Share

Bab 8 Paksaan Halus Nyai Sri

Author: SariOmnivor
last update Last Updated: 2024-05-08 22:20:23

Sepekan berlalu sejak kedatangan Nyai Sri. Sejak saat itu Misah tak dapat tidur dengan nyenyak. Ucapan Nyi Sambi selalu terngiang di benaknya. Benar kata Nyi Sambi, ia pasti tak akan sanggup jika harus menolak keinginan Nyai Sri untuk dijadikan istri kedua suaminya. Nyai Sri Gandawangi adalah wanita yang pintar, cerdik dan juga licik. Sifatnya itu sudah terkenal di dusun ini. Meskipun tingkah lakunya sangat anggun serta lembut, tapi semua orang tahu bahwa ia adalah wanita yang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya dengan cara apa pun.

Dua karung kacang tanah serta tiga karung singkong sudah selesai dipersiapkan Nyi Sambi dan Misah. Siang itu udara terasa sangat panas, peluh menetes di sekujur tubuh mereka berdua. Sambil menikmati air kelapa muda pemberian Ki Boyo tetangganya yang baru saja panen, keduanya beristirahat santai di bawah pohon jambu air yang tumbuh lebat di halaman rumah Nyi Sambi

“Nduk, sepekan lagi kamu sudah harus memberi jawaban, apa kamu sudah pikirkan kata–kata simbok. Kamu nurut saja sama simbok, pergi dan temui paman dan bibimu di kotaraja! Urusan Nyai Sri biar simbok nanti yang menghadapi,” ujar Nyi Sambi. Ia terus berusaha membujuk Misah untuk pergi menemui keluarganya.

“Mbok, aku ndak tahu caranya pergi ke sana, kalau sendirian aku takut, lagi pula aku harus cari paman dan bibi di mana mbok, wajah mereka saja aku sudah lupa,” Misah menjawab. Nyi Sambi terdiam, perasaan gundah kembali bergelayut di benak wanita tua itu. Misah benar, ia tak mungkin pergi sendirian. Lagi pula kotaraja sangat jauh dan tidak ada orang dusun yang bisa dimintai tolong untuk mengantarkannya ke sana.

Pada akhirnya mereka tidak berbuat apa pun, dan waktu yang dijanjikan telah tiba. Pagi-pagi sekali Misah sudah terbangun, ia menyiapkan makanan untuk dirinya dan Nyi Sambi. Meskipun masih muda, Misah piawai dalam memasak, rasa masakannya tidak kalah dengan buatan Nyi Sambi karena memang gadis itu belajar memasak dari wanita tua itu. Nasi putih, sayuran rebus dan sambal kelapa adalah makanan yang sudah sangat nikmat bagi lidah orang–orang desa yang serba kekurangan.

Udara pagi ini masih terasa dingin. Selesai menyiapkan makanan, Misah duduk di beranda rumahnya sambil menunggu Nyi Sambi bangun. Segelas wedang jahe yang sering ia buatkan untuk ayahnya kini dinikmatinya sendiri. Kehidupan di dusun memang sudah dimulai sejak pagi buta. Kebanyakan dari mereka adalah petani, mereka akan berladang sejak pagi hingga menjelang siang. Sedangkan siang hari sampai malam, para penduduk biasanya memiliki pekerjaan sambilan. Ada yang memilah hasil panen, ada yang membuat kerajinan atau hanya beristirahat santai bersama keluarga.

Samar-samar dari kejauhan terdengar derap langkah kaki kuda makin mendekat. Sebuah kereta kuda yang tidak asing berjalan lambat menuju rumah Misah. Kereta kuda itu dikemudikan oleh dua orang lelaki. Terlihat pula sebuah pedati yang ditarik seekor sapi berjalan lambat mengekor di belakang. Misah melihat kereta kuda itu semakin mendekat menuju rumahnya. Ia buru–buru membangunkan Nyi Sambi yang masih tertidur. Nyi sambi pun kaget dan terbangun. Dengan cepat ia merapikan rambut dan pakaiannya, disingsingkannya kain jarik yang menyelimuti tubuhnya. Dengan selendang yang melingkar di pundaknya Nyi Sambi tergesa untuk keluar menyambut Nyai Sri Gandawangi yang telah turun dari kereta kudanya.

“Raden Putri, sepagi ini sudah sampai di gubuk kami, maaf kami belum sempat bersiap-siap,” dengan gugup Nyi Sambi berkata.

“Tidak apa Nyi, tidak perlu repot-repot, aku akan langsung saja!” ucap Nyai Sri.

“Apa ini hasil panen yang sudah kubeli kemarin Nyi?” menunjuk karung–karung yang tergeletak di beranda.

Nggeh Den Ayu, semua sudah saya persiapkan tinggal diambil,” jawab Nyi Sambi.

“Jalu, angkat karung-karung itu!” Nyai Sri memberi perintah kepada abdinya yang bernama Jalu. Pemuda kurus yang berusia sebaya dengan Misah itu dengan cekatan melaksanakan perintah majikannya. Dibantu oleh kedua abdi yang lain, karung–karung itu kini telah berpindah ke atas pedati.

“Terima kasih Nyi. Karena semua sudah selesai, mari kita berangkat sekarang Misah,” tatapan Nyai Sri berpindah pada Misah yang sedang berdiri mematung. Gadis itu merasa kaget dan bingung karena tiba–tiba Nyai Sri berbicara kepadanya. Tanpa basa-basi Nyai Sri menggandeng tangan Misah dan membawanya menuju kereta kuda. Tangan halus itu menariknya dengan lembut tapi terkesan memaksa, Misah tidak tahu harus bagaimana. Begitu cepat hingga ia sudah berada di dalam kereta kuda. Dipandanginya Nyi Sambi yang juga terlihat kaget.

“Tuuu–uuunggg tungg–gu Den Ayu, Misah mau di bawa kemana?” Nyi Sambi panik. Nyai Sri diam, setelah pintu kereta kuda ditutup, Nyai Sri menatap tajam pada Misah yang duduk di sampingnya.

“Misah, aku tahu kamu sudah membuat keputusan. Tidak mungkin kamu hendak menolak niat baikku menjadikanmu istri kedua suamiku, benar kan?” Nyai Sri bertanya. Misah menunduk, bingung, dalam situasi seperti ini ia tak tahu harus berbuat apa. Jantungnya berdebar kencang, tatapan tajam Nyai Sri kepadanya membuat Misah membisu. Tiba–tiba tangan Nyai Sri menyentuh pundak Misah, tangan itu terasa dingin.

“Misah?” Nyai Sri tidak sabar menunggu jawaban gadis itu. Misah yang tak tahu harus menjawab apa melirik Nyi Sambi yang tampak begitu cemas. Nyi Sambi mencoba memberi kode agar Misah menolak keinginan Nyai Sri, tapi sepertinya gadis yang masih lugu itu sulit untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dengan kata-kata.

“Baiklah Nduk, kamu tidak perlu menjawabnya, aku mengerti. Diammu itu aku artikan bahwa kamu sudah setuju dengan permintaanku. Nyi Sambi kami pamit, nanti bila persiapan sudah selesai akan ada yang menjemputmu untuk datang ke acara syukuran perkawinan Misah,” Nyai Sri mengalihkan pandangannya kepada Nyi Sambi.

“Tapi Den Ayu nuwun sewu, ini belum empat puluh hari sejak meningalnya Ki Gambang, pamali apabila melakukan acara perkawinan sekarang. Apalagi Misah belum memberikan jawaban. Mohon dengarkan jawaban Misah dulu Den Ayu,” ucap Nyi Sambi dengan nada memohon.

“Misah sudah memberi jawaban Nyi, seorang gadis jika diam saat ditanya soal perjodohan, itu artinya ia setuju, benar kan Nyi?”

“Bukan begitu Den Ayu, sebenarnya Misah masih belum bisa memutuskan. Mohon berikan waktu sebentar agar dia bisa berpikir,”

“Sudahlah Nyi, tidak perlu berlama–lama. Lagi pula aku tidak membawa Misah untuk dihukum, tapi aku membawanya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Apakah Nyi Sambi tidak ingin Misah hidup bahagia dan berkecukupan bersamaku,” ucap Nyai Sri.

“Baiklah kalo begitu Nyi, kami pamit. Ayo jalan Lek!” tanpa memperdulikan Nyi Sambi, Nyai Sri memerintahkan abdinya untuk menjalankan kereta. Misah makin bingung, dilihatnya Nyi Sambi berjalan cepat mengikutinya dari belakang. Tapi kereta kuda ini berjalan lebih cepat, Nyi Sambi hanya bisa menatap kepergian Misah tanpa mampu berbuat sesuatu. Batinnya berkecamuk, pikirannya menerawang. Firasat buruk seperti datang bersama kepergian Misah. Entah apa yang akan dihadapi gadis itu, ia teringat Ki Gambang dan merasa berdosa kepadanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 51

    “Misah! Tenanglah!” Raden Wikrama menahan tangan Misah yang tidak berhenti memukul dadanya. Ia bisa merasakan tangan kurus istrinya begitu dingin dan lemah. Digenggamnya tangan itu kuat-kuat. Misah mencoba meronta melepaskan diri, tapi tenaganya hanya sekuat ranting pohon kering yang dengan mudah dipatahkan. Raden Wikrama mencoba menenangkan Misah dan berusaha mendekapnya. Entah mengapa gadis itu tidak bisa menahan diri lagi dihadapan suaminya, ia terus meronta seperti orang kesetanan. Misah ingin sekali melubangi dada Raden Wikrama dan merobek tabir sandiwara yang sedang menyelubunginya. Tangis Misah semakin menjadi, ia menumpahkan segala kesedihannya di dada Raden Wikrama.“Hentikan sandiwaramu Raden! Hentikan! Sampai kapan kau akan terus berbohong!” ucap Misah disela amukannya.“Misah!” teriak Raden Wikrama. “Bicaralah baik-baik agar aku paham!” ujarnya gemas. Raden Wikrama kembali mencengkeram pundak Misah dan mengarahkan wajah gadis itu agar menatapnya. Misah tak sanggup melawan

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 50

    “Misah akan diasingkan ke hutan Kang, dan kalianlah yang akan mengawalnya!” Rangga dan Galuh kembali saling pandang.“Bukankah gadis itu baru saja melahirkan? Bagaimana dengan bayinya?” cetus Galuh.“Anak haram itu akan ikut bersama ibunya!” jawab Nyai Sri dingin.“Apakah perselingkuhan ini sudah terbukti? Bagaimana dengan lelaki selingkuhannya? Apa dia juga akan mendapat hukuman? Tolong ceritakan lebih rinci Nyai! Kami butuh kejelasan agar tidak terjadi kesalahan di kemudian hari!” ujar Galuh meminta kepastian. Sejujurnya kedua prajurit itu belum sepenuhnya tahu kejadian yang sebenarnya. Mereka hanya mendengar sedikit dari abdi yang memanggilnya dan dari ucapan para warga yang sedang membicarakannya.“Ceritanya sederhana Kakang. Misah hamil dan melahirkan anaknya di saat Raden Wikrama menunaikan tugas dari istana. Saat itu suamiku tidak pulang selama lebih dari satu tahun. Ketika Raden Wikrama pulang, dia merasa kaget karena istri mudanya memiliki seorang anak padahal dia merasa belu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 49

    Nyi Sambi duduk di antara kerumunan warga yang sedang menunggu kejelasan berita yang tersebar. Berita tentang pengkhiatan istri kedua Raden Tumenggung membuat gempar seluruh warga Dusun Manis Jambe. Jika berita itu terbukti benar maka mereka bisa menyaksikan secara langsung hukuman yang akan dijatuhkan nantinya. Ini adalah kali ketiga seorang wanita dihukum karena melakukan pengkhianatan. Sebelumnya ada seorang wanita menjalani hukuman diasingkan ke hutan karena berselingkuh meskipun tuduhan itu belum terbukti benar. Tak lama setelah kejadian pertama warga dusun dibuat geger dengan kejadian kedua ketika seorang lelaki memergoki secara langsung istrinya tengah melakukan tindakan tidak senonoh dengan pria lain. Saat itu si suami yang tidak terima langsung membabat leher lelaki selingkuhan istrinya itu hingga tewas di tempat. Hati yang sedang panas dan pikiran yang kacau membuat lelaki itu melakukan hal gila. Tanpa belas kasihan ia mengarak istrinya berkeliling dalam keadaan telanjang bu

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 48

    “Sudahlah Nduk! Jangan keras kepala! Saat ini yang terpenting adalah menyelamatkan hidupmu dan anakmu ini. Tidak peduli bagaimana caranya, turutilah usul Jalu Nduk!” sahut Nyi Darsan.“Mbok, bagaimana aku akan hidup nantinya jika di dahiku tertulis kata pengkhianat. Aku tidak sanggup menanggung omongan buruk orang lain Mbok!” jawab Misah. Hatinya sudah benar-benar beku. Kebencian dan rasa kecewa membuatnya tak kenal takut. Lagi pula dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Hidup terasing di hutan atau hidup di sini sama saja baginya. Dia akan merasa kesepian.“Hidup di mana pun sama saja Mbok!” ucap Misah sendu. Matanya kembali mengembun.Jalu merasa sangat kesal dengan sikap Misah yang terlalu pasrah. Tapi dalam hati ia memahami semua pemikirannya. Memang benar bahwa ucapan buruk manusia lebih kejam dari serangan binatang buas mana pun.“Baiklah jika itu keputusanmu! Jangan menyesalinya Misah! Dasar kepala batu!” Jalu mengakhiri ucapannya dan bergegas angkat kaki dari kamar Misah. Tat

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 47

    “Nduk cah ayuuuuuuu Misah!” dengan hati yang hancur Nyi Darsan berjalan cepat mendekati Misah kemudian memeluknya. Gadis itu tampak termangu, matanya membelalak gelap memandang lurus ke depan. Ia sedang berusaha menahan tangis yang tadi sempat mereda. Dengan lembut Nyi Darsan membelai punggung Misah. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu dingin dan gemetar. Santi yang tadi sempat terbangun kini sudah tidur kembali. Nyi Darsan menggapai bayi itu saat akhirnya Misah tidak sanggup lagi menahan air matanya. Gadis itu menangis dengan suara tertahan. Perasaannya begitu terluka dan kecewa hingga kata apa pun tidak sanggup untuk menggambarkannya. “Misah! Kenapa kamu tidak mau berkata jujur! Kenapa kamu selalu memendam sendiri apa yang kamu rasakan Nduk! Seharusnya sejak awal kau ceritakan semua yang terjadi pada Simbok. Meskipun Simbok tidak bisa meringankan bebanmu, tapi setidaknya Simbok bisa membelamu di saat seperti tadi Nduk!” ujar Nyi Darsan panjang lebar. Wanita tua itu memandang Misah d

  • Nyai Selendang Wungu : Gadis Lugu Jadi Pemburu   Bab 46

    Suasana petang ini begitu mencekam, suara binatang malam mengiringi tangisan lirih Misah yang sedang mendekap Santi dalam pelukannya. Bayi mungil itu terbangun mendengar ribut-ribut di kamarnya yang sejak tadi belum juga selesai. Tampak Nyai Sri duduk di kursi kayu sedang Raden Wikrama masih membeku di pembaringan berhadapan dengan Misah.Para emban dan abdi yang sejak awal asyik menjadi penonton belum ingin beranjak dari tempatnya. Mereka saling berbisik mencoba menerka apa yang akan terjadi selanjutnya. Nyi Darsan yang merasa sangat cemas terus memanjatkan doa kepada Dewata demi keselamatan gadis lugu itu. Sedangkan Jalu yang sejak tadi duduk berjongkok tak henti mengobrak abrik rambut panjangnya karena merasa gelisah. Ia merasa cemas memikirkan nasib sahabatnya itu. Tuduhan yang dilontarkan oleh Raden Wikrama kepada Misah bukanlah tuduhan yang main-main. Misah bisa mendapatkan hukuman berat jika semua tuduhan itu terbukti benar. Dalam budayanya, secara tidak tertulis ada peraturan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status