Share

Bab 9

Selesai memasak mereka melanjutkan obrolan di ruang tamu. Sambil ditemani teh dan beberapa potong kue buatan ibu, mereka melanjutkan obrolan tadi. Salsa sudah bangun dan sekarang sedang asik menyedot botol susunya sambil duduk di pangkuan kakeknya. Salsa memang paling dekat dengan kakeknya. Mungkin karena kakeknya yang paling sering mengajaknya bermain. Ada-ada saja permainan kakek bersama cucunya.

"Sudah kamu tinggalkan saja laki-laki tidak bertanggung jawab itu. Apalagi yang dia cari?. Dia sudah punya segalanya. Istri cantik, sehat, bisa melayani dia lahir batin. Punya anak yang cantik dan sehat. Punya pekerjaan yang bagus. Rumah tangga juga baik- baik saja. Masih saja mencari perempuan lain. Dasar laki-laki brengsek!" Bapak bicara dengan penuh emosi.

"Sudahlah pak, jangan marah-marah terus! Ingat penyakit bapak!" Ibu berusaha menenangkan bapak.

"Benci aku dengan laki-laki yang tidak tau diri, tidak pernah bersyukur." Bapak masih saja marah-marah.

"Iya, tapi kalau penyakit bapak kambuh, siapa yang repot?" Jawab ibu lembut.

Salsa yang sedang asik menikmati susu dipangkuan kakeknya bingung memandangi wajah kakeknya. Wajah polosnya memperlihatkan kalau dia tidak mengerti kenapa kakeknya marah-marah. Setelah itu dia melanjutkan menyedot botol susunya lagi.

"Sekarang kamu tinggal disini, tidak usah pulang lagi ke rumahmu. Biar kami yang merawat kamu dan anakmu disini. Bapak masih sanggup membiayai hidup kalian berdua, termasuk anak yang ada di dalam  kandunganmu kalau dia lahir nanti."

"Biarkan Gita menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri, pak. Kita jangan terlalu ikut campur," kata ibu sabar.

"Mumpung anak kita masih muda bu, masih banyak kesempatan untuk mendapatkan suami lagi. Laki-laki bukan cuma Dika saja." Suara bapak sudah agak tenang.

Sementara itu Mba Gita hanya diam. Duduk di samping ibu sambil menahan tangisnya. Mungkin dia tidak mau kalau Salsa melihat mamanya menangis. Karena akan membuat hati anak kecil itu ikut sedih.

"Ya sudah, sekarang sudah jam makan siang. kita makan siang aja dulu. Aku udah nggak sabar mau makan masakan ibu bersama-sama kalian seperti dulu. Kebetulan sekarang kita semua sudah kumpul." Anggi berusaha mencairkan suasana yang agak tegang.

"Ayo, mumpung masih hangat," sambut ibu menyetujui ajakan Anggi.

Anggi menggandeng tangan kakaknya yang masih diam tertunduk ditempat duduknya.

Bapak langsung menggendong Salsa dan berjalan menuju meja makan.

Mereka menyantap masakan ibu  dengan lahap. Sambil sesekali diselingi obrolan-obrolan ringan.

Anggi bahagia bisa kumpul lagi seperti dulu. Sekaligus juga sedih karena kakaknya sedang ada masalah dalam rumah tangganya.

Rumah yang hangat dan penuh canda. Tidak seperti rumah tangganya bersama Arga.

Selesai makan mereka berkumpul di halaman belakang.  Mereka membicarakan hal-hal ringan sambil bermain bersama Salsa. Bahagianya anak itu berlari kesana kemari. Wajahnya polos, tawanya lepas. Dia belum mengerti apa yang sedang terjadi dengan kedua orangtuanya. Kasian sekali anak  yang pintar dan lucu itu harus jadi korban perpisahan orangtuanya. 'Kenapa sih orangtua harus egois? Rela mengorbankan kebahagiaan anaknya demi kebahagiaan mereka sendiri? Akankah nanti aku akan mempunyai anak? Akankah anakku akan mengalami nasib seperti Salsa?' batin Anggi. Merinding Anggi membayangkannya.

Mereka asik berbincang dan bercanda. Tanpa terasa hari sudah menjelang sore, dan sudah waktunya Anggi pamit pulang. Anggi pamit kepada kedua orangtuanya dan Gita, kakaknya, dengan janji dia akan lebih sering kesana untuk menemani kakak dan keponakannya itu. Anggi meninggalkan rumah orangtuanya dengan perasaan berat. Rasanya belum hilang rasa kangennya kepada keluarganya itu. Tetapi dia harus  pulang dan kembali ke kehidupannya yang sepi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status