Share

Penulis: Neveedah Jafri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-21 23:30:56

Richard mengajakku keliling rumah, dari ruang depan, ruang tengah, ruang makan, taman belakang yang ada kolam persegi panjang, dapur dan 2 kamar tamu. Kemudian masuklah aku ke kamarnya. Kupikir kasur kamarnya lebih besar dari kamar tamu, tapi justru kasur kamarnya tidak lebih besar dari kasur-kasur yang ada di kamar lain. Ada satu kamar yang tidak kami masuki karena kata Richard kamar itu terkunci. Itu kamar Rivi.

Sejak kemarin aku mengenal Richard, baru sekarang ini aku penasaran dan tidak dapat menahan diri untuk tidak bertanya soal Rivi.

Dimana Richard bertemu Rivi? Sejak kapan mereka tinggal bersama? Kenapa harus tinggal bersama?

Ketika perjalanan pulang, Dia menjawab semuanya.

Dia mengenal Rivi sejak kuliah 5 tahun yang lalu. Mereka satu jurusan dan Rivi teman kepercayaan Richard satu-satunya.

"Dia orang yang gesit dan jujur. Itu sebabnya setelah lulus ku tawarkan kontrak kerja sama. Karena ada banyak pertemuan antar aku dengannya, lebih gampangnya kusuruh dia tinggal dirumah saja. Tapi itu baru berlangsung 1 minggu yang lalu, dan setelah kita menikah, dia akan pindah."

"Oh..."

Entah kenapa rasa penasaranku masih tetap mengganjal. "Kalian bersahabat baik dan sudah cukup lama. Kenapa kalian tidak menikah saja? Padahal sudah tinggal bersama."

Richard tersenyum lebar. "Kenapa yaaa? Mungkin karena tidak akan ada yang setuju. Ibuku sudah memilihmu jadi aku tak punya pilihan lain,"

"Kenapa begitu? Apakah kau tidak boleh menikah dengan pilihanmu sendiri?"

Richard menghela napas. "Kalau aku menikah dengan Rivi. Bagaimana denganmu?"

"Aku?" Aku mengedip-kedipkan mata dengah heran. "Tentu saja tidak masalah bagiku. Terus terang saja, aku tidak apa-apa daripada kau menikah denganku tapi mencintai Rivi."

"Kau tidak mencintaiku, Jasmine?" tanyanya dan mobil berhenti di lampu merah. Dia melihatku lagi.

"Tidak."

"Oh..." Richard melihat kearah lain. "Sebenarnya aku juga tidak mencintaimu. Aku juga tidak suka namamu karena namamu sama seperti nama guru matematikaku. Dan aku benci matematika. Setiap kali aku memanggilmu 'Jasmine' rasanya seperti diberi soal hitung-hitungan lagi. Tapi mau bagaimana? Aku ingin melihat orangtuaku bahagia."

"Hah?"

Richard tidak meneruskan. Kemudian kembali melajukan mobil.

Aku tidak mengajukan pertanyaan lain sampai mobilnya memasuki wilayah rumahku.

"Tapi, Richard, andai kau punya kesempatan bisa menikahi Rivi, apakah kau akan mengambil kesempatan itu?"

Laju mobil mulai perlahan dan berhenti didepan gerbang rumahku.

"Silahkan, Jasmine." ucapnya. Kemudian terdengar bunyi 'Klak' dimana pintu mobil tak lagi terkunci.

Dia mengusirku secara tidak langsung. Dia tidak mau menjawab pertanyaan yang kuajukan sebelumnya.

"Silahkan..." katanya sekali lagi.

Aku melihatnya sambil menarik napas panjang. "Baiklah, aku tidak peduli padamu," jawabku kemudian membuka pintu mobil dan turun.

Aku tidak suka pertanyaanku diabaikan. Jika sebelum berangkat wajahku terlihat malas, sekarang, suasana hatiku berubah kesal.

Begitu pa-pasan dengan Lily, aku langsung bertanya dimana Mama. Sayangnya Mama sedang keluar jadi aku mengajak Lily ikut ke kamar dan kuceritakan padanya semua tentang Rivi.

"Tunggu... Apakah Nona Jasmine cemburu dengan Tuan Richard?" Tanya Lily sambil tersenyum iseng. Kemudian dia tertawa sambil menutup mulutnya. "Hihihihi,"

"Dih! Aku tidak cemburu, tapi aku ingin Mama-Papa mempertimbangkan lagi jika ingin menikahkanku dengan Richard!"

"Oh,"

"Nanti kalau Mama pulang jangan lupa beritahu soal itu,"

"Baik, Nona."

"Ok, sekarang kau boleh keluar," Kataku.

Anehnya, sampai sore Mama tidak menemuiku atau apapun, begitu makan malam dan kembali berkumpul, aku langsung mempertanyakan semua itu. Mama tidak terkejut sama sekali, begitu juga dengan Papa. "Kau ini ada-ada saja," kata Papa geleng-geleng.

"Ada-ada saja bagaimana, aku serius Ma, Pa,"

"Kau suruh Richard menikah dengan Rivi? Kau pikir Richard gay?" jawab Mama.

"Tunggu, Rivi laki-laki?"

"Sebelum protes, ada baiknya kau cari tahu dulu, Jasmine." jawab Mama. "Besok kau siap-siap fitting baju, dan lihat undangan pernikahan. Mama akan mengurus sovenir dan banyak hal lain."

"Hmmmh," Aku menghela napas.

Waktu terasa begitu singkat hingga seperti sekejap. Jam terus berputar dan hari terus berganti. Selama proses hari-hariku sebelum menghadapi hari jadi pernikahan, Richard tidak menghubungiku sama sekali. Kupikir dia sudah menyerah, ternyata karena sibuk urusan pekerjaan dan sempat dua kali keluar kota.

--

Pagi-pagi jam 4 aku mandi dan sudah ditunggu perias wajah. Semua berjalan dengan singkat dan acara dimulai dari jam 8 pagi hingga jam 1 siang. Prosesnya berjalan dengan mulus, padahal kuharap ada banyak halangan agar itu jadi pertanda kalau mungkin kita tidak direstui tuhan. Tapi ternyata tidak.

Janji suci pernikahan telah dibacakan dan kami berdua tukar cincin. Aku tidak banyak tersenyum kecuali sedikit. Teman-teman sekolahku banyak yang hadir tetapi hampir 70% tamu undangan dari keluarga dan teman-teman Richard.

Ketika aku bisa memisahkan diri ditengah berlangsungnya acara, aku menemui teman-temanku. Semua memuji betapa beruntungnya diriku, menikah dengan pria tampan, kaya dan keren.

Harit dan Sasha juga terlihat begitu semangat. Sebelum keduanya pulang, Sasha sempat memberiku beberapa tips malam pertama dan tentu saja kumarahi dirinya sebelum memberi lebih banyak tips.

Ada-ada saja!

Begitulah segalanya berlangsung. Richard sempat memanggilku untuk diperkenalkan pada teman-temannya termasuk sahabatnya Rivi. Mereka bertanya basa-basi padaku dan ku jawab sekenannya saja.

Setelah semua selesai, aku langsung dibawa Richard kerumahnya... Rumah yang sudah kuketahui sebelumnya.

Kupikir dia akan mengganti kasur kamar menjadi king size, ternyata tidak juga.

"Aku tidak mau melakukan ritual pengantin baru," Kataku setelah masuk kamar.

"Ritual pengantin baru? Apa itu?"

Aku berdecak sambil melihat kearah lain. "Malam pertama."

"Oh, tidak apa-apa. Aku juga lelah. Aku sendiri ingin istirahat." katanya.

"Maksduku... Aku tidak ingin sampai set--"

*Tiiinnn tiiinnn tiiinn

Suara klakson mobil di luar rumah.

"Siapa itu?" Richard keluar.

"Ahh! Siapa lagi si?!" Akhirnya aku mengikutinya juga.

Ternyata diluar rumah ada supir Papa datang bersama Lily membawakan koper dan beberapa barang yang akan kupindah kerumah ini. Tetapi bukan supir Papa yang menyalakan klakson itu, melainkan mobil lain yang ada di belakangnya...

Rivi keluar dari mobil menghampiri Richard dengan sedikit buru-buru.

Dia menyampaikan kalau urusan perusahaan yang mendadak.

"Maaf kalau aku mengganggu hari pertama kalian menikah," katanya padaku.

Richard juga melihat kearahku dan kukatakan, "Tidak apa-apa. Tidak masalah jika kau mau pergi,"

Justru baguslah jika dia pergi daripada disini dan suasana semakin canggung. Kukatakan kalau Lily akan ikut dirumah ini sementara waktu jadi dia tidak perlu khawatir.

Akhirnya Richard pergi sementara Lily membantuku membawa masuk barang-barang kerumah. Tetapi malam harinya Mama menghubungi Lily dan menyuruhnya segera pulang.

Aku tidak tahu kapan tepatnya Lily sudah tidak ada dirumah, yang aku tahu, begitu selesai mandi, ada secarik surat diluar kamar yang dia buat.

'Maaf Nona Jasmine, Nyonya Sarah menyuruhku pulang. Kalau ada sesuatu yang penting, Nona bisa menghubungiku lagi.'

Aku menghela napas... Dia menginggalkanku sendiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nikah Paksa!   ①⑦

    Aku menatap ponselku. Menunggu pesan masuk dari Emily. Kemudian...Ting!Tanda pesan masuk baru. 1 foto blur yang otomatis ku unduh. Ketika gambarnya jelas, aku berdecak kesal."Dasar!" kataku.Rivi yang berdiri di belakangku ikut melihat apa yang kulihat."Siapa itu?" tanya Rivi.Tanpa perlu memperbesar foto pun aku tahu siapa pria itu. "Ini Suaminya Sasha, Riv." Kataku."Dasar, Emily. Kupikir Istriku bersama siapa,"Kemudian kudengar dari rekaman, Emily mulai beraksi. Dia yang sudah membawa nampan makanan mendatangi Jasmine dan Sasha sambil pura-pura mengenal keduanya. Kemudian dia ingin bergabung bersama mereka.Emily mengatakan bahwa dirinya juga alumni sekolah Jasmine. Dia tahu Jasmine populer, ketua cheerleaders dan semacamnya. Kemudian Sasha memberitahu pria yang bersama mereka itu suaminya dan Emily mengajaknya berkenalan juga.Setelah bertanya basa-basi kenapa mereka disini dan sebagainya, akhirnya topik berganti soal masa-masa sekolah. Aku dan Rivi mulai tegang karena takut

  • Nikah Paksa!   ①⑥

    Malam hari jam pulang kerja, aku melihat CCTV rumah lewat ponselku. Ada Ibu datang entah sejak kapan. Kuputar mundur CCTV sampai di titik sore menjelang malam. Ibu datang pada saat itu. Kemudian aku kembali melihat apa yang sedang mereka bicarakan sekarang. Keduanya ada di dapur sambil tertawa. "Ibu memang tidak pintar memasak. Tapi untungnya Ayah mau makan ayam gosong itu," Jasmine masih tertawa. "Tapi seiring berjalannya waktu, Ibu mulai bisa beberapa resep. Hanya beberapa resep saja karena selebihnya sudah dikerjakan koki di rumah," Jasmine mengangguk-angguk. Aku ikut tersenyum melihatnya. Kemudian aku masuk ke dalam mobil. Meletakkan ponselku pada penyangga di dashboard, lalu menyalakan mesin. Selama perjalanan, aku tidak fokus mendengarkan pembicaraan mereka, tapi di lampu merah, Ibu berkata, "Rasanya sudah tidak sabar lagi ingin memiliki cucu," Ibu melihat Jasmine sambil tersenyum lebar dan Jasmine merasa sedikit kikuk. "Apa kau sudah melakukan test pack?" Jasmine mulai b

  • Nikah Paksa!   ①⑤

    Pagi itu aku meminta 3 suruhanku mencari informasi apapun tentang persahabatan dan riwayat hidup Jasmine. Hanya dalam waktu seminggu, mereka sudah memberiku berbagai informasi tentang Sasha dan Harit. Berapa lama mereka bersahabat, kemana saja mereka pergi, apa saja yang biasa mereka lakukan, film apa yang biasa mereka tonton. Juga sekumpulan foto Jasmine dengan mereka. Foto berpelukkan, foto di kelas waktu mereka masih SMA, juga foto dengan teman-temannya yang lain. Aku menggelengkan kepala sambil mengamati foto itu satu per satu. Belum ada hal yang mencurigakan disana. Kemudian informasi tentang sahabat Jasmine waktu SD sampai SMP yang bernama Sally. Foto-foto mereka berdua yang lebih banyak memeluk. Jasmine dan Sally selalu berdekatan. Mereka selalu pergi bersama sambil bergandengan tangan, bahkan Sally sudah dianggap anak oleh Mama Sarah. Mereka sudah satu kelas sejak SD sampai SMP, sayangnya setelah kelulusan SMP, Sally pindah keluar negeri hingga keduanya mulai putus komunika

  • Nikah Paksa!   ①④ ~RICHARD POV~

    Namaku Richard Holmes, tapi orang-orang terdekatku biasa memanggilku Richie. Aku lahir di musim kemarau, tepatnya pada bulan april sebagai anak pertama sekaligus cucu pertama keluarga Holmes. Ayahku adalah pengusaha besar pemilik perusahaan Holmes dan keluargaku cukup terkenal di kalangan para pengusaha sebagai orang yang baik dan terpandang. Sejak kecil, kedua orang tuaku sudah memberikan yang terbaik. Mereka menyekolahkanku di sekolah terbaik, mencarikanku guru les terbaik dan mengumpulkan ku dengan orang-orang terpelajar. Banyak orang yang mengatakan diriku sempurna. Terlahir dari keluarga terhormat, memiliki fisik yang tampan, dan memiliki sifat yang dermawan seperti Ayahku (kata mereka). Tapi diantara 3 pujian tersebut, yang paling sering kudengar adalah ketampanan fisik. Sejak masuk taman kanak-kanak, sudah banyak perempuan yang ingin dekat denganku. Waktu sekolah dasar, aku pernah curi dengar anak-anak perempuan yang sedang membicarakanku. Salah satu diantara mereka meng

  • Nikah Paksa!   ①③

    "K-kau..." Mama terbata-bata. "Apa yang kau pikirkan, Jasmine??" Tiba-tiba suaranya meninggi, tapi kemudian diam sambil menutup mata sejenak. Mama sadar kami sedang tidak berdua, ia manatap Lily dan memberinya isyarat untuk pergi. Lily yang sejak kemarin memang tidak tahu kejadian apapun langsung angkat kaki. Kemudian Mama kembali bertanya tapi kali ini suaranya jelas. "Jadi kemarin kau membentak Richard?""Hmm," Jawabku mengiyakan. "Astaga, Jasmine. Kau tahu? 21 tahun, Jasmine. 21 tahun Mama menikah dengan Papamu, sampai detik ini belum pernah Mama membentak. Kau baru 2 hari menikah langsung membentak suamimu seperti itu? Kau tahu posisi kita ini apa?" Suara Mama kembali meninggi hingga aku tak berani menatapnya lagi. "Tanpa keluarga Richard, Papa tidak bisa membesarkan perusahaannya menjadi seperti sekarang. 5 tahun lebih Papamu bekerja sama dengan keluarga Richard. Bisa-bisa hancur karena ulahmu!" "Tapi aku tidak mau menikah, Ma! Ini bukan kemauanku!" "Papa bilang kau sudah ma

  • Nikah Paksa!   ①②

    Aku langsung mengambil bantal dan menepuk wajahnya yang hendak mendekat, "NOO!!" Richard mundur seketika. "Sudah kubilang aku tidak mau, aku tidak siap sekarang Richard, aku tidak si--" "Baiklah, baiklah." Richard mengangkat kedua tangannya. "Aku menyerah sekarang, sungguh, aku mau tidur saja," Dia merebahkan tubuhnya di kasur sedangkan aku masih duduk. Aku mendengus kesal karena kasur ini tidak luas. Mau tidak mau jarakku dengan Richard selalu berdekatan. "Kenapa?" Tanya Richard. "Harusnya kasur ini diganti dengan kasur sebelah." "Aku tidak mau." Jawab Richard. "Kasur sebelah bekas tidur tamu, dan kasur satunya bekas Rivi. Ini satu-satunya kasurku." "Duuuh, apa penting kasur ini bekas tamu atau siapalah," "Penting." Richard menghadapkan tubuhnya kearahku dan menutup mata. "Nanti kubelikan kasur baru... kau mau yang seperti apa? King size? Tapi begini saja sudah nyaman." "Ya. Nyaman untukmu tapi tidak untukku." Richard tidak menjawab. Dia masih menutup matanya. Aku kembali

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status