“Tolong makanan yang itu dibawa ke sana, ya?” ucap Mama April menyuruh salah satu pelayan yang sedang mengangkat baki makanan untuk menuju ke meja tamu yang tadi telah ditunjuknya tadi. Pelayan tersebut mengangguk dan melaksanakan tugasnya dengan baik.“Huft, capeknya,” keluh Mama April menyeka keringat yang menetes di keningnya. Meskipun mereka sudah menyewa jasa untuk acara baby shower ini, namun tetap saja rasanya dari tadi tidak selesai-selesai. Mungkin itu semua karena keluarga besar mereka menggelar acara ini secara dadakan.Bagi yang tidak tahu, Baby shower adalah suatu pesta yang diadakan untuk ibu dan calon bayinya. Biasanya mereka akan memberitahu semua orang yang hadir apakah bayi tersebut laki-laki atau perempuan dengan cara ada yang menuliskan jenis kelamin si bayi di lembar kertas yang disembunyikan di dalam kue tart, ada juga yang menggunakan balon dengan dua jenis warna berbeda sebagai penanda. Contohnya; balon warna biru untuk jenis kelamin laki-laki sedangkan balon
Mata Dara membola melihat kedatangan Sheril yang tak diundang ke kediamannya.“Ka-kamu....” ucap Dara terbata.Kenapa bisa Sheril datang kemari?Ketika Dara hendak menutup pintunya, Sheril dengan sigap menahan pintu tersebut sembari berkata, “Bukannya ada suatu hal yang perlu kita bicarakan, Dara?”Senyuman miring terukir jelas di bibir merah Sheril.Dara mulai cemas, ia mengeratkan giginya lantaran ketakutan, saat ini Dara tidak mengharapkan kedatangan Sheril di kediamannya.Seketika Dara mendorong pintu ruangannya lagi agar Sheril tidak masuk ke dalam. Namun sayangnya Sheril dapat menahan pintu tersebut dan merangsek masuk ke dalam.“Kamu nggak sopan banget, sih! Pergi nggak!” teriak Dara namun yang diteriakinya malahan dengan santainya bersedekap dada.“Apa kayak gini caramu menyambut seorang tamu? Ramahnya...." ejek Sheril tertawa sarkastik.Dara yang sudah habis kesabarannya pun mengambil vas bunga yang berada di atas meja dekat tempatnya berdiri lalu Dara mengayunkan vas bunga
Meskipun ini hari weekend, tetap saja dari pagi sampai siang Ais masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.Ais terlihat sedang duduk di sofa ruang keluarga, jari tangannya sibuk menekan tuts keyboard pada laptop yang sedang dipangkunya. Sedangkan di sebelah tempatnya duduk saat ini juga ada si gendut yang juga ikut-ikutan sok sibuk menonton kartun di youtube.Sesekali Ais mendesahkan napas lelah, jujur saja suara musik dari video yang tengah ditonton si gendut membuyarkan pikirannya. Dia tidak dapat fokus sama sekali.“Kecilin volumemu, Clayton. Papa lagi kerja,” ucap Ais kepada anaknya namun Clayton tidak mau menurutinya.“Clay bosen, Pa. Mama nggak ada di sini!” gerutu si gendut sambil bersedekap dada. Ais melirik ke samping dan melihat putranya masih betah menggembungkan pipinya lantaran kesal karena tadi dia tidak diizinkan Mamanya untuk ikut ke salon.“Bentar lagi pasti Mamamu pulang, kok,” balas Ais sekenanya. Ia pun melanjutkan kembali pekerjaannya.Meski mata Ais sibuk menata
Clayton menggoyangkan kepalanya ke kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakinya membuat orang-orang yang berada disekitarnya merasa gemas. Ditambah Clayton menggunakan baju kuning dengan topi bebek semakin membuat siapa pun yang melihatnya ingin menggigit pipi bakpao-nya itu. “Dasar bebek!” saking gemasnya Jayden pun memukul bokongnya. “Ish nakal!” Protes si gembul mengerucutkan bibir. Akan tetapi kekesalan Clayton tak berlangsung lama. Kini dia sudah lupa dan melanjutkan kembali perjalanannya. Bibir mungil Clayton menyanyikan lagu yang liriknya tidak jelas—hanya dialah dan Tuhan yang tahu. “Hati-hati jalannya, Clay,” ucap Sheril mengingatkan karena Clayton yang semula berjalan biasa kini mulai penasaran naik naik ke pembatas jalan. “Iya mamaku yang tantik.” Jalan menuju champ tempat mereka berpiknik memang cukup jauh dari arah pintu masuk. Untung saja mereka datang pagi sekali jadi mereka tidak kepanasan. “Clayton jangan lari-lari!” teriak Sheril untuk kesekian kalinya. S
“Kukira akulah pemeran utamanya. Ternyata, aku hanyalah orang ketiga dalam hubungan kita.” -Sheril *** Dipaksa menikah dengan CEO tampan dan kaya raya? Jelas saja aku mau! Mana ada terpaksa-terpaksanya. Itu, mah, namanya terpaksa tapi nikmat! Hari ini... aku menikah dengan cinta pertamaku. Ketika pria itu mengucap ijab kabul, menyematkan cincin di jari manisku, dan mengecup keningku penuh kasih di hari pernikahan kami. Rasanya semua itu seperti mimpi. Aku senang karena dia menjadi cinta pertama dan terakhirku. Kebanyakan tamu undangan yang datang di pernikahan kami tampak asing bagiku. Mungkin mereka rekan bisnis Papa, atau kalau tidak tamu penting suamiku. Kami menyalami mereka satu per satu. Sesekali mereka meminta berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. “Selamat, ya, atas pernikahan kalian berdua. Semog
Jika ditanya kapan pertama kalinya aku jatuh cinta kepadanya? Maka jawabannya sejak aku berusia tujuh tahun, ketika rambutku masih dikucir dua, saat itulah aku sudah menaruh hatiku kepadanya. Orang bilang ketika kita jatuh cinta waktu muda namanya cinta monyet. Tapi kalau perasaanku sama sampai aku tumbuh dewasa, itu namanya apa? Tidak ada monyet-monyetnya sama sekali. Sekilas, ingatanku seolah ditarik mundur ke belakang. Aku masih ingat. Sore itu, Kak Ais dan Kak Aim menjemputku pulang sekolah. Waktu itu aku sedang bertengkar hebat dengan kakak kelas yang menjahiliku. Satu lawan tiga. Kak Aim langsung memarahi mereka sampai mereka lari terbirit-birit. Karena Kak Ais dan Kak Aim takut dimarahi Papa. Mereka mengajakku mampir sebentar ke taman dekat sekolahan untuk membenahi tampilanku yang acak-acakan. Rambutku yang semula terkucir dua kini miring sebelah seperti timbangan, seragamku kusut, dasiku sudah copot, untungnya
Sheril mengusap wajahnya yang basah di bawah guyuran air shower. Riasan serta air matanya luruh jatuh ke bawah, tetapi tidak dengan rasa sakit di hatinya. Dadanya terasa sesak setiap kali mengingat reka adegan di mana suaminya mengatakan kelak akan menceraikannya jika dia meminta untuk berpisah. Sheril bertanya-tanya dalam hati.... Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Tidak mungkin juga, kan, Sheril menceritakan ini semua kepada orang tuanya? Yang ada mereka akan khawatir kepadanya. Sheril mengembuskan napas berat, selesai mandi ia mengambil baju ganti yang sebelumnya diberikan oleh ibu mertuanya. Agak ragu bagi Sheril ketika hendak mengenakan baju tidur berwarna biru dengan potongan rendah tersebut. Sheril menelan ludah. Sangat rendah, sangat menerawang. Ini... terlalu seksi. “Dara... jangan nangis lagi. Aku cinta sama kamu, Dar. Aku janji kalau nanti dia minta
Ais melangkahkan kakinya keluar dari kamar tipe honeymoon suite tempatnya bermalam untuk mencari udara segar. Mungkin membeli kopi instant di minimarket dekat hotel ini adalah opsi yang terbaik. Lorong hotel yang dilaluinya tampak sepi. Pun sama, di dalam lift tempatnya berpijak juga hanya ada dirinya seorang. Lagi pula siapa juga yang kurang kerjaan keluyuran di malam hari kecuali dia yang sedang lari dari kenyataan bahwa sekarang ini dia sudah resmi menjadi seorang sumi. Yang berengsek. Ais menekan tombol ke lantai paling dasar, kemudian ia menyandarkan punggungnya pada dinding lift yang terasa dingin sampai meresap ke punggung. Ketika denting lift berbunyi, seketika indra pendengaran Ais disambut selamat datang oleh suara cekikikan yang terdengar sangat familier. Merasa penasaran, Ais mengedarkan pandangan ke sekitar, mencari di mana sumber suara berasal. Di depan sana, Ais melihat kembarannya sedang duduk dengan kaki naik sebelah ala oran