Hari yang dinanti akhirnya tiba, selama satu minggu ini Raina sibuk mengikuti ujian masuk spesialisasi. Hari pertama, Raina harus mengikuti ujian psikotes terlebih dahulu.
Raina berjalan dengan terburu-buru, dia tidak mendapatkan tempat parkir yang dekat, karena daerah tempat uji psikotesnya memang sempit dan sedikit menyediakan lahan parkir.
Raina masuk ke dalam, ada beberapa orang yang sudah datang disana, Raina menyapa dengan sopan dan duduk di tempat kosong. Gadis itu baru saja selesai mengatur napasnya, saat dia mendadak teringat dengan ponselnya yang masih terpasang dengan kabel untuk mengisi baterai di mobil.
"Ah bodoh, ketinggalan" umpat Raina dengan suara sepelan mungkin sambil mengetuk keningnya, dia memaki dirinya sendiri karena sifat pelupanya. Raina kembali lagi menuju mobilnya, yang letaknya cukup jauh. Saat kembali, Raina melihat ada spot parkir yang kosong.
"Ah sial sekali tahu begitu tadi pindah kesini," ucap Raina kesal,
Tahu begitu dia tidak perlu berjalan jauh. Tapi waktu ujian sudah sebentar lagi. Dia berjalan dengan cepat sampai tidak melihat ada mobil yang datang dari arah berlawanan dengan kecepatan cukup tinggi, hampir menabrak tubuh tinggi Raina. Untung saja gadis itu segera menepi menjauhi mobil. Pengemudi mobil langsung keluar dan menghampiri Raina.
"Aduk Mbak, mohon maaf, Mbak enggak apa-apa kan?" ucapnya dengan wajah cemas.
Raina melihat lelaki itu, meneliti sejenak. Dia yakin lelaki ini pasti salah satu peserta ujian psikotes. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, wajahnya manis sekali, tapi yang langsung membuat Raina tertarik adalah kedua mata teduh dari balik kacamata lelaki itu, disertai dengan kerutan lucu di sudut matanya dan lesung pipi yang manis setiap lelaki itu berbicara. Amarahnya yang awalnya memuncak, reda tiba-tiba.
"Enggak, enggak apa, enggak kena kok" ucap Raina sambil tersenyum manis.
"Sekali lagi mohon maaf ya Mbak, saya terburu-buru untuk ujian, bingung cari alamatnya dimana" ucapnya lagi.
"Akang ikutan uji psikotes juga?" tebak Raina. Lelaki itu mengangguk.
"Tempatnya disana, yuk bareng aja" ajak Raina. Dia yakin lelaki ini pasti dari luar kota, makanya dia tidak terlalu mengenali daerah tempat uji psikotes.
"Mbak juga?" tanya lelaki itu dengan wajah senang. Raina mengangguk.
"Raina saja, tidak usah pakai mbak" ucap Raina, dia tidak terlalu suka dipanggil dengan "Mbak", apalagi Raina menaksir usia lelaki dihadapannya mungkin seumuran dengan dirinya. Raina mengulurkan tangan untuk bersalaman kepada lelaki yang hampir menabrak dirinya.
"Raditya" balas Radit, membalas uluran Dia senang mendapatkan teman baru dengan cepat. Radit melihat wajah manis Raina lengkap dengan senyumannya. Sepertinya orang yang menyenangkan, batin Radit.
"Yuk, nanti telat" ajak Raina. Radit mengangguk, dia segera memarkirkan mobilnya dan mengikuti langkah Raina menuju tempat yang tadi Raina tunjuk. Mereka mengobrol sebentar sambil berjalan bersama, entah mengapa Radit langsung merasa dekat dengan Raina, apalagi Raina memang sangat ramah.
"Radit dari Bandung?" tanya Raina, setelah selesai mengerjakan uji psikotes, dia dan Radit sama-sama menuju tempat parkiran mobil mereka yang jaraknya berdekatan.
"Dari Surabaya, tapi orang tua aku baru pindah ke Bandung" cerita Radit, yang disambut "Ooh" dari Raina.
"Kalau Raina?" tanya Radit.
"Lahir, sekolah, dan besar di Bandung" jawab Raina sambil tertawa kecil. Dia mengingat betapa dirinya tidak bisa kemana-mana.
Ayah dan Ibu nya sangat posesif terhadap anak-anaknya. Raina bahkan harus memohon-mohon saat akan pergi ke Kalimantan, dia sangat ingin bekerja di luar pulau Jawa untuk menambah pengalaman kerja karena sedari kecil sampai lulus sekolah kedokteran, Raina hanya berkutat di Bandung ditambah dengan kisah cinta tragisnya dengan Rian, membuat Raina semakin mantap untuk meninggalkan Bandung. Akhirnya dengan segala bujuk rayu, Ayah dan Ibunya mengizinkan Raina untuk bekerja di Kalimantan, walaupun awalnya dia harus bertengkar hebat dulu dengan Ibunya.
"Cuman dua tahun yang lalu aku PTT di Kalimantan, pulang karena mau ikutan tes ini aja" cerita Raina.
Tiba-tiba, hujan mulai turun sedikit demi sedikit, yang lama kelamaan menjadi lebih deras, Raina dengan sigap mengeluarkan payung dari tas yang dia bawa.
"Sini, aku yang pegang" pinta Radit, tubuh Radit memang lebih tinggi dari Raina, dia mengambil payung dari tangan Raina dan menarik tubuh Raina agar lebih mendekat agar tidak terkena air hujan.
"Kita ke mobil kamu dulu ya" ucap Radit. Raina mengikuti saja apa kemauan Radit, walaupun mobil dia jaraknya cukup jauh.
"Ini mobil aku" ucap Raina, menunjuk ke arah mobil sedan hitamnya.
"Oke, sampai ketemu minggu depan" ucap Radit, menyerahkan payung yang dia pegang.
"Kamu gimana?" tanya Raina heran, hujan cukup deras dan jarak mobil Radit lumayan jauh.
"Aku enggak apa, laki-laki, biasa kehujanan" jawab Radit sambil tersenyum.
"Jangan, nanti sakit lagi, minggu depan kan kita ujian, aku anter sampe mobil ya, ayo masuk" ucap Raina. Dia membawa mobilnya sampai di samping mobil Radit.
"Terimakasih" ucap Radit, lagi-lagi memamerkan senyuman dan lesung pipi manisnya.
"Sampai minggu depan" balas Raina sambil tersenyum manis. Dia melihat lengan baju Radit yang sudah basah kuyup. Lelaki itu ternyata kehujanan karena payungnya lebih condong ke arah Raina dibanding dengannya, manis sekali, pikir Raina, merasa senang.
"Iya, sampai minggu depan, semoga kita lulus ya" balas Radit, mengulurkan tangannya kepada Raina. Gadis itu mengangguk mengiyakan, tersenyum senang sambil menatap lekat wajah manis lelaki berlesung pipi itu.
"Aamiiin" balas Raina. Radit turun dari mobil dan masuk kedalam mobilnya. Sebelum pergi Raina melambaikan tangannya untuk berpamitan dengan Radit.
"Hmmm, sepertinya gadis yang baik dan menyenangkan" ucap Radit pada dirinya sendiri. Dia merasa bahagia bisa bertemu dengan orang baik seperti Raina di hari pertama ujian.
____________
"Yas!" sapa Raina saat melihat sahabatnya sudah datang. Dia punya janji bertemu Yasmin sekalian makan malam hari ini. Sementara Yasmin baru besok mengikuti ujian psikotes.
"Na, gimana ujiannya?" tanya Yasmin.
"Yah, gitu aja, ujian psikotes biasa" jawab Raina. Dia menceritakan semuanya tentang ujian hari ini.
"Muka lu happy bener, " selidik Yasmin.
Mereka sudah sangat lama bersahabat, Yasmin hapal sekali, biasanya Raina selalu menunjukan wajah lesu dan murung sehabis ujian apapun, bisa atau tidak bisa. Tapi kali ini wajahnya terlalu bahagia, tidak biasa, pikir Yasmin dalam hati.
"Masa sih?" tanya Raina, pura-pura bingung, dia memang sangat bahagia karena bertemu dengan Radit hari ini. Yasmin mengangguk dengan yakin.
"Ketemu cowok ganteng?" tebak Yasmin.
Raina tertawa dibuatnya, dia memang tidak bisa menutupi apapun dihadapan sahabatnya ini. Yasmin selalu bisa menebak apapun isi hatinya.
"Bener kan, udah ketebak" ucap Yasmin dengan wajah bangga karena tebakannya benar.
Raina hanya menutup wajahnya yang memerah tersipu malu.
"Tadi gue hampir aja ketabrak mobil, terus ang ikut ujian juga, namanya Radit" cerita Raina.
"Hati-hati, nanti patah hati lagi, jangan-jangan udah punya pacar lagi" ucap Yasmin, mengingatkan.
Entah mengapa salah satu kebiasaan Raina selalu saja jatuh cinta pada lelaki yang sudah memiliki kekasih. Dulu Rian juga seperti itu.
"Iya ya. Ih, apaan sih lu Yas. Lagian gue kan belum suka, cuman seneng aja, ketemu orang baru, orangnya baik" cerita Raina, mengingat lengan baju Radit yang basah saat mereka berpayung bersama.
"Cuman ingetin aja, lu kan suka lama kalau demen sama lakik, susah bener move on nya, nanti kaya dua tahun lalu patah hati, terus kabur lagi ke Kalimantan" sindir Yasmin, menasihati sahabatnya itu.
"Ish, kan gue udah janji mau berubah, enggak bakal kaya gitu lagi deh.." balas Raina lagi. Bayangan wajah manis Radit masih terbayang-bayang di kepalanya.
_______________
Ket:
PTT: Pegawai Tidak Tetap
Happy reading semua..jangan lupa komentar di bawah yaa..
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan