"Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.
Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti dulu. Pohon-pohon bunga kesayangan ibu masih tumbuh subur disana, bunga-bunganya sedang bermekaran, indah sekali. Harum bunga melati di dekat teras semerbak menambah kesegaran udara pagi.
Kolam ikan hias di pojok halaman juga menambah keindahan halaman rumah itu. Halaman yang mungil tapi asri. Dulu setiap libur kerja Anggi selalu membantu ibu merapikan pohon-pohon bunga kesayangannya.
Huh! Anggi menghela napas dalam. Dia jadi kangen suasana seperti dulu. Saat-saat bahagia dia dengan orangtuanya. Sekarang hidupnya jauh dari kata bahagia. Setiap hari cuma sedih dan sakit hati. Siapa yang tidak sedih kalau suaminya tidak mau menyentuhnya sama sekali. Jangankan mau menyentuhnya, tidur sekamarpun Mas Arga tidak mau. Komunikasi hampir tidak pernah. Setiap di ajak bicara jawabannya sering menyakitkan. Mas Arga memang tidak pernah memukul, jangankan memukul, membentak juga tidak pernah. Dia kalau bicara selau tenang dan pelan, tapi menyakitkan. Seringkali Anggi di buat menangis oleh kata-katanya. 'Ah, kok aku jadi ngelantur, padahal ini kesempatannya untuk melepas kangen dengan bapak dan ibu.' Anggi tersadar dari lamunannya. Segera dia mengucap salam lagi.
"Assalamualaikum." Ucapnya lebih keras.
"Wa'alaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah.
'Itu bukan suara ibu,' batin Anggi 'Itu sepertinya suara Mba Gita.'
Benar saja, tidak berapa lama Gita keluar dari dalam rumah dan langsung membukakan pintu untuk Anggi.
"Mba Gita?" Anggi terkejut melihat kakak satu-satunya itu yang menjawab salamnya.
"Anggi!" balas kakaknya
"Kapan mba Dateng? Mba nginep? Salsa mana? Udah kangen aku sama keponakanku itu." terlihat kebahagiaan di wajah Anggi bertemu dengan kakaknya itu.
"Satu-satu dong nanyanya, aku bingung nih mau jawab yang mana duluan." Gita tertawa mendapat berondong pertanyaan dari adik kesayangannya.
"Salsa ikut kan?" Anggi tidak sabar ingin bertemu keponakannya yang lucu itu.
"Salsa masih tidur, semalam dia tidur larut malam karena asik bercerita tentang anak-anak kucingnya ke kakek dan neneknya."
Ibu keluar dari arah dapur karena mendengar ribut-ribut dari ruang depan. Ibu tergesa-gesa keluar karena mendengar suara Anggi.
"Anggi!" Ibu langsung memeluk anak bungsunya itu.
"Ibu, bagaimana kabar ibu dan bapak, sehat kan?" Anggi langsung mencium tangan ibunya setelah ibunya melepaskan pelukannya.
"Alhamdulillah bapak dan ibu sehat-sehat."
"Bapak mana Bu?"
"Bapak di halaman belakang, biasa, sedang mengurus burung-burung kesayangannya."
"Pak! Bapak!" Ibu berteriak memanggil bapak.
"Ada apa sih Bu? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, nanti cucuku bangun, kasian dia lagi tidur pulas."
"Ini loh, anakmu datang."
"Oalah, Anggi? Tambah cantik kamu sekarang." Bapak langsung memeluk Anggi.
"Bapak kangen sama kamu, kamu jarang sekali main kesini," lanjut bapak.
"Maaf pak, aku kan masih belajar mengurus rumah, jadi masih agak sibuk," jawab Anggi sambil mencium tangan bapak.
"Sudah, sudah, sekarang kita masuk saja kedalam. Kangen-kangenannya dilanjut nanti di dalam," suara Mba Gita menyadarkan kami semua kalau kami masih berdiri di depan pintu ruang tamu.
Aku langsung masuk kedalam kamar, mencari Salsa keponakanku satu-satunya. Salsa Kirani Putri adalah anak pertama Mba Gita. Usianya baru 2 tahun. Sedang lucu-lucunya. Cuma sebentar aku memandangi Salsa yang sedang tidur pulas, setelah itu aku menyusul ibu ke dapur.
"Mas Dika nggak ikut, mba?" Tanyaku pada mba Gita. Langsung aku ambil pisau dan bantu Mba Gita memotong sayur kangkung yang mau dimasak ibu.
"Nggak." Ada getar aneh dalam suara Mba Gita.
"Lagi sibuk rupanya, Mas Dika?"
"Nggak juga sih," acuh saja Mba Gita menjawab.
"Mbakmu ini lagi ada masalah sama suaminya," jawab ibu pelan.
"Kenapa mba? Ada masalah apa?" Anggi melihat ada kesedihan yang sangat dalam di wajah Mba Gita.
"Mas Dika selingkuh!" Sedih campur emosi terdengar suara Mba Gita.
"Apa? Selingkuh?" Anggi benar-benar terkejut, karena yang aku lihat selama ini Mas Dika adalah sosok suami dan bapak yang sangat baik dan perhatian dengan keluarga.
"Iya, dengan teman sekantornya." Ada butiran air bening dari sudut mata Mba Gita. Anggi langsung memeluknya dan mengusap lembut bahu Mba Gita untuk menguatkan hatinya.
"Keterlaluan Mas Dika, istri lagi hamil dia malah selingkuh!" geram Anggi mendengarnya. Rasanya ingin Anggi marah dan memakinya.
"Aku mau cerai aja, setelah bayi ini lahir." Mba Gita mulai menangis.
"Memang sudah nggak bisa di bicarakan lagi, mba? Kasian Salsa dan si jabang bayi kalau harus pisah sama papanya."
"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu!" Bapak menjawab penuh emosi.
"Sabar, pak." Ibu berusaha menenangkan bapak "ingat, penyakit bapak!"
"Biar anakmu yang mengambil keputusan, kan dia juga yang menjalani." suara ibu terdengar sangat sabar. Menenangkan.
"Aku udah terlanjur sakit hati. Aku suruh dia memilih wanita itu atau aku dan anak-anak? Tapi dia memilih wanita selingkuhannya itu." Ada kesedihan yang sangat dalam terdengar dalam suara Mba Gita. Ada luka yang teramat perih tergambar di wajahnya. Kasihan Mba Gita. Aku bisa merasakan luka. hatinya.
Selesai memasak mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Sambil ditemani teh dan beberapa potong kue buatan ibu, mereka melanjutkan obrolan tadi. Salsa sudah bangun dan sekarang sedang asik menyedot botol susunya sambil duduk di pangkuan kakeknya. Salsa memang paling dekat dengan kakeknya. Mungkin karena kakeknya yang paling sering mengajaknya bermain. Ada-ada saja permainan kakek bersama cucunya."Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi."Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak."Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.
"Ayolah pulang, sayang," bujuk Dika kepada Gita, istrinya."Aku nggak akan pulang kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan genit itu!" Gita berusaha menahan emosinya karena dia tidak mau orangtuanya mendengar pertengkaran mereka.Siang itu Dika datang ke rumah mertuanya untuk menjemput anak dan istrinya pulang. Tapi Gita berkeras tidak mau pulang, dan akhirnya terjadilah pertengkaran itu."Aku sudah bilang, aku akan bersikap adil dengan kalian berdua."Mendengar kata-kata Dika itu, Gita pun membulatkan matanya dan menatap suaminya itu dengan wajah penuh emosi. 'Aku nggak sudi kamu duakan! Lebih baik aku di sini dan kita cerai!" serunya dengan suara tertahan."Jangan mudah mengucap kata cerai, sayang," bujuk Dika dengan suara lembut."Jangan pernah kamu panggil aku sayang! Kalau kamu sayang denganku dan anak kita, kamu nggak akan selingkuh dengan perempuan murahan itu!
Pagi itu Arga dan Anggi sedang menikmati sarapan pagi dengan suasana yang kaku. Mereka tidak saling bicara. Mata Anggi masih terlihat sembab. Semalaman dia tidak bisa tidur. Pertengkaran semalam membuatnya menangis sepanjang malam. Kata-kata Arga selalu membuat hatinya terluka. Ingin sekali dia minta cerai karena sudah tidak tahan dengan sikap suaminya itu. Tapi lagi-lagi dia tidak mau rahasianya terbongkar. Dia tidak mau orang-orang tahu aibnya. Selama ini yang tahu hanya Arga dan Niki, sahabatnya.Arga memang tidak pernah bertindak kasar terhadapnya. Bicarapun tidak pernah membentak apalagi berteriak. Tapi kata-katanya selalu menyakitkan, seakan dia sengaja ingin menyakiti hati Anggi untuk membalas sakit hatinya itu, karena merasa di bohongi.Akhirnya Anggi tetap berusaha untuk bertahan. Dia berharap suatu hari nanti Arga akan memaafkannya dan mau bersikap baik kepadanya. Dan ketika waktu itu tiba, mungkin Anggi bisa mencintai Arga sepen
Sehabis subuh Anggi sudah sibuk di dapur. Aroma kopi memenuhi ruangan. Harum sekali. Sejak dulu Anggi sangat menyukai aroma kopi hitam. Dulu setiap pagi Anggi selalu membuatkan kopi untuk bapak, kata bapak kopi buatan Anggi paling enak.Anggi pun membuat roti sandwich untuk sarapan dirinya dan Arga. Yang mudah saja, pikirnya, biar cepat. Kemarin dia sudah memasak rendang untuk makan siang Arga, siang hari ini. Tinggal di panaskan saja. Pagi ini dia tinggal menggoreng perkedel yang sudah dia buat kemarin dan dia simpan di lemari es. Anggi mengerjakan semua dengan cepat karena hatinya sudah memikirkan ingin cepat pergi ke rumah orangtuanya. Dia senang sekali membayangkan seharian itu dia akan kumpul dengan bapak, ibu, Mba Gita, dan si imut Salsa. 'Ah! Akhirnya selesai juga,' batinnya.Cepat dia siapkan semuanya di meja makan. Tepat dia selesai menyiapkan semua, Arga masuk ke ruang makan. Harum parfumnya memenuhi seluruh ruangan. Rambutnya ma
Siang itu Arga dan Niki janji bertemu untuk makan siang berdua disalah satu restoran di sebuah hotel yang cukup mewah. Arga berjanji akan menceritakan masalah rumah tangganya bersama Anggi kepada sahabat istrinya itu.Mereka asyik menikmati makan siang tanpa banyak bicara, hanya sesekali diselingi obrolan ringan saja.Saat sedang menikmati makanan penutup, barulah Niki membuka pembicaraan."Katanya mas Arga mau cerita masalah mas dengan Anggi? Ayolah cerita, aku siap jadi pendengar yang baik""Sepertinya garis besar ceritanya kamu sudah tau. Anggi pasti sudah cerita.""Iya, sih! Anggi dan aku memang udah nggak ada rahasia. Jadi aku tau hampir semua yang terjadi pada Anggi, begitupun sebaliknya. Anggi tau hampir semua yang terjadi padaku, kecuali tentang kita." Niki tersenyum menggoda kearah Arga."Aku sebenarnya sangat mencintai Anggi dan nggak mau kehil
Sejak makan siangnya bersama Niki, sikap Arga sedikit membaik kepada Anggi. Sepertinya dia mulai berusaha melupakan masa lalu istrinya itu dan mulai mencoba memperbaiki rumah tangganya sesuai anjuran Niki.Anggi senang melihat perubahan sikap suaminya, sekaligus bingung kenapa suaminya tiba-tiba berubah? Perubahan sikap Arga menjadi tanda tanya di hati Anggi. Apakah ini pertanda baik? Atau malah sebaliknya? Batinnya.Ah! Sudahlah. Berpikir positif saja. Semoga ini pertanda baik, pikirnya lagi.Suaminya sekarang sudah tidak ketus lagi kalau bicara padanya. Sikapnya juga sudah lebih hangat. Seperti pagi ini, saat mereka sedang sarapan."Nanti malam kita makan di luar, yuk? Sekalian kita nonton atau sekedar jalan-jalan menikmati suasana malam, mumpung malam minggu," ajak Arga yang membuat Anggi hampir tersedak karena terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Sejak menikah belum pernah suaminya mengajak makan
Sedikit demi sedikit rumah tangga Arga dan Anggi mulai membaik. Arga sudah mulai bersikap lembut kepada istrinya. Anggi sangat bahagia dengan perubahan sikap suaminya itu. Akhirnya kesabarannya selama ini membuahkan hasil. Inilah rumah tangga yang dia impikan selama ini. Walaupun Arga belum menjalankan kewajibannya sebagai suami, untuk memberikan nafkah batin kepadanya. Arga sudah berusaha mencoba tapi belum berhasil. Setiap kali mau mencapai puncak, bayang-bayang masa lalu istrinya selalu bermain-main di pikirannya. Dan akhirnya selalu gagal. Seperti malam itu..."Maafkan aku, sayang. Aku belum bisa." Arga merasa bersalah kepada istrinya."Nggak apa-apa, mas. Nanti kita coba lagi. Mungkin mas kurang rileks.""Terimakasih atas pengertian kamu. Kamu udah sangat sabar menghadapi semua ini.""Kita coba lain waktu ya, mas. Kamu harus sabar. Kita pasti akan berhasil. Aku yakin itu."
"Bagaimana dengan masa depan hubungan kita, mas? Tanya Niki di satu kesempatan saat mereka sedang jalan berdua.Arga yang tidak menyangka kalau Niki akan menanyakan hal itu pun terkejut dan hampir saja tersedak oleh minuman yang sedang diminumnya."Huh? Kamu tanya apa tadi?""Masa sih, mas nggak denger? Mas bohong! Kamu nggak mau jawab pertanyaan aku, kan?" Niki langsung cemberut."Beneran aku nggak denger. Untuk apa juga aku bohong?" Jawab Arga dengan wajah pura-pura bingung.Niki mengatupkan bibirnya, berpura-pura marah."Aku tadi tanya, bagaimana masa depan hubungan kita?" Niki mengulang pertanyaannya sambil berpura-pura marah dan cemberut manja kepada Arga."Sabar ya, Sayang. Hubungan aku dan Anggi baru saja membaik, masa mau dirusak lagi. Kamu sabar dulu, ya," bujuk Arga."Tapi sampai kapan? Aku kan butuh kepastian." Niki meman