Share

Pandemi Yang Mendekat

Dan perbedaan paham antara BJ dengan Lichelle memang tidak berhenti sampai di situ saja.

“Tadi siang lu berantem lagi sama Lichelle?”

Pertanyaan setengah berbisik itu disampaikan Charlie kepada BJ saat Pak Rokib tengah serius mengajarkan tentang sistim pencernaan tubuh.

Sambil tetap serius melihati guru Biologi, BJ bertanya balik. “Kok tau?”

“Gue sempat liat,” Charlie menghela nafas. “Empat hari lu di sini, empat kali konflik. Itu yang gue tau. Itu yang gue liat. Kenapa sih kalian kayak kucing sama anjing?”

BJ tidak menanggapi. Matanya tetap tertuju ke depan sambil tangannya menulis sesuatu di buku.

 “Lu sebel banget sama dia ya, J?”

“Kok tau?” tanya BJ, tetap melihati guru biologi mereka yang matanya berkedip-kedip terus akibat kerusakan di syaraf matanya.

“Kok tau, kok tau. Ya tau lah,” jawab Charlie

Tidak juga ditanggapi, Charlie berbisik lagi. “O iya, gue diem-diem nge-stalk ke lu. Lu ternyata punya kanal musik di Youtube dengan 5000 subscriber. Gile.”

“Apa hebatnya subscriber cuma 5K?”

“5K lebih itu hebat. View udah banyak patut dibanggain juga.”

BJ memberi kode agar Charlie lebih menurunkan volume suara. “Kamu berisik melulu. Diem dong. Aku lagi konsentrasi ngitung.”

Menyadari kekeliruannya, Charlie buru-buru meminta maaf. Tapi sesaat kemudian ia bertanya lagi.

“Eh, apa? Ngitung? Ini pelajaran biologi, Bro. Emang lu ngitung apaan?”

BJ memperlihatkan deretan turus di catatan bukunya. “Lihat nih. Semuanya ada 19 kali.”

“Maksudnya 19?”

“Aku tadi ngitung berapa kali Pak Rokib dalam semenit kedip-kedipin mata.”

Gdubrakkk!!!

*

            Beberapa waktu ini BJ rajin mencermati berita tentang virus bernama Corona melalui ponselnya. Berita tentang virus ini begitu mendominasi situs-situs berita online. Biar pun kejadiannya di Cina virus itu mulai menyebar ke negara-negara lain. Banyak sekali pihak ahli meyakini bahwa hanya masalah waktu sebelum virus muncul di Indonesia.

Takut dan bosan mendengar berita buruk, BJ buru-buru menutup portal berita dan mengganti mengisi waktu dengan bermusik. Sudah lebih dari seminggu ini BJ mengunduh aplikasi Launchpad dari  Playstore. Aplikasi yang mengubah smartphone menjadi keyboard itu benar-benar menjadi favoritnya terlebih di saat-saat kosong seperti sekarang. Saat itu sudah lewat jam sekolah. BJ duduk di dalam angkot yang akan mengantarnya pulang. Sendiri. Buat BJ yang sejak SD sudah wara-wiri berkendaraan umum, dia tidak canggung menaiki angkot dengan trayek yang belum sebulan dia jalani.

Kendaraan 1000 cc itu masih ngetem di pinggir jalan. Belum berangkat karena menunggui penumpang. Si sopir yang entah di mana pasti sedang menunggu tambahan penumpang. Biasanya BJ paling tidak sabar ketika mengalami pengalaman menunggu seperti itu. Tapi keberadaan aplikasi tadi di ponsel membuatnya tidak lagi mempermasalahkan waktu penantian. Waktu menunggu kini bisa dimanfaatkan dengan bermain musik.

            Layar ponsel miliknya retak parah karena minggu lalu terbanting gara-gara ulah Minel. Tapi itu tidak menghalangi semangat BJ bermusik. Setelah empat kali sentuhan di layar, jari-jemari BJ mulai beraksi. Sebuah lagu dengan tempo cepat mengalun dari ponsel dengan layar 5,5 inchi di tangannya. He's A Pirate.

            Permainan yang bermutu membuat BJ seperti hanyut terlena lagu yang menjadi theme song dari serial film Pirates of the Carribean. BJ cukup puas dengan penampilannya. Dan begitu musik selesai ia terkaget melihat ada Charlie dan Happy sudah duduk di angkot yang sama.

            "Kereeeen,” puji Charlie sambil memberi kode cinta dengan jari jempol dan telunjuk. Charlie memang K-Pop-er kategori alay.

            “Bikin video lagi, Bro. Buruan share lagi di Youtube.”

            BJ tersenyum kecil. “Kemampuan video editing aku belum seberap…”

            "Gimana caranya bisa main kayak gitu? Ada cheat-nya?"

            “Nggak ada cheat, Lie. Emangnya ini PUBG yang…”

            "Waktu seminggu lalu lu pertama masuk kelas dan ngenalin diri sebagai pemain musik ternyata kagak bo’ong lu ya. Lu di Palembang anak nge-band?”

            Happy yang sejak tadi diam kini menyelak. “Lu tu ye. Sering banget nanya tapi belum juga selesai jawabannya lu nanya lagi pertanyaan berikut. Sebetulnya lu nanya karena emang butuh jawaban atau lagi usil?”

            Tersadar, Charlie tertawa malu.

            “Malah cengengesan lu.”

Happy kini menoleh ke BJ. “Sori, lu ngerti kan arti cengengesan?”

            “Cengengesan. Asal kata, cengenges. Artinya ketawa-ketawa terus. Biasanya dilakuin untuk nutupin tengsin alias rasa malu.”

Charlie bersiul kagum. “Baru sebentar di sini bahasa gaul lu mulai jago, J.”

            Happy menimpali. “Dari segi bahasa dia emang udah mulai jago. Musik, lebih jago lagi.”

Karena tak ada komentar dari BJ, Happy melanjutkan. Nadanya serius.

“J, Charlie udah ngomong sama gue tentang keterampilan lu main musik. Apakah gak ada kepikiran nge-jam? Kita bikin band yuk?”

            BJ menunjukan respon kaget atas tawaran itu. "Bikin band?"

“Gue sama Happy udah lama nyari orang. Kita emang lagi kekurangan pemain keyboard. Alasannya: di minggu pertama bulan April akan ada momen Pagelaran Seni dan Sains dalam rangka HUT Yayasan sekolah. Ada pentas seni, sains, olahraga. Nah, di ajang pentas seninya kita bisa ngeband nih kalo lu minat.”

            "Kalo aku minat? Masalahnya, aku ndak minat. Aku ndak jago."

            "Bah! Sok merendah kau," Happy protes. Sebelum BJ membuka mulut Happy buru-buru melanjutkan. “Dari info Charlie gue cek kanal Youtube lu. Gue nggak ragu dengan kualitas lu sebenernya. Lu bukan pemain musik kaleng-kaleng.”

            Ganti kini Charlie yang membujuk. “Lu bisa bikin lagu?”

            “Pernah, tapi ndak dilanjutin. Bukan bakat aku.”

            “Kembali ke HUT Yayasan. Acara itu bakal heboh banget. Bayangin lu tampil di acara itu. Efeknya, cewek-cewek bakal banyak yang demen sama lu.”

            Charlie yang melihat raut bingung di wajah BJ langsung berinisiatif menjelaskan. “Demen itu artinya: suka. Banyak cewek nanti yang suka sama lu.”

            Di luar dugaan, BJ malah terlihat tidak senang dengan iming-iming tadi. “Cewek seperti siapa? Lichelle? No way! No way!

            Menyadari bahwa hanya satu nama yang disebut, Happy jadi penasaran. “Lu gak suka banget sama Lichelle. Kasus di lapangan basket kan udah lama. Lu masih marah?”

            “Kasusnya bukan hanya itu. Masih ada banyak kasus lain!”

            “Kasus lain? Konflik lain, gitu?”

            “Tanya aja Charlie kalo ndak percaya. Aduh nasiiiiib, nasib. Apakah ini resiko jadi anak kampung?”

            “Nggak juga lah.”

“Atau memang begitu sifat cewek kota besar yang menganggap dirinya punya banyak kelebihan? Kalau papasan, gadis itu seperti mau tempeleng aku.”

            Melihat tensi ucapan BJ yang makin meninggi, Happy buru-buru mengganti subyek pembicaraan.

            “Oke, oke. Kita skip dulu soal Lichelle. Kita kembali ke soal HUT Yayasan. Kenapa ini penting karena acara ini bakal dihadirin orang maha penting.”

            “Maksudmu, presiden RI juga akan datang?”

            “Nggak segitunya kale. Yang dateng itu nanti adalah semua petinggi yayasan sekolah, Bro. Waktu itu mereka bilang kalo…”

“Janji,” celetuk Charlie.

“Waktu itu mereka janji untuk tim yang penampilannya oke, seluruh anggota bisa dapet beasiswa sekolah.”

“Tadi kamu bilang minggu pertama bulan April.” BJ menghitung-hitung jari. “Itu berarti hampir tiga bulan. Mmm… waktunya cukup sih. Tapi, bagaimana ya.”

“Coba dulu lah. Plis. Ini kesempatan  untuk dapetin beasiswa yang mereka janjiin.”

BJ menarik nafas dalam. “Kamu juga salah satu personel band itu?”

            Happy mengulurkan tangan yang dengan lugu disambut BJ. “Kenalkan, gue gitaris.”

            “Yang pegang drum siapa?”

            “Gue,” kata Charlie mantap. “Kita cuma kurang satu orang yaitu pemain keyboard. Lu itu kandidat yang...“

            “Pemain bass?“

            “O ya, itu nanti kita rekrut juga bassis-nya.“

            “Vokalis?“

            “O ya, itu juga sekalian.“

            “O iya, o iya, berarti masih kurang tiga personil dong!“        

"Kita ngerekrutnya serempak, samaan, simultan, barengan. Tapi untuk pemain keyboard saat ini kita sih maunya lu yang gabung. Bukan yang lain."

Charlie memasukkan kacamata minusnya ke dalam saku baju. “Keliatan dari muka kalo lu tuh pinter, baik dan nggak sombong.”

BJ mencibir. Ia masih nampak kurang berminat.

"Teman-teman," cetusnya. "Terima kasih buat tawarannya. Aku juga mulai mengerti persoalannya. Tapi...the answer is NO. Untuk saat ini aku belum minat. Sori. "

"Jangan langsung bilang gitu. Pikir-pikir dulu lah."

Melihat kedua orang itu dengan profesionalitas tingkat tinggi serempak memasang muka memelas, BJ jadi sedikit luluh.

“Kalo gitu aku pikir-pikir dulu,” kata BJ yang lantas meminta waktu satu-dua minggu.

“Gak bisa lebih cepet?”

“Kita punya waktu tiga bulan. Itu waktu yang cukup untuk…”

Tabiat jelek Charlie muncul lagi. Baru saja BJ mulai menjawab pertanyaannya, ternyata Charlie sudah bertanya ulang. Kali ini dia bertanya ke orang lain.

“Bang!” teriaknya ke seorang bapak yang menurut dugaan Charlie adalah sopir dari kendaraan angkot yang mereka naiki. “Angkotnya kapan jalan? Kita udah nungguin dari tadi.”

Dan tebakan Charlie memang benar. Orang itu memang sopirnya.

“Lah, si adik. Kalo mau naik, pilih angkot yang di sono,” katanya sambil menunjuk sederetan angkot di sisi lain jalan. “Jangan yang ini.”

Tak hanya Charlie, BJ dan Happy ikut terkaget dengan jawaban si sopir.

“Yang angkot ini emang kenapa? Nggak narik?”

“Kagak lah!” Si sopir angkot geleng-geleng kepala. “Emangnya waktu masuk ke dalem mobil, kalian nggak liat ban depannya lagi dicopot satu?”

*

           

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status