Sebuah pantai di hari senja yang hangatnya luar biasa. Kakinya bertelanjang dan gaun tipis membalut tubuh indahnya. Angin sepoi-sepoi membuat rambut indahnya terbang-terbang.Pemuda yang berambut panjang dengan potongan miring itu terbaring di atas pasir pantai dan menikmati pemandangan sang gadis yang menyejukkan mata. Dia menikmati suasana senja yang indah dan sekarang dia mengangkat tubuhnya untuk berdiri lalu menghadap ke arah gadisnya. Di berlari dengan kaki telanjang ke arah gadis yang juga bertelanjang kaki. "Mari berlayar," katanya, "akan saya belikan kapal pesiar," lanjutnya. Dia memeluk gadis itu dari belakang dan mengangkat tubuhnya. "Aaaaa, bagaimana mungkin kau bisa membeli kapal pesiar jika kekayaan mu hanya milik ayahmu saja?" balas gadis itu, membuat si pemuda menurunkan tubuh si gadis. "Oh, jadi sekarang kamu mengukur kekayaan dari materi?" "Tidak, jika uang kita sudah banyak, hahahahah." Gadis itu berlari dan dikejar oleh si pemuda yang haus akan kebahagiaan.
"Aku hidup untuk memelukmu, dan hanya kamu saja." Martin membaca sebuah papan pajangan yang tertempel di dinding ruangan pribadi Alonso. "Astaga, saya pikir kamu sudah dibunuh oleh Nigel," katanya. Pria dengan topi bundar dan kaca mata bulat itu menatap ke arah Martin. "Lihat siapa dirimu saat ini, Alonso. Padahal dulu kamu hanya ...." "Jaga ucapan kamu, Tom! Saya juga mengira kau sudah tidak ada.""Saya hanya liburan di Venesia." "Ha, dengan simpananmu?" Tom dan Martin mengernyit dan kini berwajah datar, sangat-sangat datar. Alonso Merlion sendiri adalah putra sulung dari Aslan Merlion namun hubungan mereka sangatlah buruk. "Kenapa kalian kemari?" tanya Alonso lagi. "Kami mencari markas dari Nigel Dailuna." "Wah wah kenapa mencari markas dari sepupumu sendiri? Saya serius Mart, saya pikir kamu sudah terbunuh sehingga saya bisa menguasai perindustrian sekarang, tapi ternyata kau ...." "Sebaiknya kita pergi dari sini, Tom." "Kenapa buru-buru, saya punya tawaran untuk kamu."
Mata gadis itu membelalak sempurna, apa yang terjadi saat ini? Apa dia kembali pada tempat sebelumnya atau hanya tempat yang berbeda tetapi dengan ruang yang ditata dalam riasan yang sama. Entahlah, tapi gadis ini sangat merasa cemas. "Ibrahim! Ibrahim di mana kamu?" tanya Andira, gadis yang sedikit berawajah pucat karena telah letih dengan semua yang terjadi. Sementara di luar sana, Ibrahim menatap masuk ke dalam layar yang menunjukkan Andira yang saat itu sedang tidak baik-baik saja karena memaksa dirinya untuk bebas dari borgol. "Dia akan menyakiti dirinya sendiri jika dia terus melakukan itu," kata seorang pengawal pribadi Ibrahim. Dia berdiri di samping Ibrahim dan matanya tampak seperti tidak tidur sela berhari-hari. "Biarkan saja, lagi pula dia tidak akan di butuhkan dal beberapa hari lagi," kata Ibrahim yang seakan tidak peduli dengan Andira. "Well, kau benar, tapi itu jika kita menemukan Martin Dailuna terlebih dahulu," balas pengawalnya itu yang membuat Ibrahim sedikit
Alonso sendiri adalah salah satu pemimpin geng mafia terbesar dan ditakuti, dia pernah bekerja sama dengan Nigel dan mengetahui beberapa hal tentang Nigel. Alonso juga menikah dengan seorang wanita jaya yang berstatus janda dengan empat orang anak gadis. Tetapi tak satu pun dari anak gadis itu adalah milik Alonso. Tentu mendengar apa yang dikatakan Alonso untuk menjodohkan Raisi dengan salah seorang putri Alonso membuat Martin cukup terkejut. Apa maksud dari Alonso ini? "Aku memiliki Putri yang tidak akan kau tolak, tapi sekarang aku masih belum menemukan dia. Aku akan memberitahumu jika aku menemukannya," kata Alonso yang semakin membuat Martin bersama Tom kebingungan. "Jangan pikirkan itu dulu, putraku sekarang belum aku temukan, putriku kehilangan nyawanya dan kau memikirkan tentang perjodohan?" "Kenapa tidak?" Tom menyahut, dia berjalan melangkah ke arah kedua pria yang berseteru ini, dia menjadi penengah diantara Martin dan Alonso yang membahas tentang penawaran satu dengan
"Aku akan sampaikan pada kalian jika aku sudah bisa pastikan bahwa aku menemukan Martin Dailuna," ucap Syarif di balik telepon. Dia yang ternyata telah menghubungi para polisi, lalu sekarang dia masih mencari di mana Martin berada. Syarif adalah pelacak yang baik, dan dia mencari di mana Nigel atau bahkan Ibrahim bersembunyi. Mungkin dia akan menemukan pria bajingan itu dan membantu Martin. Dia melacak dengan membaca beberapa file tentang keluarga Dailuna apalagi tentang Mark, yang digadang memiliki markas tersembunyi di mana-mana. Hingga dia betul-betul menemukan sebuah tempat rahasia yang mengantarkan Syarif ke sebuah tempat yang mungkin adalah sebuah markas. Sebuah hutan yang lebat, dia bergumam, "Tidak mungkin mereka berada di sini." Dia berjalan masuk dengan peta yang ada di tangannya. Syarif hanya sendiri, tak ada bantuan siapa pun tapi dia bisa merasakan kehadiran sesuatu di dalam hutan yang lebat itu. Dan benar saja, saat Syarif berada di dalam sana, dia menemukan sebuah
Por Una Cabeza dinyanyikan Andrea Bocelli di ruangan Ibrahim yang sedang menari-nari sendiria dan menunggu kapan Martin akan datang padanya. Dia betul-betul tidak sabar memberikan pelajaran yang lebih parah dari sebelumnya. Suara Ibrahim terus melantunkan lagu ini. Sedangkan Andira, dia berada di dalam kamar dan terus melukai tangannya yang terborgol. Entah apa yang dipikirkan gadis itu, dia merasa kesakitan tapi aksinya terus saja dia lakukan. "Kita harus memberitahu Tuan akan hal ini, kata Tuan Nigel, Andira tidak bisa melukai dirinya." Salah seorang pengawal menyahut dan berbicara dengan yang lainnya. "Kau diam saja atau kau akan berada dalam masalah. Jangan ganggu Tuan Ibrahim saat dia sedang menyalakan musik.""Ah sialan dengan dia!" Ada perbedaan pendapat. Sedangkan Andira, dia akan memutus urat nadinya jika dia tidak berhenti, karena itulah seseorang dengan berani menghubungi Nigel. "Baik Tuan, akan aku berikan pada Ibrahim." Seseorang yang berani-beraninya menghubungi Ni
"Aku rasa aku akan melakukan ini sendiri, Tom," kata Martin yang terlihat sedikit ragu dengan apa yang dia ucapkan. Tom menatap dengan tatapan tak yakin pada Martin lalu dia bertanya, "Apa kau yakin, Martin?" Pertanyaan itu membuat Martin kembali bertanya apds dirinya sendiri, apakah dia bisa melakukan dan menyelesaikan tugas ini sendiri. "Ya, aku yakin dengan keputusanku." Martin sambil mengangguk. "Terakhir kali kau mengikut rasa yakin dalam dirimu, Martin. Kau kehilangan putrimu," kata Tom yang masih ragu. Martin menggeleng, dan berkata lagi, "Aku yakin dengan yang ini. Aku rasa aku harus menyelamtkan mereka berdua, Andira dan putraku Raisi. Aku juga harus menyelamatkan Lizzia." "Lizzia?" "Anak tiri Nigel, tapi aku rasa dia bukan hanya anak tiri Nigel. Dia lebih dari itu. Sangat menjijikkan." Martin menampakkan wajah jijik. "Dasar pria tua ini, dia bahkan tidak sadar seberapa menjijikkan dirinya," gumam Tom yang menyindir Martin. Martin mengernyit, "Apa kau bilang?" "Kau m
"Aku tahu ke mana akan pergi, mungkin saja ya, kematian." Martin mengemudikan mobil yang diberikan Tom pada him. Martin juga bertanya-tanya apa yang mungkin akan dikatakan Tom padanya, tetapi Martin sama sekali tak ingin memusingkan hal itu. Dia hanya melajukan mobil itu saja, hingga he betul-betul sampai pada sebuah tempat di mana he seharusnya berada sejak lam. "Ah, jangan hutan lagi," gumam Martin yang lelah dengan persembunyian di dalam hutan. Apakah Martin akan menemukan Andira atau Raisi, Nigel atau mungkin Ibrahim. Entahlah, dia hanya peduli bagaimana he bisa menemukan mereka berdua. "Aku akan menemukanmu, aku akan menemukan kalian, aku akan menemukan apa yang aku cari." Martin meraih senjata api yang dia telah simpan, lalu mengisi senjata api itu dengan peluru, secara full dan menyelipkan ke dalam mulut celananya. Lalu kemudian Martin keluar dari mobil, menyembunyikan mobil itu di sebuah dedaunan dan ranting agar tak ada yang curiga, tak ada pula yang menemukan dan bisa m