Banyu Sadewa terpaksa menyempatkan datang ke rapat internal dimana ia pernah menanam saham di sana, PT. Healthy Human. Awalnya ia tidak ingin datang karena merasa tidak terlalu penting. Toh, saham yang ia punya di sana tidak begitu banyak. Namun, salah seorang senior yang lebih dulu menanam sahamnya di HH mengajaknya untuk melihat detik-detik hancurnya perusahaan besar itu, akhirnya ia berangkat.
Banyu sudah mendengar berita soal Mario Iswary tertangkap polisi. Meski semua orang menganggap berita ini menghebohkan, Banyu justru berpikir jika ini berita yang epic. Seorang Mario Iswary, pengusaha terkenal di bidang kesehatan, lifestyle dan kini merambah ke kecantikan, ditangkap atas kasus pencucian uang. Apalagi konon melibatkan tokoh publik yang sedang sangat di sorot namanya karena akan mencalonkan diri jadi pejabat. Tentu saja Banyu penasaran, bagaimana nasib perusahaan besar itu? Sementara kabarnya, banyak karyawan yang demo minta resign sekaligus uang pesangon. Apa benar nanti ia akan menyaksikan detik-detik kehancuran itu? Wow, ini menarik.
Benar saja, saat ia menghadiri rapat tersebut, Banyu cukup terpukau tatkala semua orang yang hadir benar-benar meluapkan emosi mereka. Ini jelas seperti pertunjukkan gratis bukan? Namun, yang lebih menyita perhatiannya adalah sang pemimpin rapat, Saragita Iswary. Banyu telah lama mengenalnya, mungkin sejak lima atau enam tahun yang lalu. Ia lupa, tapi mereka pernah intens bertemu karena Artblue —perusahaan yang Banyu bangun sejak lima tahun lalu— sempat menjadi perusahaan star up untuk menggarap iklan yang brand ambassadornya adalah Sara.
Setelah sekian lama tidak bertemu karena kontrak kerjasama telah habis, kini Banyu bertemu lagi dengan Sara. Namun, kali ini kondisinya sangat jauh berbeda. Perempuan itu cukup berani untuk tampil di depan semua orang dan menghadapi kekacauan ini. Sebagai anak konglomerat, Banyu tahunya Sara adalah selebgram yang kerjaannya travelling, model, menggarap endorsment. Hidupnya berkelimpahan dan menjadi center of attention di manapun ia berada. Ternyata semesta memang pintar bercanda.
Sekarang Sara justru terlihat lemah tak berdaya, walaupun kelihatan ia menahan diri untuk kuat. Nyatanya, mata tidak bisa dibohongi bahwa Sara terlihat cukup memendam kekhawatiran. Sepintas, Banyu merasa harus berempati atau kasarnya disebut kasihan.
Setelah orang-orang yang marah itu keluar ruangan, Banyu berdiri di depan meja Sara, mengetukkan jemarinya berirama di atas kaca itu. Sesekali juga memainkan papan nama akrilik milik Mario Iswary. Sementara Sara masih ada di kolong meja, mungkin ketakutan karena kerusuhan yang terjadi saat rapat tadi. Banyu sudah menduganya.
"Nangis gratis kok, gak ada yang ngelarang juga." ujar Banyu dan yakin bahwa seonggok manusia di kolong meja ini mendengarnya.
Beberapa saat, tidak ada jawaban sama sekali. Banyu kira, setelah semua kericuhan selesai, dan ia mempersilakan Sara untuk menangis, perempuan itu akan melakukannya. Sekedar me-realese perasaannya. Sayangnya, itu tidak terjadi. Tidak ada suara tangisan atau gerakan lainnya. Banyu justru bertanya ke dirinya sendiri. Perempuan mana yang sehabis mengalami hal buruk seperti tadi, tidak menangis? Sara masih punya rasa takut, pasti ia juga masih punya hati kan untuk merasakan kesedihan barang sedikit saja?
Lalu tiba-tiba, kaki bawahnya dicengkeram kuat, sampai Banyu kaget dan hampir reflek untuk menendangnya, tapi ia segera sadar bahwa di bawah sana memang orang, bukan makhluk astral.
Tidak sampai itu saja kekagetan Banyu, kini ia juga harus mendengar hal yang paling membagongkan selama hidupnya.
"Bay, nikahin gue!"
What? Apa dia bilang?
Banyu pun berjongkok dan ia bisa melihat Sara di bawah meja tersebut sedang meringkuk dengan lutut tertekuk. Rambut Sara mencuat kemana-mana, tapi herannya, riasan di wajahnya masih bagus dan tetap sama seperti saat ia masuk ke ruangan ini. Wow? apa sekarang sudah ada inovasi supaya make up tidak luntur meski diterjang badai sekalipun? Luar biasa.
"Ngomong apa lo barusan?"
"Nikahin gue, please!" pintanya gerlihat gusar. Kini tangannya sudah terlepas dari kaki Banyu. Mata Sara menyipit seperti anak kecil minta dibelikan balon, tapi lebih putus asa dari itu.
"Kesurupan jin kolong meja lo?!" umpat Banyu yang langsung menempelkan punggung tangannya ke dahi Sara.
Bagi orang mungkin ini adalah adegan romantis, tapi tidak bagi Banyu dan Sara. Sejak awal, hubungan mereka memang unik. Tidak bisa dibilang teman dekat, sahabat, atau rekan kerja yang saling respek. Sejak awal setelah pertemuan mereka karena projek iklan, mereka lebih seperti Judy Hopps dan Nick Wilde di film animasi Zootopia. Lebih sering berantem dan berbeda pendapat, tapi sebenarnya punya sisi baiknya masing-masing dan rela membantu jika salah satu mengalami kesulitan. Mungkin itu alasan dangkal Sara meminta Banyu untuk menikahinya.
Sara memang tidak berpikir dua kali, sebab setelah membaca chat dari pak Sandi, satpam rumahnya yang mengabarkan bahwa rumah sudah di pasang garis polisi dan jadi aset sitaan negara, ia kalut. Rumah yang ia pikir aman dan tidak akan di usik karena itu atas nama mendiang mamanya, ternyata raib juga beserta isinya. Mungkin sebentar lagi perusahaan ini juga akan di sita. Yang ada di otaknya sekarang cuma satu; ia butuh pelindung dan rumah. Entah kenapa, orang yang muncul di saat seperti ini justru Banyu.
Sara menggelengkan kepalanya samar. "Please!" mohonnya sekali lagi dengan wajah yang lebih putus asa dari sebelumnya.
Banyu menyugar rambut ikalnya yang dibiarkan panjang di atas bahu sambil membasahi bibir bawahnya dengan lidah. "Kalaupun gue mau nikah, itu jelas bukan sama lo?!"
Tiba-tiba gerakan yang seperti kilat itu membuat Banyu limbung ke depan. Tangan Sara menarik tengkuk Banyu hingga kepala lelaki itu ikut masuk ke dalam kolong meja dan otomatis wajah mereka hanya berjarak tidak sampai dua sentimeter. Sara lantas mencium bibir Banyu tanpa aba-aba, lalu dalam hitungan detik, ia lepaskan. Dada Banyu naik turun terlalu cepat karena kaget dan tidak percaya Sara sampai melakukan hal ini padanya.
"Gu-gue cinta banget sama lo Bay! Gue udah suka sama lo sejak lama. Dan gue mau hidup sama lo selamany...."
Tanpa menunggu Sara menyelesaikan serentetan kalimat halunya itu, Banyu beranjak dan meninggalkannya tanpa kata. Ekspresi Banyu begitu kaku dan memerah menahan sebuah emosi yang ia tahan untuk meledak. Kalau saja tidak ingat Sara baru saja mengalami kejadian brutal di ruangan ini, tentu saja Banyu akan meluapkannya sekarang. Jadi, lebih baik ia pergi tanpa meminta penjelasan lebih atau sekedar memarahi Sara karena bersikap terlalu lancang.
Sementara itu, mulut Sara masih menganga lebar menyadari jika Banyu telah pergi setelah ia menciumnya tanpa permisi. Tubuhnya mengaku. Pandangannya nyalang menatap langkah Banyu menjauhinya. Lalu pikiran waras itu akhirnya kembali meski sedikit.
"Bego! Sara lo bego banget!!" umpatnya sambil menjambak rambut yang sudah berantakan itu.
"Beb! Beb! Lo kenapa? Beb, ini Babal, lo gak lupa ingatan kan!? Sara!"
Masih bisa dia ngelawak?!
Setelah beberapa saat kericuhan berakhir, Babal akhirnya muncul juga. Lelaki itu langsung menghambur di bawah meja, mencoba menarik Sara keluar dari sana dan mengguncangkan bahu Sara yang berperilaku seperti orang frustasi. Bosnya ini seperti kesetanan dan menangis.
Yang paling membuat Babal menganga adalah, tampilan Sara sungguh mengenaskan.
***
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara