"Yakin dia mau dibiarkan di luar, Ma?" Dante sengaja bertanya, ingin menggoda ibunya. Ia yakin, wanita yang sudah melahirkannya itu sebenarnya tidak tega melakukan ini.
Sekarang pukul sebelas malam dan Dimitri baru saja pulang. Bukan masalah jika kakaknya itu pulang dalam keadaan sadar. Namun, yang terjadi malah Dimitri sampai di sini dalam posisi teler. Mabuk. Sekarang masih meracau di depan pintu yang dikunci Mirna.
Ibu mereka marah. Jelas. Sejak dulu Dimitri ini sudah diperingatkan untuk tidak berlebihan mengkonsumsi alkohol. Mirna tidak menuntut si sulung menjadi lelaki bersih yang tidak minum sama sekali. Minum boleh, tetapi harus dalam batas. Sekenanya, sekadarnya. Bukannya sampai tak sadar diri seperti yang Dimitri lakukan.
"Biarkan saja dia tidur di luar! Biar dimakan nyamuk sekalian." Mirna bersedekap, berusaha menguatkan niat. Padahal, hatinya sudah ketar-ketir membayangkan si sulung akan tidur di ubin yang dingin di luar sana hingga
Sera tidak membenci Dimitri. Maksudnya, jika dipikirkan dengan akal sehat, tidak ada alasan untuk membenci atau menyalahkan pria itu atas apa yang sudah terjadi. Sera yang menginginkan transaksi seratus juta. Ia yang menawarkan, Dimitri hanya menyambut. Tidak membenci, hanya saja, Sera merasa tak aman, tak nyama setiap kali mereka berdekatan.Setiap melihat wajah itu, Sera akan mengingat bahwa dirinya sudah pernah melakukan hal tak seharusnya. Berbagi ranjang dengan seorang pria yang bukan suaminya. Tak beradab apa pun alasan dibalik itu.Rasa berdosa semakin menjadi kala diharuskan berinteraksi dengan Dimitri setiap hari. Bagaimana jika orang-orang tahu yang sebenarnya? Bagaimana bila pria itu membeberkannya dan orang-orag membicarakan mereka di belakang?Inginnya menghindar sejauh mungkin, nasib malah memaksa Sera selalu berada di dekat pria itu. Pria yang bukan siapa-siapa, tetapi sudah mengambil hal berharga yang dijag
"Dim, aku buatkan teh manis, mau?"Duduk di meja makan panjang di dapur, Dimitri mengangguk asal pada Maudi yang bertanya. Sepenuhnya, tatapan pria berkaus abu-abu itu tertuju pada perempuan di depan kompor, yang tengah membuatkan menu makan malam baru.Tadinya, semangkuk gulai tahu dan tempe sudah disiapkan Sera. Namun, ia meminta dibuatkan nasi goreng untuk disantap malam nanti. Bukan bosan atau tidak suka, Dimitri hanya ingin sedikit menyusahkan pengasuhnya.Hari itu, tepatnya sore tadi, Dante datang ke salah satu toko roti yang memang sedang Dimitri kontrol. Tak biasanya berkunjung, si adik malah membeli barang dari sana. Dua pack roti tawar dan empat botol selai rasa srikaya.Awalnya tak peduli, pada akhirnya Dimitri kesal setelah mengetahui untuk siapa makanan itu dibelikan. Untuk Sera, karena katanya, perempuan itu sangat menyukai rasa selai srikaya yang toko Dimitri jual.Dimitri tidak suka hal itu. Fakta bahwa
Dimitri adalah anak emas, menurut Sera. Semua sikap menyebalkan yang pria itu miliki terbentuk karena merasa menjadi poros dunia. Kelewat tidak pedulian, suka memerintah seenaknya, keras kepala, abai pada perasaan orang lain,menggampangkan segala, semua itu tercipta karena Dimitri tahu bahwa orang menganggapnya istimewa.Hal itu terbukti hari ini. Semua orang, mulai dari Mirna, Maudi, Dante dan para ART dibuat repot hanya karena Dimitri, si sulung keluarga Adinata, mengalami demam dan tidak bisa beranjak dai tempat tidur.Sera bilang, itu hanya siasat. Dimitri sengaja melebih-lebihkan sakitnya agar bisa membuat seluruh penghuni rumah kelimpungan. Seperti saat ini, entah sudah berapa orang yang membujuk, tetapi lelaki itu tak kunjung mau makan.Keadaan ini jelas membuat Sera menjadi orang yang paling kesusahan. Lima kali memasak bubur, tak ada satu pun yang dimakan. Bolak-balik membuatkan teh hangat dan susu, tidak satu pun
Berusaha menguasai diri dari rasa takut dan terkejut, Sera berlari menuju Dimitri dan Dante yang sudah berguling-guling di lantai. Saling bertukar pukulan, dimana Dimitri yang mendominasi.Sekuat tenaga perempuan itu menarik Dimitri yang memukuli wajah Dante. Seelah mereka berhasil menjauh, ia malah didorong kasar. Mata pria yang napasnya penuh kemarahan itu menatap nyalang."Berhenti," cicit Sera.Dimitri mengusap wajah kasar. Ia tertawa hambar. "Berhenti? Maumu saya tidak memukuli dia? Lalu, beri saran apa yang harus saya lakukan!"Teriakan barusan membuat Sera mundur satu langkah. Menyeramkan melihat pria itu semarah sekarang."Sera!" Dimitri menumpahkan semua kesal dan amarahnya. Nyeri di tubuh atau kepala yang pusing akibat demam yang belum turun ia abaikan.Dante yang kesusahan berdiri angkat suara. Sisa-sisa rasa terkejut masih bisa dilihat di wajahnya yang penuh lebam. Dimitri tak pernah seperti in
Terjadi sesuatu yang lucu di kediaman Adinata. Majikan dan pelayannya serempak, kompak mengalami demam. Sejak pagi hingga sore ini, Sera dan Dimitri tidak keluar dari kamar masing-masing, asyik menikmati sakit.Dimitri yang lebih dulu flu lalai istirahat dan meminum obat, karenaya bukannya sembuh, malah semakin parah. Sedangkan Sera, karena insiden menjatuhkan diri ke kolam renang kemarin, akhirnya ikut-ikutan tumbang.Satu orang saja yang sakit, Mirna sudah cemas. Ditambah Sera, yang notabene selalu menjadi orang yang diandalkan mengurusi Dimitri. Alhasil, wanita itu kelimpungan, terutama untuk merawat si sulung yang semakin keras kepala. Tak hanya menolak makan, lelaki juga mengurung diri di kamar, tidak membiarkan satu orang pun masuk.Saat Mirna dan Maudi sedang duduk di ruang tamu karena sudah lelah mengetuk-ngetuk pintu kamar Dimitri yang sialnya tidak punya kunci cadangan, si anak malah menampakkan diri.
Tangan Dante menggantung di udara. Setelah memutuskan memberi jeda pada kemarahan Sera akibat tindakannya di rooftop ini beberapa hari lalu, sore ini Dante memtuskan menemui perempuan itu. Keberanian sudah dikumpulkan kesempatan meminta maaf. Sera marah. Itu jelas. Siapa yang tidak akan marah bila diperlakukan tidak senonoh begitu. Hampir dua hari perempuan itu terus mendiamkannya. Membuat jarak saat berpapasan, tidak menoleh atau menyahut saat dipanggil, bahkan kabur ketika Dante nekat mengajak bicara kemarin malam. Saat ini pun, Sera juga hendak melakukan hal yang sama--kabur. Beruntung Dante bisa memegangi daun pintu, mencegahnya ditutup Sera. "Saya perlu bicara sama kamu, Sera. Sebentar saja, hmm?" Memiringkan kepala, menampilkan raut mengiba, pria itu mengganjal pintu yang sudah ditarik Sera dengan kakinya. "Ini sudah hampir tiga hari. Marah pada seseorang lebih dari tiga hari itu d
Akhirnya punya waktu olahraga, sore ini Dimitri berhasil memutari komplek perumahan sebanyak dua kali. SeperSera datang, meletakkan segelas air dingin di meja. Dimitri melirik sekilas, mulai sibuk dengan ponsel.Sebenarnya, hubungan mereka masih biasa saja. Masih jarang ada konversasi panjang. Namun, setidaknya, Dimitri sudah jarang melihat Sera menatap benci. Yang sering perempuan itu lakukan sekarang adalah kabur, melarikan diri saat obrolan mulai terasa serius."Biarkan saja. Saya yang akan menyimpan sepatu dan mencuci kaus kaki itu."Menghabiskan air dingin, Dimitri mencegah Sera membawa sepatu olahraganya. Perempuan itu mengerling kesal."Biar saya aja, Pak. Nanti, Bapak malah menaruhnya di bawah tempat tidur lagi, lalu membusuk di sana." Sera mengingatkan apa yang bosnya lakukan minggu lalu. Berdalih ingin mencuci sendiri, kaus kaki itu nyatanya berada di kolong tempat tidur, nyaris membusuk.
Tiga puluh menit berlalu, Dimitri sudah mengubah posisi. Duduk di depan pintu dengan menekuk lutut. Kepalanya tertunduk, sesekali memejam karena suara-suara yang Sera buat dari dalam kamar.Entah berapa banyak obat di dalam air mineral itu hingga bisa membuat Sera yang biasanya diam jadi gemar meracau seperti sekarang."AC-nya nyala, saya udah lepas hoodie. Kenapa masih panas, Pak?"Perempuan itu bertanya dengan nada frustrasi, Dimitri lebih frustrasi lagi. Selama ini mati-matian menjaga jarak, sekarang keadaan Sera seolah sedang mengejeknya."Dimitri, panas!""Itu karena obat. Aku bisa apa? Kamu mau aku melakukan apa?" Dimitri berteriak pada pintu di depan mata.Entah kapan pagi datang. Dimitri sangsi ia akan bisa bertahan dalam kewarasan sampai matahari terbit. Sera yang hanya diam saja mampu membuatnya berimajinasi yang aneh-aneh. Konon saat begini. Perem