Share

Bab 8

Anggi sampai dirumah orangtuanya masih agak pagi, karena memang dia berangkat pagi-pagi sekali tadi, biar  tidak macet alasannya. Dan yang paling penting dia punya banyak waktu untuk bermanja-manja kepada kedua orangtuanya. Sudah kangen sekali dia dengan kedua orangtuanya, dan juga dengan masakan mamanya.

"Assalamualaikum." Anggi mengucap salam sesampainya di teras rumah orangtuanya. 'Sepi, pasti ibu sedang masak di dapur. Sedangkan bapak pasti sedang bermain dengan burung-burung peliharaannya,' pikir Anggi dalam hati. Ya, bapak memang memelihara beberapa jenis burung sejak bapak  pensiun dan setiap pagi bapak rajin mengurus burung-burung peliharaannya, memandikan dan memberinya makan. Harum masakan dari dapur tercium sampai ke teras rumah, membuat Anggi makin kangen dengan masakan ibunya.

Tidak ada yang menjawab salam Anggi. Tetapi Anggi tidak mengulanginya. Dia malah asik menikmati suasana halaman rumah. Ah, masih seperti dulu. Pohon-pohon bunga kesayangan ibu masih tumbuh subur disana, bunga-bunganya sedang bermekaran, indah sekali. Harum bunga melati di dekat teras semerbak menambah kesegaran udara pagi.

Kolam ikan hias di pojok halaman juga menambah keindahan halaman rumah itu. Halaman yang mungil tapi asri. Dulu setiap libur kerja Anggi selalu membantu ibu merapikan pohon-pohon bunga kesayangannya.

Huh! Anggi menghela napas dalam. Dia jadi kangen suasana seperti dulu. Saat-saat bahagia dia dengan orangtuanya. Sekarang hidupnya jauh dari kata bahagia. Setiap hari cuma sedih dan sakit hati. Siapa yang tidak sedih kalau suaminya tidak mau menyentuhnya sama sekali. Jangankan mau menyentuhnya, tidur sekamarpun Mas Arga tidak mau. Komunikasi hampir tidak pernah. Setiap di ajak bicara jawabannya sering menyakitkan. Mas Arga memang tidak pernah memukul, jangankan memukul, membentak juga tidak pernah. Dia kalau bicara selau tenang dan pelan, tapi menyakitkan. Seringkali Anggi di buat menangis oleh kata-katanya. 'Ah, kok aku jadi ngelantur, padahal ini kesempatannya untuk melepas kangen dengan bapak dan ibu.' Anggi tersadar dari lamunannya. Segera dia mengucap salam lagi.

"Assalamualaikum." Ucapnya lebih keras.

"Wa'alaikumsalam." Terdengar jawaban dari dalam rumah.

'Itu bukan suara ibu,' batin Anggi 'Itu sepertinya suara Mba Gita.'

Benar saja, tidak berapa lama Gita keluar dari dalam rumah dan langsung membukakan pintu untuk Anggi.

"Mba Gita?" Anggi terkejut melihat kakak satu-satunya itu yang menjawab salamnya.

"Anggi!" balas kakaknya

"Kapan mba Dateng? Mba nginep? Salsa mana? Udah kangen aku sama keponakanku itu." terlihat kebahagiaan di wajah Anggi bertemu dengan kakaknya itu.

"Satu-satu dong nanyanya, aku bingung nih mau jawab yang mana duluan." Gita tertawa mendapat berondong pertanyaan dari adik kesayangannya.

"Salsa ikut kan?" Anggi tidak sabar ingin bertemu keponakannya yang lucu itu.

"Salsa masih tidur, semalam dia tidur larut malam karena asik bercerita tentang anak-anak kucingnya ke kakek dan neneknya."

Ibu keluar dari arah dapur karena mendengar ribut-ribut dari ruang depan. Ibu tergesa-gesa keluar karena mendengar suara Anggi.

"Anggi!" Ibu langsung memeluk anak bungsunya itu.

"Ibu, bagaimana kabar ibu dan bapak, sehat kan?" Anggi langsung mencium tangan ibunya setelah ibunya melepaskan pelukannya.

"Alhamdulillah bapak dan ibu sehat-sehat."

"Bapak mana Bu?"

"Bapak di halaman belakang, biasa, sedang mengurus burung-burung kesayangannya."

"Pak! Bapak!" Ibu berteriak memanggil bapak.

"Ada apa sih Bu? Pagi-pagi sudah teriak-teriak, nanti cucuku bangun, kasian dia lagi tidur pulas."

"Ini loh, anakmu datang."

"Oalah, Anggi? Tambah cantik kamu sekarang." Bapak langsung memeluk Anggi.

"Bapak kangen sama kamu, kamu jarang sekali main kesini," lanjut bapak.

"Maaf pak, aku kan masih belajar mengurus rumah, jadi masih agak sibuk," jawab Anggi sambil mencium tangan bapak.

"Sudah, sudah, sekarang kita masuk saja kedalam. Kangen-kangenannya dilanjut nanti di dalam," suara Mba Gita menyadarkan kami semua kalau kami masih berdiri di depan pintu ruang tamu.

Aku langsung masuk kedalam kamar, mencari Salsa keponakanku satu-satunya. Salsa Kirani Putri adalah anak pertama Mba Gita. Usianya baru 2 tahun. Sedang lucu-lucunya. Cuma sebentar aku memandangi Salsa yang sedang tidur pulas, setelah itu aku menyusul ibu ke dapur.

"Mas Dika nggak ikut, mba?" Tanyaku pada mba Gita. Langsung aku ambil pisau dan bantu Mba Gita memotong sayur kangkung yang mau dimasak ibu.

"Nggak." Ada getar aneh dalam suara Mba Gita.

"Lagi sibuk rupanya, Mas Dika?"

"Nggak juga sih," acuh saja Mba Gita menjawab.

"Mbakmu ini lagi ada masalah sama suaminya," jawab ibu pelan.

"Kenapa mba? Ada masalah apa?" Anggi melihat ada kesedihan yang sangat dalam di wajah Mba Gita.

"Mas Dika selingkuh!" Sedih campur emosi terdengar suara Mba Gita.

"Apa? Selingkuh?" Anggi benar-benar terkejut, karena yang aku lihat selama ini Mas Dika adalah sosok suami dan bapak yang sangat baik dan perhatian dengan keluarga.

"Iya, dengan teman sekantornya." Ada butiran air bening dari sudut mata Mba Gita. Anggi langsung memeluknya dan mengusap lembut bahu Mba Gita untuk menguatkan hatinya.

"Keterlaluan Mas Dika, istri lagi hamil dia malah selingkuh!" geram Anggi mendengarnya. Rasanya ingin Anggi marah dan memakinya.

"Aku mau cerai aja, setelah bayi ini lahir." Mba Gita mulai menangis.

"Memang sudah nggak bisa di bicarakan lagi, mba? Kasian Salsa dan si jabang bayi kalau harus pisah sama papanya."

"Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu!" Bapak menjawab penuh emosi.

"Sabar, pak." Ibu berusaha menenangkan bapak "ingat, penyakit bapak!"

"Biar anakmu yang mengambil keputusan, kan dia juga yang menjalani." suara ibu terdengar sangat sabar. Menenangkan.

"Aku udah terlanjur sakit hati. Aku suruh dia memilih wanita itu atau aku dan anak-anak? Tapi dia memilih wanita selingkuhannya itu." Ada kesedihan yang sangat dalam terdengar dalam suara Mba Gita. Ada luka yang teramat perih tergambar di wajahnya. Kasihan Mba Gita. Aku bisa merasakan luka. hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status