Share

Ngebet Nikah Karena Takut Miskin
Ngebet Nikah Karena Takut Miskin
Penulis: Ohmyrum

Bab 1. Rapat rasa tawuran

Sara dengan lihai memoleskan lipstik warna merah terang ke bibirnya. Dengan bantuan kaca mungil yang selalu ada di tas kecilnya, ia memastikan kembali riasannya pagi ini sudah sempurna. Paling tidak, jika terjadi apa-apa nanti, ia masih terlihat cantik badai.

"Bal," panggil Sara pada seorang disampingnya yang sudah sejak lima tahun lalu menjadi asisten pribadinya. "Kalau gue udah gak kaya lagi, lo lebih baik balik kampung aja. Beli sawah kek, bangun warung atau jadi juragan sapi. Terserah lo. Yang penting gaji besar yang gue kasih selama lo kerja sama gue, berguna. Gue harap hidup lo gak ngenes banget."

"No no no!" kilah Iqbal alias Babal sambil mengayunkan telunjuknya ke kanan dan ke kiri seperti jarum jam. "Gue tetep setia sama lo. Mau lo kaya atau miskin. Gue rela gak dibayar asal tetep bisa urusin lo."

Sara menghela nafasnya kasar lalu menghempaskan rambut curly-nya dengan manja. "Jangan naif deh. Makan lo kan banyak, setelah ini gue udah gak bisa kasih lo makan lagi. Nanti lo malnutrisi gue gak tanggung ya."

"Pesimis banget lo, beb! Menurut lo gue udah gak punya tangan dan kaki? Heh! denger ya, rejeki manusia udah ada takarannya. Burung aja dikasih makan tiap hari sama Tuhan. Ngerti gak?!" omel Babal.

Lagi-lagi Sara menghela nafasnya. "Terserah lo deh!" 

Kalau dipikir secara logika, Babal benar juga. Tidak mungkin Sara langsung jatuh miskin sekarang juga. Meskipun rumah papa dan segala asetnya disita, ia masih punya perhiasan dan tas branded diluar aset papanya. Nanti bisa ia jual. Paling tidak, bisa untuk makan seminggu atau mencari kos sementara. 

Mobil yang dibawa Babal itu berhenti tepat di loby gedung perusahaan. Sudah banyak orang yang mengeruminu mobil hingga Sara mengernyit ngeri dan Babal hanya melongo.

"Kok kita kayak diserang zombie begini sih?" Babal 

"Lo harus doain gue, semoga gue gak dicakar para wartawan dan bonyok diserang anggota direksi dan pemegang saham. Syukur-syukur bisa keluar dari sini hidup-hidup tanpa lecet sedikitpun itu udah cukup."

Mata Sara mengerjap dan kedua sudut bibirnya turun bagaikan anak kecil yang takut akan sesuatu. Namun, ia jelas bukan anak kecil. Sekarang ia adalah seorang yang punya tanggung jawab besar untuk menyelamatkan perusahaan papanya dan juga dirinya sendiri.

Kitten heels itu menapak lantai dengan bunyi yang berirama melewati segerombolan wartawan yang super barbar. Untungnya meskipun sikapnya Babal melambai, tapi ia rajin nge-gym dan punya badan yang besar, sehingga ia bisa melindungi Sara dari anarkisme yang terjadi di sini. 

"Mbak Sara, bagaimana nasib Healthy Human setelah kejadian ini?"

Ya jelas genting! batin

Sara seraya melirik tajam ke arah wartawan itu.

"Sara, udah jenguk papanya di lapas belum? papanya sehat kan?"

Ihsss! Sok-sokan perhatian dengan papa pula! Di sosmed  pedes banget hujatannya, jangan-jangan netizen tuh sebenarnya dua manusia ya?

"Mbak Sara cantik banget."

Oh selalu! Sara mulai tersenyum lebar.

"SARAGITA ISWARY, I LOVE YOU!" teriak seorang wartawan lelaki tepat di samping Sara. Lantas, ia langsung menoleh dan mengangkat tangannya dengan tumpukan ibu jari dan telunjuk membentuk simbol saranghae.

Meski nyeleneh, teriakan pujian dan kata-kata cinta itu cukup membuat mood Sara sedikit naik.

Tuhan, tolong banyakin orang-orang seperti itu saja. Batinnya. 

Setelah melewati kerumunan wartawan, akhirnya ia selamat sampai dalam gedung kantor. Selain Babal, ada satpam juga yang ternyata masih respect dengannya dan mengamankannya dari para wartawan. Gestur Sara sangat percaya diri berjalan ke tempat tujuan. Perempuan ber-blazer abu dengan celana kain warna senada serta tas bermerk di tangannya itu, memasuki ruangan meeting. Hari ini begitu penting, sebab nasibnya benar-benar akan ditentukan di ruangan ini. 

Mario Iswary, papan nama berbahan akrilik itu masih bertengger di meja utama. Ia  duduk dengan anggun. Wajahnya mendongak seolah semuanya akan baik-baik saja. Sara harus optimis meski hati kecilnya sangat bertolak belakang. Tidak dipungkiri ada sedikit khawatir yang mendiami hatinya sejak langkah pertama keluar dari rumah dan berangkat ke sini untuk mewakili papanya sebagai anak pemilik perusahaan.

Semua orang sudah duduk menunggunya. Mereka memperhatikan setiap detail gerakan Sara dengan mata elang masing-masing. Ini memang sudah resikonya jika ia memutuskan datang ke sini untuk menyelesaikan semuanya. Selanjutnya, senyumnya tersungging pada semua orang menegaskan bahwa ia siap dengan apapun hasilnya.

"Bisa kita mulai sekarang?" tanyanya pada semua orang yang hadir dengan nada penuh wibawa.

Beberapa ada yang mengangguk cepat, ada juga yang sama sekali tidak menggubris pertanyaan Sara. Namun kebanyakan dari mereka menunjukkan ekspresi jijik dan tidak sudi. Sara sadar.

Rapat internal direksi dan pemegang saham memang terpaksa dilaksanakan hari ini. Desakan-desakan mereka tentang menarik semua saham dari PT. Healthy Human terus bergaung sejak kemarin. Semua ini terjadi begitu tiba-tiba. Sumber masalahnya adalah Mario Iswary. Papa Sara itu kemarin tertangkap polisi karena dugaan pencucian uang aliran dana gelap yang melibatkan beberapa tokoh publik, dan perusahaan ini juga terkena dampak langsung. Sebagai anak direktur HH, Sara tentu saja harus turun tangan membereskan semuanya.

"Sebelumnya, saya Saragita Iswary, meminta maaf atas kejadian yang menimpa papa saya..."

"Langsung ke intinya saja. Kami serasa dibohongi habis-habisan. Kami gak sudi lagi bergabung dengan perusahaan yang pemiliknya main kotor!" potong seorang pria muda dengan lantang dan menggebu tanpa mau menunggu Sara selesai bicara.

Lalu, semua orang di dalam ruangan meeting itu ikut-ikutan mengutarakan kekesalannya bersamaan, hampir seperti suara lebah yang terbang bergerombol di telinga Sara, saling bersahut-sahutan, dan berdengung. Sara sampai menelan salivanya kasar karena ngeri dengan situasi ini. Bayangan ia akan di rujak oleh semua orang di ruangan ini sangat jelas. Ini satu lawan banyak dan kemungkinan besar tidak ada yang akan membelanya satu pun karena semua tampak punya tujuan yang sama; hengkang dari perusahaan ini dan menarik saham mereka

Andai ia bisa punya kesempatan mengirim chat pada Babal untuk menyewa bodyguard untuknya sekarang juga. Namun itu jelas tidak mungkin, masa semakin tidak bisa terkondisi, brutal dan tidak beradab. Semua yang terjadi ini sungguh mengancam keselamatan Sara di singgasananya. Seperti adegan slow motion di film, lemparan pulpen, buku, kursi atau benda apapun yang ada di hadapan mereka seperti kapas yang berhamburan. Satu kata, porak poranda. Meski jarak antara meja pemimpin dan peserta rapat lumayan jauh dan benda-benda itu tidak benar-benar sampai ke wajahnya, Sara tetap ketar-ketir.

Jangan menunduk Ra! Hadapi! Sara meneguhkan hatinya untuk jangan terpancing atau terlihat ketakutan karena itu hanya akan membuat semakin kacau.

Situasi sudah tidak seperti yang Sara harapkan lagi dan di luar kendalinya. Tidak mungkin juga ia bisa melanjutkan kata-katanya jika semua orang di sini sudah dikuasai oleh emosi. Situasi macam apa ini? Akhirnya dengan spontan, tangan Sara menggebrak meja. Semua orang diam, suasana jadi hening dan itu justru membuat keberanian Sara kian menciut. 

"Memangnya kalian bisa jamin kalau uang yang kalian tanamkan di perusahaan ini bukan hasil dari main kotor? Jangan merasa sok jadi yang paling sengsara. Ya, papa saya memang salah, tapi apa boleh kalian bertindak brutal seperti ini, menghancurkan fasilitas perusahaan dan mundur dari perusahaan seenaknya? Udah merasa kaya?" teriak Sara hingga kerongkongannya kering kerontang.

Kali ini, Sara tertawa sarkas. Ia menaikkan satu kaki di atas kaki satunya. Semua orang tidak tahu bahwa gerakan di bawah meja itu begitu terbata dan bergetar, sangat kontras dengan wajah dan bagian atas badannya. Hebat sekali Sara bisa mengontrol sikapnya ditengah kepungan masa di ruangan ini. Pokoknya setelah ini Sara harus memanjakan diri, stay cation di Bali, spa dan makan ice cream super enak karena sudah sekeren ini.

Diam-diam, ia menghela napasnya untuk memenuhi pasokan udara di paru-paru. Sesak perlahan menjalari. Ia harus tetap kuat. Paling tidak, sampai rapat -yang sialannya sudah seperti perang- ini selesai, entah dengan hasil yang seperti apa.

"Gak penting! Yang jelas kami mau menyelamatkan uang dan diri kami, sebelum ikutan terlibat dalam kasus pak Mario." timpal Ansori, pria berkacamata yang sudah bergabung dengan HH belasan tahun.

Semua juga menyuarakan hal yang sama.

Sara lantas memindai satu-satu orang-orang. Hampir semuanya pernah jadi orang penting dan orang kepercayaan papa di HH. Ia sungguh tak percaya jika tidak ada satupun yang mau bertahan di sini. Lalu, mata Sara tertuju pada orang di kursi paling belakang. Satu-satunya orang yang berharap bisa ia andalkan, sebab ia sudah mengenalnya lama. Sara hampir memanggil orang itu dan meminta pertimbangannya untuk tetap di perusahaan ini dan menanamkan sahamnya. Sayangnya, saat mulut itu hampir terbuka, lidahnya tiba-tiba kelu. Sara tak sanggup merendahkan dirinya seperti ini. Ia tidak siap mengemis empati.

Gak! Gak boleh terlihat mengemis di depan orang-orang. Stay calm, Sara! Lo harus bisa tenang menghadapi ini.

"Kita semua di sini, sembilan puluh sembilan persen sepakat untuk mengundurkan diri dan meninggalkan HH!" 

"Ya, betul!" sahut pak Rudi, manager marketing.

Suara sahut-sahutan itu kembali terdengar lagi. Kali ini dibarengi dengan deretan suara kursi dan orang-orang berdiri. Baru sekarang, semenjak masuk ke ruangan meeting, Sara menunduk. Aksi mereka di mulai kembali. Ia takut orang-orang sungguhan akan mengeroyoknya. Matanya terpejam dengan telinga yang masih mendengar suara keriuhan. Semuanya tidak bisa ia kontrol.

Remasan kertas berhasil orang-orang itu lempar dan mengenai Sara hingga ia menutupi kepalanya dengan kedua tangan. Lalu entah bagaimana, ia langsung berlindung di bawah meja, menekuk lututnya dan rasa takut itu tiba-tiba menyerbu.

Sara telah kalah. Ya, ia kalah dengan keadaan dan dirinya sendiri. Bahkan untuk mempertahankan satu orang di HH saja, ia tidak mampu. Pikirannya sungguh kusut. Benar dugaannya, semua akan berakhir begini dan tinggal tunggu waktu, HH akan kolaps. Rasanya ia ingin menangis, tapi tidak mungkin di sini. Sara sudah janji apapun yang terjadi, ia tidak akan menangis dan membasahi riasan flawless-nya sampai luntur, meski hatinya sudah menjerit. Tidak!

"Nangis gratis kok, gak ada yang larang juga." ujar seseorang saat Sara masih menunduk memejamkan mata dan berkutat dengan isi kepalanya yang penuh. Ia tahu pemilik suara ini.

Sara pun membuka matanya dan mendongak, lalu yang ia sadari pertama adalah, sepasang kaki yang berdiri di depannya. Suara keributan orang-orang itu sudah tidak terdengar lagi. Sepertinya huru-hara ini sudah selesai. Namun, tentu saja tidak dengan kepala Sara yang riuh bukan main. Bayangan ia akan hidup di kosan satu petak dengan kecoak dan tikus, makan mie instan dan kulitnya kusam serta menjalani hidup sendirian di dunia yang luas ini. Benarkah ini adalah titik balik paling rendah dalam hidupnya?

Lalu, satu pikiran melintas begitu saja. Tangan Sara meraih satu kaki berbalut celana kain warna hitam itu dan mencengkeramnya dengan kuat.

"Apaan sih!"

"Bay! Nikahin gue!"

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status