh. "Ayo,kita pulang dan lihat keadaan Mutia."Boram mengangguk, teringat lagi dengan tangisan Mutia saat memeluk Ibunya untuk terakhir kalinya tadi sebelum dikuburkan. Kakak kandung Nina juga belum bisa ditemuk

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 122

    "Sam..." Sam menoleh saat mendengar panggilan dari balik punggungnya dan menemukan Boram menghampirinya dengan wajah panik dan khawatir. "Apa yang terjadi sebenarnya?""Rumit,sayang." Sam memeluk Boram dengan erat, berdiri berdua tidak jauh dari ruang operasi."Kita fikir keadaan sudah menjadi lebih baik tapi ternyata masih ada yang mencoba untuk membahayakan Nina.""Apa maksudmu?"Sam menghela napas panjang, membawa Boram duduk di kursi tunggu dan mulai memberikan penjelasan."Istri kedua Reno sengaja menabrak mobil Nina hingga terpelanting dan terbalik menghantam pembatas jalan." Boram kaget seraya menutup mulutnya. "Anita, wanita itu sudah diamankan dan sekarang kita hanya bisa menunggu sambil berdoa. Bagaimana dengan Mutia?""Saat aku tinggalkan tadi dia sedang tidur dan dijaga sama Mbak Ina."Sam mengangguk, kembali menatap pintu ruang operasi karena luka yang di dapat Nina di kepala cukup serius. Sam berharap Nina bisa sembuh karena Mutia masih membutuhkannya."Semoga saja dia

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 121

    Sidang kedua Nina selesai dengan lancar. Seminggu setelahnya Sam mengajak Boram untuk menunaikan ibadah Umrah dan akan dilanjutkan dengan jalan-jalan ke beberapa negara Timur Tengah selama tiga minggu. Setelah menempuh perjalanan panjang dan sampai di kota Madinah, semua rasa lelahnya terbayarkan saat melihat istrinya yang cantik menggunakan hijab. Mereka khusyuk beribadah dan Sam menumpahkan semua doa dan harapannya selama ini di depan Ka’bah untuk keberkahan hidupnya ke depan dan kebahagiaan dunia akhirat. Sam juga meminta skenario terbaik untuk rumah tangga mereka yang belum dikaruniai seorang anak. Berharap, doa-doa dan harapannya agar dikabulkan Tuhan. “Kenapa tidak dari dulu saja kita ke sini ya, sayang?” Sam menoleh, menatap wajah sendu istrinya yang menatap lurus ke depan di mana Ka’bah berada. Saat ini mereka sedang duduk santai tidak jauh dari Ka’bah hanya untuk sekedar duduk sembari berdoa dan membaca Al Qur’an. “Semua sudah ditakdirkan, sayang. Sekaranglah momen kita ja

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 120

    Setelah masa pemulihan selama seminggu dan keadaannya sudah membaik, Boram menjalani hari-harinya seperti biasa. Dia sadar tidak bisa terus terlarut dalam kehilangan hingga membuatnya terus merasa sedih. Waktu terus bergulir dan Boram akan menjadikan yang dia lewati itu sebagai sebuah pembelajaran. Kedepannya dia bertekad untuk mulai hidup sehat begitu juga dengan Sam, menghabiskan waktu berdua entah di rumah atau jalan-jalan dan lebih hati-hati lagi dalam bertindak.Sudah berlalu dua minggu sejak sidang pertama Nina di gelar yang hasilnya cukup baik dan memiliki harapan ke depannya, Boram mengajak Nina membawa Mutia untuk jalan-jalan ke mall.Saat ini mereka sedang berada di salah satu restoran steak di dalam mall untuk makan siang.“Kita harus lebih sering jalan-jalan deh ke depannya,” ujar Boram, menyuapi Mutia kentang halus yang dimakan gadis kecil itu dengan bersemangat. “Sepertinya Mutia senang sekali bisa melihat-lihat ke ramaian.”Nina mengangguk. “Kita bisa atur jadwal kapanp

  • NONA JANDA TERJERAT BERONDONG   JANDA - 119

    Rasanya ada yang terasa kosong di hati Boram. Setelah sadar dari pengaruh bius pasca operasi kuret, Boram lebih banyak melamun sembari mengelus perutnya. Masih belum menyangka dengan apa yang telah dia alami saat ini. Bagaimana bisa, dia tidak menyadari sama sekali kehadiran calon bayi yang sudah ada di dalam perutnya sementara dia tidak henti-hentinya berharap keajaiban itu ada. Dia merasa sedang menyesali sesuatu tapi tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Tuhan sudah mengambil kembali sesuatu yang sejak awal memang bukan miliknya. “Boram, makan dulu yuk.” Boram tersenyum lemah sembari menggeleng pada Jenna di sampingnya yang baru saja mengambil alih makan siang yang di antarkan pegawai rumah sakit. “Jangan seperti itu. Kamu tetap butuh makan.” “Rasanya aku malas sekali melakukan apa-pun.” Jenna menghela napas, merapikan rambut Boram dengan senyuman hangat. “Kamu tidak kasihan dengan Samudra?” Boram terdiam, Suaminya tadi pulang sebentar ke rumah saat Jenna datang untuk membant

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status