“Selamat sore dokter Nababan, ini Mbok Min yang kerja di keluarga Jonathan... Iya, betul. Yang buka toko kayu Meranti Merindu. Dok, bisa datang secepatnya ke tempat kami? Penting... Alhamdulilah, jadi bisa ya, Dok... Oh, yang sakit kali ini bukan Nyai, ini Abah... Dia muntah terus dan saat ini ditemani Emak... Mukanya sampe pucet... Penyebab muntahnya Abah? Saya kurang ngerti, Dok. Kalo gak salah denger Abah muntah gara-gara sikat gigi. Dia nggak suka sikat giri yang warnanya merah-biru... Serius!“
*
Beberapa hari sebelumnya, di dalam sebuah kamar dengan interior mewah, seorang gadis nampak menelpon seseorang. Suaranya sengau, ada duka dalam ucapannya. Ketika selesai, ia menutup telpon dan menatap dengan tatapan kosong. Di dekatnya, seorang rekannya, mendekat dan kemudian menyentuh lengan. Gadis pertama menoleh. Keduanya baru pulang sekolah dan itu terlihat dari seragam putih abu-abu yang masih dikenakan oleh mereka berdua.
“Konflik?"
Gadis pertama masih diam.
"Orangtua lu konflik lagi?“
Gadis pertama mengangguk. “Koq hidup gue kayak gini sih?“
“Gini gimana?“
“Juara satu di kelas, tapi pecundang dalam hidup sehari-hari. Kelihatan hidup gue hepi tapi sebetulnya gak begitu.“
“Jangan lebay ah. Kamu pasti bisa ngatasin masalah ini,“ temannya menguatkan. "Kamu pasti bisa menghadapi badai ini."
"Karena ada lu?"
"Ya. Tapi gue yakin ada lagi yang akan lebih dari gue yang akan dampingin lu."
"Taunya?"
"Feeling gue bilang gitu."
*
Sementara itu, nun jauuuuuh di sana. Lebih dari empat ribu kilometer terpisahnya, sebuah musibah sedang terjadi. Dari sebuah laboratorium biologi di Wuhan, terjadi keributan beberapa petugas di sana. Menurut media, sudah sejak berminggu lalu terjadi suatu musibah dan baru ketahuan sekarang. Detil dan kronologi peristiwa memang masih belum jelas. Tapi apa pun itu sebuah bencana muncul di depan mata. Dan bencana itu mulai memakan korban.
Virus Corona telah menyebar ke dunia luar.
“Aku yakin virus tidak akan menyebar lebih jauh,” kata seorang pejabat di sana. “Apalagi pemerintah telah memutuskan untuk lockdown kota ini.”
Orang itu boleh saja optimis. Tapi dalam waktu singkat dunia akan mengetahui bahwa ucapannya sama sekali tak terbukti karena dunia terancam dengan musuh baru tak kasat mata. Musuh bernama virus Corona yang karena waktu timbulnya di tahun 2019 lantas akan populer dengan sebutan Covid-19.
*
Kalau BJ kurang suka pada Bayu sebetulnya itu mudah sekali diramalkan. Perbedaan sikap antara keduanya beda sekali dan Bayu memang sudah sepenuhnya beda dengan Bayu yang dahulu BJ kenal. Sebelum peristiwa pertemuan dengan BJ, Bayu menghadapi hal kecil namun oleh dirinya dipandang sebagai hal besar. Sepertinya ada beberapa anak di sekolah yang kurang suka dengan tingkahnya yang dinilai songong alias sombong. Dampaknya mereka jadi suka mengusili dirinya. Keusilan itu kecil saja sebetulnya dimana barang kepunyaan Bayu suka dipindah-pindahkan. Mulai dari buku, pulpen, penggaris. Dipindahkannya pun tidak jauh karena hanya di sekitar kelas. Namun hal itu rupanya dianggap serius oleh Bayu.
“Lu jangan suka usil gitu. Nggak lucu tauk!”
“Jangan lu pikir mindahin buku biarpun hanya satu meter itu perkara kecil. Gue nggak suka!”
“Nggak ada alasan lu mindahin pulpen gue ke laci meja guru. Pulpen itu nggak murah. Gue beli pake duit sendiri.”
“Sialan lu, Ron. Kenapa nggak lu pindahin penghapus gue ke jidat lu?”
“Anj*ng lu. Kalo suka mindahin barang begitu sebetulnya lu itu punya bakat maling. Lu nggak mau seriusin cita-cita jadi maling, hah?”
Tak disangka balasan itu malah menimbulkan antipati. Dan kawan Bayu pun lama-lama berkurang. Namun walau begitu Bayu sepertinya tak ambil pusing. Ia tetap jutek, tetap galak, dan otomatis tetap tidak disukai teman-teman satu kelas. Saat kejutekannya menyebar hingga ke kelas-kelas lain tahu, ia juga tetap tidak peduli. Prinsipnya seolah bahwa ia akan tetap hidup dengan nilai-nilai yang ia punya tanpa peduli apa kata dunia.
Pernah satu saat ia berjalan di koridor sekolah. Rupanya ada satu atau dua anak yang entah iseng atau dendam karena pernah didamprat, diam-diam mencipratkan noda pulpen. Batang pulpen berukuran besar itu sengaja dibuka bagian ujung dan dicipratkan ke bajunya di bagian punggung. Bayu tentu saja tidak tahu bahwa ia dikerjai. Saat tiba di rumah barulah ia sadar bahwa dirinya di-bully oleh seseorang yang entah siapa.
Bayu kalap. Tapi kekalapan itu tidak juga membuat keusilan padanya berkurang. Ban mobil Bayu yang dibikin kempes adalah salah satu yang sangat sering terjadi atau dialami. Tentu saja di mobil yang dibawa Bayu ada dongkrak dan ban serep. Namun tentu saja merepotkan kalau dia harus melakukan itu, terlebih jika ia memang sedang bersiap pergi. Pernah suatu kali ia mendapati bank mobil kempes ketika ia sudah terburu-buru ingin pulang.
“Lagu kamu udah selesai, Je?” “Ssshhhh,” BJ meminta Lichelle diam dan menikmati saja lagu riang, menghentak, yang memang diciptakan BJ untuk gadis itu. Purnama, tahukah dirimu. Mentari, sadarkah engkau. Ada api cinta yang membara tiap hari Ku ingin kalian tahu Lichelle terperangah. Hasil akhir ini dibuat lebih indah dari sebelumnya karena penuh dengan improvisasi. Dengar curhatku wahai alam Bantulah aku wahai semesta Karena mabuk aku dalam romansa Beriku kekuatan saat ku ekspresikan cinta Lichelle menggenggam telapak tangan BJ yang berada di tuas kopling. Sebuah remasan lembut dilakukan BJ menanggapi sentuhan tadi persis ketika musik memasuki reffrain. Dalam serenada cinta kulantun lagu ini Because everytime I see you I fall in love all over again Tapaki waktu bersamamu itu rinduku Dalam serenada cinta kulantun tembang ini Together with you, Lichelle Is my favorite place to be Gapai masa depan bersamamu itu rinduku Lagu itu hanya berdurasi tiga menit lebih sekian de
Tidak ada pekerjaan untuk nyambi yang bisa menghasilkan uang yang sebelumnya mereka bisa dapatkan dari Bayu membuat Saipul dan Apip cekak. Tidak punya uang sama sekali. Ini menyengsarakan buat mereka yang sudah mulai boros dan orangtua mereka pun bukan orang berada. “Lu ada rokok? Mulut gue asem nih,” kata Apip sambil menadah tangan pada Saipul. “Dasar mental gretong lu. Gue ada tapi itu buat akika sendiri, tauk!” “Masa’ gak ada sebatang lagi?” “Cacamarica aja sendiri.” “Tadi gue liat di kantong lu ada tiga batang Surya.” “Surya? Itu rokok maharani, akika gak sanggup beli.” “Nggak lah, masa’ Surya kemahalan.” “Ember. Lagi susah begindang, beli Surya. Gilingan banget dah.” Apip menggaruk kening. “Nasib oh nasib. Kenapa kita jadi cekak begini ya?” “Akika ada sih duit goceng. Belalang aja dua batang gih.” “Beli dua batang? Hhh malu-maluin.” “Capcus. Mau
Seperti biasa BJ memesankan makanan untuk dibungkus. Tapi Adhul menolak. Sepertinya ia sungkan karena BJ terus-terusan berbaik hati padanya. Dari saku celananya ia mengeluarkan ponsel candybar sederhana miliknya dan menunjukkan pada BJ. “Adhul gak usah dibeliin kak. Tadi pak Rokib, tetangga, nelpon minta Adhul cepetan pulang ke rumah sebelum maghrib.” “Maghribnya kan masih lama. Udah gak apa-apa biar kakak pesanin mie buat kamu.” Adhul terlihat malu sebelum kemudian mengangguk. “Mau yang goreng atau kuah?” “Yang kuah.” “Pake sambel?” “Iya tapi dikit aja.” Belum lagi kalimat itu usai, terdengar dering feedback dari panggung yang berada tak jauh dari lokasi mereka berada. Sepertinya manajeman pusat grosir sedang menyiapkan sebuah acara yang akan digelar beberapa jam lagi. Standing mike sudah terpasang beberapa unit berikut ampli dan terminalnya. Testing audio menyebabkan dengin
Lichelle memegangi pipi BJ. “And I trust you.” Petir menyambar, disusul gemuruh membahana. Hujan menderas. Sangat deras. Air dari langit tercurah begitu dahsyat, membentuk rinai air yang pekat dan tebal. Seolah menutup pemandangan yang terjadi di teras, antara dua sosok remaja ketika bibir keduanya bertautan. * Urusan melayani seorang pembeli yang membeli kayu reng sudah selesai dilakukan BJ. Ia baru mau menyerahkan Minel yang sejak tadi digendong ke Emak ketika Lichelle mendadak muncul di depannya. “Ada apa?” Pertanyaan BJ tak segera dijawab. Dengan gemas Lichelle menggendong Minel. Seorang bocah berumur tiga tahun sebetulnya bobotnya sudah agak berat dan berpotensi bikin pegal. Tapi postur Minel yang mungil membuat ia masih bisa dengan gampang digendong oleh Lichelle. Melihat Lichelle yang pandai dan luwes menggendong, seketika ingatan BJ teringat pada perist
Bagi Abah, kehilangan pekerjaan sebagai interpreter memang agak disayangkan. Tapi keutuhan rumah tangganya adalah di atas segalanya. Pandangan itu diaminkan Emak. Kesulitan sehari cukuplah untuk sehari. Ke depannya tantangan akan seperti apa pasti mereka berdua bisa atasi ketika keduanya saling sepakat, saling tolong, dan saling mendukung. Hanya memang ada satu masalah kecil. Keciiiiiil sekali. Biasanya Abah bangun pagi. Tapi tidak kali ini. Emak sudah berusaha bangunkan suaminya. Sekali, dua kali, dan baru di usaha ketiga Abah baru terbangun. Ia sempat membuka mata, mengobrol sebentar dengan isterinya. Hanya saja ketika Emak ‘lengah’ dan melakukan hal lain, Abah berbaring lagi. Mendengkur malah. “Lho kenapa tidur lagi?” Emak mengomel sembari membangunkan Abah. Bukanya menjawab, Abah malah mengambil bantal guling, memeluknya dan melanjutkan tidur. “Hey, bangun.” “Masih ngantuk
“Enak kan?” “Inhi enhak karhena akhu lhapar....” Lichelle tidak mau mengalah. Ia berucap dengan mulut penuh terisi makanan. “Ini adalah gado-gado terenak se-Jakarta. Kamu pergi kemana pun nggak ada gado-gado seenak ini. Bumbu kacangnya lembut dan ada aroma jeruk nipis. Wuih mantap,” BJ lantas menyuap sesendok untuk mulutnya sendiri. Tak lama ia mengambil secarik tisyu dari box-nya di atas meja dan menyapu mulut Lichelle yang terkena noda bumbu kacang. “Aku maunya ini terakhir ya kita makan di tempat kaya gini soalnya...” “Aaaaaa....” Ucapan Lichelle lagi-lagi tak terselesaikan ketika BJ menyuap satu sendok lagi. Makanan pesanan Lichelle kini datang. Sepiring kwetiau goreng dengan taburan bawang goreng yang menawan. Melihat bentuknya yang menggairahkan Lichelle tergoda untuk segera menikmati. Makanan itu sebetulnya dipesankan oleh BJ untuknya. Dan Lichelle harus mengaku