Share

Kampret Durjana

            Charlie ternyata usil. Ucapannya soal Happy tadi cuma berbohong. Saat jam istirahat BJ baru tahu kalau orang itu ternyata bukan anak pemilik yayasan sekolah. Dia cuma anak dari keluarga sederhana yang kemana-mana pun lebih banyak naik angkot atau bis. MRT pun jarang ia tumpangi. Sementara bapaknya adalah pengusaha tambal ban, sang ibu sibuk menjadi pengemudi ojol alias ojek daring. Pendek kata, Happy itu miskin dari segala penjuru mata angin. Bodinya yang gemuk tidak berkorelasi dengan keadaan ekonomi. Selain karena memang hobi makan, bisa jadi karena memang gen bawaan dari sang ibu yang konon pernah jadi atlit gulat tingkat provinsi.

            Sebagai anak suku Batak dimana orangtua di zaman dulu suka memberi nama berdasarkan apa yang terlintas atau terbaca, Happy diberi nama unik. Mungkin terdengar keren  bagi orangtuanya, tapi tidak bagi anak yang menyandangnya. Itu yang membuat Happy sering tidak menyebut – apalagi menulis – nama lengkapnya: Happy No Money.

            Happy ternyata luwes diajak bergaul. BJ pun akhirnya berkenalan dengan anak Batak itu sewaktu Charlie memperkenalkan di lapangan basket. Biarpun gemuk anak itu lincah di lapangan olahraga. Sewaktu diajak bermain basket one on one, dalam sepuluh menit saja BJ sudah ketinggalan enam angka.

BJ penasaran dengan ketertinggalannya. Ketika dalam suatu kesempatan mereka berebut dan Happy menepis bola, muncul sebuah masalah. Bola basket yang ditepis memantul hingga ke luar lapangan. BJ mendadak panik sewaktu melihat arah jatuhnya bola. Bagi BJ, dari sudut elevasi, kecepatan, berat massa bola, arah angin, serta kelembaban udara, maka benda bulat tadi akan…

"Awwww!"

Nah, itu dia! Bola dengan telak jatuh ke atas kepala seorang anak gadis yang sedang asyik menikmati es krim di tangannya.

Mendengar jerit melengking tadi, rasa panik seketika menerpa BJ. Ngeri rasanya ia melihat gadis itu kini mendatangi sambil menenteng bola penyebab malapetaka tadi. Mimiknya marah. Selangkah di belakangnya menyusul gadis lain yang sepertinya teman akrabnya. Sisa es krim sudah tak lagi di tangan gadis pertama. Bukan karena habis, tapi gara-gara es krim tadi terjatuh dan cipratannya sekarang mengotori seragamnya.

"Siapa yang tadi ngelempar bola ke gue? Hayo ngaku!" cetus gadis pertama galak.

BJ pucat.

"Ngaku!" teman si gadis - sebut saja gadis kedua - ikut menimbrung tak kalah galak. "Lu ya?"

Dituduh begitu, secara cepat dan spontan BJ menggeleng-geleng.

"Jadi siapa?!" tanya gadis pertama sambil memelototi. Intonasi suaranya naik dua oktaf.

"Dia."                                                             

“Dia siapa?”

“Ya dia ini,” BJ menunjuk ke samping sambil menoleh. Aih! Dia terkaget karena Happy si pembuat onar sudah tidak di situ.

BJ menoleh kesana-kemari.

“Kenapa celingukan?”

Tak mau segera menjawab BJ terus mencari-cari di mana makhluk gempal tadi berada. Dalam bingung serta panik, BJ sempat menengadah ke atas. Ke arah rindang pepohonan. Untung ia segera sadar bahwa ini bukan lagi sekolahnya yang dulu yang kaya akan lebatnya pepohonan.

Lagipula Happy itu bukan tipe spesies yang suka bergelantungan di dahan pohon.

"Dasar koplak lu! Kenapa nyambit kepala gue?"

"Bukan aku. Itu ulah Happy. Kamu liat anak itu? Tadi dia di sini. Tingginya segini," BJ memberi isyarat ukuran tinggi Happy yang hanya sebatas telinganya. "Gendut, rambut keriting, tumbuh kumis seperlunya, sedikit brewok, sedikit cambang, matanya melotot seperti mau copot."

"Bo'ong. Pasti lu yang sengaja lakuin."

“Iya, ayo ngaku!” gadis kedua ikut membentak.

Glk! BJ mendegut ludah. Beberapa anak di pinggir lapangan mulai menonton kejadian ini. Untung tak lama kemudian Charlie datang.

            “Sori interupsi. Tenang, tenang. Lichelle, BJ nggak sengaja ngelakuinnya.“

            BJ sekarang jadi tahu nama gadis pertama.

"Kok lu ujug-ujug bisa ngebelain dia? " tanya gadis kedua. "Siapa tadi namanya? Biji?"

            "Hurup B sama J, dipanggilnya 'bije' gitu. Dia orang baru di sini.“

            "Orang baru kok tengil?"

            “Dia nggak sengaja, Maura. Dia sekelas sama gue, malah duduk sama gue.“

            “Pangku-pangkuan gituh?“

            Ucapan dari Maura itu sebetulnya sarkastis. Tapi BJ yang terlalu lugu malah menanggapi serius. “Maksudnya Charlie, kami duduk berdampingan. Samping-sampingan. Saya di kiri dia di kanan. Kami ndak duduk pangku-pangkuan. Bukannya saya duduk di atas dia, atau dia duduk di atas saya. Bukan begitu. Kami di dua bangku berbeda tapi kami duduknya......“

            “Gak perlu sedetil itu ceritanya. Gue udah ngerti!“ potong Maura.

            Lichelle yang masih diliputi rasa tidak suka, berujar lagi dengan volume tinggi.       "Orang baru itu di mana-mana musti tau diri."

            "Tapi... aku memang ndak melakukan apo yang kalian tuduh. Pusing nian aku dituduh begitu," BJ membela diri. Mendadak logat dan intonasi Melayu-nya muncul.

            "Lu masih ngotot?" Lichelle panas lagi sambil melempar bola ke pinggir lapangan. "Jadi lu tetap nuduh Happy yang ngelakuin?"

            "Memang bukan aku pelakunya."

            "Bo'ong."

"Kalo ya aku selalu katakan ya. Kalo ndak aku selalu katakan ndak. Pokoknya, pelakunya bukan aku."

Tensi Lichelle dan Maura meninggi ulang. Tapi baru aja keduanya siap melancarkan serangan berikut, muncul Happy - si pembuat onar. Langsung ia meminta maaf, dan mengaku dosa bahwa tadi memang dirinya yang membuat ulah. Kejadian itu sama sekali bukan disengaja. Butuh lima menit buat Happy untuk menerangkan kronologi peristiwa.

BJ lega. Ya, ia lega dan berharap kasus ini tak perlu diperpanjang.

            Sementara Happy memberi penjelasan BJ diam-diam mencuri-curi pandang pada kedua gadis yang BJ kini tahu nama keduanya. Emak benar, katanya dalam hati. Gadis kota kecantikannya memang beda dibanding teman-temannya di sekolah dulu.

Gadis yang saat itu berbicara dengan Happy adalah Maura. Gadis itu anak IPS. Cantik dan sama-sama Kelas 11. Menurut BJ, gadis itu cantik khas anak kota besar. Rambutnya berponi dengan panjang sedikit melewati bahu. Lurus dan hitam.

Gadis pertama yang tadi ia ketahui namanya Lichelle, lebih cantik lagi. Kulitnya putih, dengan rambut sebahu, agak ikal, dan agak pirang. Bukan karena di-cat tapi karena gadis itu sepertinya Indo Eropa. Giginya putih dan rata, serta memiliki postur sama jangkungnya dengan BJ. Jujur, BJ lebih banyak mencuri pandang gadis ini.

Wajah Lichelle yang oval dipadu dengan riasan sederhana. Itu saja sepertinya sudah cukup menampilkan kelebihan fisiknya. Lekuk mancung hidungnya seolah dipahat sempurna dengan tekukan alis selaras, dan sorot mata yang tajam. Tapi bukan kecantikan itu yang membuat BJ mencuri pandang. Wajah gadis itu membuat pikiran BJ menerawang ke sebagian episode masa lalunya. Ke waktu-waktu saat seorang gadis segalak Lichelle pernah menghiasi masa kecil dan masa remajanya di kampung. Ketika bermain bareng di tempat pembibitan sawit, berjalan di bawah keteduhan pohon karet, ketika bersama-sama satu speedboat ke pasar apung Sungaililin, saat tertusuk duri landak hasil tangkapan di hutan Selaro, semuanya. Rangkaian kenangan itu membuat BJ untuk sesaat melupakan peristiwa di depan matanya. BJ baru back to earth sewaktu Lichelle memanggil dirinya.

"Iya gitu?"

            BJ tersadar. “Ha?“

            “Itu kan yang ada di pikiran lu?“

Enggan berpikir terlalu lama karena cuaca yang makin panas, BJ buru-buru mengangguk-angguk sambil menyahut asal saja. "Betul itu. Iya-iya. Memang betul. Ndak salah lagi."

            Tanpa disangka ucapan itu malah membuat BJ ditertawai Maura. Happy juga langsung terkikik. Charlie apalagi. Kacamatanya sampai hampir terlepas karena terguncang cukup keras saat tertawa.

            "Lu denger sendiri kan?" tanya Lichelle ke arah Charlie dan Happy. Setelahnya dia meninggalkan ketiga pria itu sambil diikuti Maura.

BJ yang tak mengerti buru-buru menanyai Happy. "Kenapo Si Lichelle?”

"Kenapo... kenapo... Logat Melayu kau itu ilangin dulu lah. Malu kali aku berteman dengan kau!" Mempermasalahkan logat Melayu rekannya, Happy tidak sadar malah menunjukkan logat Bataknya yang khas.

"Memang tadi Lichelle bertanya apo, eh bertanya apa? "

"Sebelumnya Lichelle ngomong gini: menurut lu, gue ini bego? Iya gitu? Terus –gara-gara lu ngelamun – lu iya-in omongan dia. Ahhh, dasar lu itu kampret durjana!"

*

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status