Mobil melaju kencang di jalanan berbukit, membawa Andira semakin jauh dari tempatnya disekap. Ibrahim duduk di kursi pengemudi dengan wajah tegang, sesekali melirik ke kaca spion untuk memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Di kursi belakang, Andira meringkuk, berusaha menahan rasa mual yang semakin menjadi. Perutnya bergolak dan kepalanya berdenyut hebat."Berhenti!" teriak Andira, tak tahan lagi dengan rasa mualnya.Ibrahim mengerutkan kening. "Diam!" bentaknya."Kumohon, aku mau muntah," rengek Andira.Ibrahim menggerutu pelan, kemudian menepikan mobil di bahu jalan. Andira membuka pintu mobil dengan tergesa-gesa dan berlari keluar. Dia muntah-muntah di pinggir jalan, merasakan isi perutnya seakan-akan akan keluar semua.Ibrahim turun dari mobil dan berjalan ke arah Andira. "Cepatlah!" ketusnya.Andira menyeka mulutnya dengan tangan yang gemetar. Dia masih merasa pusing dan lemas, tapi dia tahu dia tidak bisa berlama-lama di sini. Dia harus kabur. Saat Ibrahim kembali ke kurs
Ibrahim menggeram frustrasi. Baru hampir saja ia berhasil membawa Andira bersamanya kepada Nigel, sayangnya wanita yang ia sekap kini berhasil lolos dan kabur dari Ibrahim, yab sekarang Andira lenyap begitu saja. Ia mencengkram erat rambutnya, berusaha menenangkan diri. Ia harus berpikir jernih jika ingin menemukan Andira.Ia ingat saat Andira berhasil lolos darinya. Saat mereka dalam perjalanan, Andira pura-pura sakit dan meminta berhenti di sebuah hutan. Ibrahim yang lengah tidak menyadari niat Andira. Ketika ia keluar dari mobil untuk mencari air, Andira telah menghilang ke dalam hutan.Ibrahim segera menghubungi Nigel, rekan Ibrahim, yang memiliki kelicikan yang sama seperti Ibrahim bahkan jauh lebih licik untuk bisa menemukan dan menyekap Andira."Andira kabur!" teriak Ibrahim di telepon."Apa?!" Nigel membentak di seberang sana. "Bagaimana bisa?!"Ibrahim menceritakan apa yang terjadi. Nigel semakin marah mendengarnya. Ini adalah kesalahan Ibrahim dan Nigel tidak mau tahu akan h
Jantung Andira berdetak kencang bagaikan genderang perang. Nafasnya tersengal-sengal, keringat dingin membasahi dahinya. Tubuhnya gemetar bukan karena kedinginan, melainkan karena ketakutan yang mencekam. Ibrahim, orang yang paling dia hindari, kini tengah memburunya di dalam hutan lebat ini.Andira bersembunyi di balik semak-semak, berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat. Dia mengintip dari balik dedaunan, mengamati langkah kaki Ibrahim yang semakin mendekat. Matanya yang tajam seperti elang, tak henti-hentinya mencari jejak Andira.Andira meringkuk ketakutan, berusaha untuk tidak bersuara. Dia tahu, jika Ibrahim menemukannya, dia tidak akan selamat. Bayangan kekejaman dari Nigel jika saja Ibrahim berhasil menemukan dia dan memberikan Andira pada Nigel yang kemam dan sangat menghantui, saat Ibrahim dengan kejam memperlihatkan ketidak manusiawi perbuatan dari Nigel. Andira tidak ingin kembali merasakan penderitaan itu.Suara ranting patah terdengar di kejauhan. Andira menegang, ja
Udara lembab hutan menusuk kulit Martin Dailuna dan Syarif. Keringat bercucuran di dahi mereka, bercampur dengan lumpur dan debu akibat perjalanan panjang di hutan belantara. Semak-semak lebat di sekitar mereka menjadi tempat persembunyian yang ideal, berlindung dari kejaran anak buah Nigel, bos besar mafia yang telah menculik Raisi, anak Martin."Kita sudah hampir dua hari di sini, Pak," bisik Syarif, mengamati sekeliling dengan waspada. "Kita harus menemukan Raisi secepatnya."Martin mengepalkan tangannya, berusaha menahan amarah dan rasa frustrasi. Raisi adalah penerusnya, dia sudah cukup kehilangan seorang anak, dan dia tidak akan tinggal diam sampai dia menemukannya."Kita harus mencari jejak mereka," kata Martin dengan suara serak. "Pasti ada tanda-tanda yang tertinggal."Syarif mengangguk setuju. Dia mengeluarkan pisau dari sakunya dan mulai membelah semak-semak yang lebat, mencari jejak kaki atau tanda-tanda lain yang bisa mengarahkan mereka ke Raisi.Beberapa jam kemudian, me
Mobil yang membawa Andira berhenti di depan sebuah bangunan tua. Bangunan itu tampak terbengkalai, dengan cat yang mengelupas dan jendela yang kotor. Andira merasakan ketakutan yang semakin besar saat dia dipaksa keluar dari mobil oleh Ibrahim.Ibrahim menyeret Andira ke dalam bangunan tua. Di dalam, ruangannya gelap dan lembab, dengan bau apak yang menusuk hidung. Andira melihat beberapa ruangan kosong dengan jendela yang ditutupi papan kayu. Dia yakin dia akan disekap di salah satu ruangan itu.Ibrahim membawa Andira ke sebuah ruangan kecil di ujung lorong. Ruangan itu hanya memiliki satu jendela kecil yang ditutupi teralis besi. Andira didorong ke dalam ruangan dan Ibrahim menguncinya dari luar.Andira sendirian di ruangan itu. Dia duduk di lantai yang kotor, memeluk lututnya dengan erat. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya.Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki di luar ruangan. Pintu terbuka dan Nigel, bos besar mafia, masuk ke dalam ruangan.Nigel adalah pria yang
Andira tersungkur di tanah dengan nafas terengah-engah. Rasa sakit di kakinya berdenyut, akibat tendangan Nigel yang kejam. Dia mencoba untuk berdiri, namun sia-sia. Kakinya terasa lemas dan tak bertenaga.Nigel mendekatinya dengan tatapan penuh amarah. "Kau pikir kau bisa kabur dariku, hah?" gertaknya.Andira menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata Nigel. Dia tahu bahwa perlawanan hanya akan sia-sia."Aku beri kau kesempatan sekali lagi," kata Nigel. "Jika kau berani mencoba kabur lagi, aku tak segan-segan membunuhmu."Andira terdiam, tak berani berkata apa-apa. Dia tahu bahwa Nigel bukan orang yang main-main dengan omongannya.Nigel menoleh ke arah Ibrahim. "Bawa dia ke ruangan yang lain," perintahnya.Ibrahim mengangguk dan menyeret Andira ke sebuah ruangan lain. Ruangan ini jauh lebih tertutup dibandingkan dengan ruangan sebelumnya. Tak ada jendela sama sekali, hanya sebuah pintu kecil yang terbuat dari besi.Ibrahim mengikat tangan dan kaki Andira dengan rantai. Dia kemudi
Semuanya meletihkan dan menghabiskan banyak tenaga, Syarif dan Ibrahim tampak sangat lelah dan bahkan saat ini hampir turun hujan, mereka masih berada di dalam hutan tak tahu akan ke mana. Syarif memiliki satu senjata api, dan itu bahkan bukan senjata mesinBagaimana mereka akan melalui ini semua? Martin tampak dengan kondisi yang tidak baik-baik saja dan tidak tahu bagaimana dia akan menyelesaikan masalahnya sekarang. Seolah semuanya hilang kendali dan tak tahu bagaimana dia akan hidup sekarang. Syarif juga terjebak dan tampak sangat keletihan berada di pihak Martin. Hanya karena Martin pernah membantunya membuat dia merasa berhutang budi, dia terlibat dalam masalah ini. Padahal seharusnya dia tidak seperti itu. Mereka duduk di atas rerumputan setelah bersembunyi di semak-semak. Menunggu malam tiba dan berharap besok mereka akan menemukan jalan. "Kau tidak bisa mendatangi tempat itu, Tuan. Di sana dijaga dengan ketat dan aku rasa Nigel tidak akan mengizinkan kau untuk datang sanga
"Aku sudah katakan kepadamu beberapa kali Andira, kenapa kau tidak mendengarkan apa yang aku perintahkan dan apa yang aku peringatkan kepada kau, ha?" Ibrahim yang sekarang berdiri di samping Andria yang terduduk dengan kedua tangan yang terikat. Tak ada cara bagi gadis ini untuk kabur dari sana. Hanya ada masalah jika she berusaha untuk kabur apalagi masalah ini terlalu banyak masalah sehingga Ibrahim semakin frustasi. "Aku tidak ingin terlihat lagi, Ibrahim, apa kau gila melakukan ini semua?" "Martin membunuh orang tuamu!" Ibrahim yang berusaha untuk meyakinkan Andira bahwa Martin lah yang menjadi penyebab kematian orang tua Andria. "Dia membunuh kakakku, dan melakukan hal buruk padanya!" Andira bahkan tidak bertanya jauh lebih dalam dan lebih memilih untuk diam. Dia tak tahu tentang orang tuanya siapa dan tak mau tahu sekarang. "Kau membunuh anak kecil!" Tentu yang dimaksud di sini adalah Nadira, putri Martin yang telah kehilangan banyak oksigen dan kelaparan saat dikurung oleh