Share

Narsis

last update Last Updated: 2022-01-22 11:20:46

Jauh dari situ, Lichelle ‘bete’. Ia kurang suka melihat postingan F******k miliknya. Di laman F* itu, seorang pria, teman sekolahnya yang cukup dekat, sibuk memamerkan diri. Belasan foto multishot dengan wajah closeup dirinya dipajang di sana. Bagi Lichelle itu sepertinya pertanda kejiwaan. Ada spirit narsis, tidak percaya diri dan butuh pengakuan dari orang banyak akan keberadaan dirinya.

            Ketika bermain dengan medsos, hampir selalu ia menemukan wajah orang itu di sana. Termasuk juga ketika ia memajang sebagian kekayaan yang dimiliki berupa supercar, motor gede, gadget, lokasi wisata, serta restoran yang dikunjungi. Ada sifat pamer di situ dan Lichelle kurang suka. Ia sebal. Saat ia hendak berganti laman, ia melihat ada sebuah notifikasi bahwa seseorang melakukan postingan. Karena yang melakukan adalah ayahnya, ia lalu membuka.

            Rasa sebalnya makin bertambah. Berubah menjadi marah ketika melihat foto ayahnya di lokasi proyek dimana ada seorang wanita di dekatnya. Cantik, tapi ia curiga ada hubungan khusus antara keduanya.

*

            Charlie mengundang seorang temannya untuk datang malam itu karena ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Dedot, nama orang itu, sama-sama Kelas 11 seperti dirinya. Bedanya Dedot walau ada di jurusan IPS tapi beda ruang dengan Lichelle dan Maura yang sekelas. Ia sibuk membantu bapaknya di toko kecil mereka sewaktu Dedot datang. Melihat kesibukan Charlie memindah-mindahkan aneka dus makanan, Dedot berinisiatif nolong.

            “Tau nggak, Dot. Gue ngundang lu dateng ke sini berhubung mau nawarin sesuatu,” ujar Charlie setelah tugasnya selesai. Keduanya sekarang asyik menikmati minuman ringan.

“Sebetulnya gue juga dateng mau nawarin sesuatu, Lie.”

            “Oh, kalo gitu lu duluan deh ngomongnya.”

“Gue ke sini mau nawarin bass gue. Kali aja lu minat.”

“Bass? Yang Cort?”

“Siapa tau lu minat sama bass gue. Gue kasih harga temen deh.”

“Kenapa lu mau jual? Mau ganti baru?” tanya Charlie sambil menyeruput minumannya.

“Boro-boro. Gue mau jual untuk bayar sekolah. Gue udah dua bulan nunggak. Seminggu lagi udah jadi tiga bulan dah.”

“Bisnis orangtua lu gimana?”

“Lagi seret. Jaman now makin dikit orang mau makan nasi uduk.”

Charlie sulit membantah omongan tadi. “Itu bass lu satu-satunya. Nggak sayang?”

“Emang sayang sih, tapi… mau apa lagi. Alive is not easy,” kata Dedot.

Charlie yang sangat tahu bahwa Dedot itu keminggris – alias sok bahasa Inggris walau kosakata dan gramatikalnya tergolong parah – tertawa keras.

“Kenapa ketawa? O, anu, bahasa Inggris gue jelek ya?”

Charlie menggeleng.

“Nggak jelek. Cuma ancur aja,” cetusnya sambil kembali tertawa.

“Sialan.”

“Kalo tujuannya untuk bayar sekolah kenapa lu gak usahain cari beasiswa sekolah, Dot?”

“Lu tau kan IQ gue gak seberapa. Kadang gue malu di-bully sama orang-orang.”

“Sabaaaar.”

“Lu enak aja bilang sabar-sabar. Salah satu yang suka nge-bully kan lu sendiri.”

“Hehe… Kesian deh lu,” Charlie kembali terkekeh. “Tapi lu gak boleh ngomong gitu. Semua orang itu diciptain Yang Mahas Kuasa sebagai makhluk berharga. Lu pinter. Cuma pinternya di bidang musik. Yang jago matematika kan belum tentu jago musik kayak lu.”

“Terus apa yang gue musti lakuin dong di masa susah begini? Gue lagi kepepet.”

            “Nah ini yang tadi gue maksud mau tawarin ke lu,” Charlie berhenti sejenak. “Gue sama teman-teman mau bikin band. Tujuan akhirnya sih ngedapetin beasiswa. Pihak yayasan udah ngasih penawaran. Mereka kepingin sekolah kita punya band, punya paduan suara, punya tim olahraga, punya tim sains. Nah semua itu harus tampil di acara HUT Yayasan sebentar lagi. Pasti lu udah tau hal ini kan? Ini acara penting dan harus istimewa karena berkaitan ulang tahun ke 20. Kalo kita bisa tampil keren dan mereka nilai bagus, mereka siap ngasih beasiswa untuk setiap personel. Jadi intinya, gue ingin lu gabung di grup band kita sebagai bassis.”

            Dedot melihat ada setitik harapan di depan mata. “Gue mau aja sih. Tapi…”

            “Gue nilai lu tuh bassis jagoan.”

            “Apakah perlu ada audisi?”

            “Kalo gabung jadi bassis, pasti diterima dong. Tapi kalo lu ngelamar sebagai vokalis, pasti gue tolak. Hehehe…”

            “Kenapa why?” Dedot kembali keminggris. “Vokal gue jelek?”

            “Jelek sih nggak. Cuma lebih baik lagi kalo lu nggak nyanyi. Hehe…”

            Dedot memasang muka tidak suka. “Nyebelin lu.”

            “Asumsi gue begini. Lu sebagai anak tukang nasi uduk pasti suka juga nasi uduk. Ya kan? Nah, orang yang suka nasi uduk biasanya sih doyan lauknya yaitu semur jengkol. Betul kan? Karena itu gue nggak mau lu jadi vokalis. Apalagi lu nyanyi pas habis makan semur jengkol. Hehehe…”

            “Lichelle vokalnya bagus. Kenapa nggak rekrut dia?”

            “Gue sama Happy emang maunya gitu. Jadi kita sepakat supaya BJ deketin dia supaya gabung. Hehehe.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PANGGUNG HEBOH   Sebuah Epilog

    “Lagu kamu udah selesai, Je?” “Ssshhhh,” BJ meminta Lichelle diam dan menikmati saja lagu riang, menghentak, yang memang diciptakan BJ untuk gadis itu. Purnama, tahukah dirimu. Mentari, sadarkah engkau. Ada api cinta yang membara tiap hari Ku ingin kalian tahu Lichelle terperangah. Hasil akhir ini dibuat lebih indah dari sebelumnya karena penuh dengan improvisasi. Dengar curhatku wahai alam Bantulah aku wahai semesta Karena mabuk aku dalam romansa Beriku kekuatan saat ku ekspresikan cinta Lichelle menggenggam telapak tangan BJ yang berada di tuas kopling. Sebuah remasan lembut dilakukan BJ menanggapi sentuhan tadi persis ketika musik memasuki reffrain. Dalam serenada cinta kulantun lagu ini Because everytime I see you I fall in love all over again Tapaki waktu bersamamu itu rinduku Dalam serenada cinta kulantun tembang ini Together with you, Lichelle Is my favorite place to be Gapai masa depan bersamamu itu rinduku Lagu itu hanya berdurasi tiga menit lebih sekian de

  • PANGGUNG HEBOH   Jadi Bencong Deh

    Tidak ada pekerjaan untuk nyambi yang bisa menghasilkan uang yang sebelumnya mereka bisa dapatkan dari Bayu membuat Saipul dan Apip cekak. Tidak punya uang sama sekali. Ini menyengsarakan buat mereka yang sudah mulai boros dan orangtua mereka pun bukan orang berada. “Lu ada rokok? Mulut gue asem nih,” kata Apip sambil menadah tangan pada Saipul. “Dasar mental gretong lu. Gue ada tapi itu buat akika sendiri, tauk!” “Masa’ gak ada sebatang lagi?” “Cacamarica aja sendiri.” “Tadi gue liat di kantong lu ada tiga batang Surya.” “Surya? Itu rokok maharani, akika gak sanggup beli.” “Nggak lah, masa’ Surya kemahalan.” “Ember. Lagi susah begindang, beli Surya. Gilingan banget dah.” Apip menggaruk kening. “Nasib oh nasib. Kenapa kita jadi cekak begini ya?” “Akika ada sih duit goceng. Belalang aja dua batang gih.” “Beli dua batang? Hhh malu-maluin.” “Capcus. Mau

  • PANGGUNG HEBOH   Kemanusiaan Yang Terusik (2)

    Seperti biasa BJ memesankan makanan untuk dibungkus. Tapi Adhul menolak. Sepertinya ia sungkan karena BJ terus-terusan berbaik hati padanya. Dari saku celananya ia mengeluarkan ponsel candybar sederhana miliknya dan menunjukkan pada BJ. “Adhul gak usah dibeliin kak. Tadi pak Rokib, tetangga, nelpon minta Adhul cepetan pulang ke rumah sebelum maghrib.” “Maghribnya kan masih lama. Udah gak apa-apa biar kakak pesanin mie buat kamu.” Adhul terlihat malu sebelum kemudian mengangguk. “Mau yang goreng atau kuah?” “Yang kuah.” “Pake sambel?” “Iya tapi dikit aja.” Belum lagi kalimat itu usai, terdengar dering feedback dari panggung yang berada tak jauh dari lokasi mereka berada. Sepertinya manajeman pusat grosir sedang menyiapkan sebuah acara yang akan digelar beberapa jam lagi. Standing mike sudah terpasang beberapa unit berikut ampli dan terminalnya. Testing audio menyebabkan dengin

  • PANGGUNG HEBOH   Kemanusiaan Yang Terusik (1)

    Lichelle memegangi pipi BJ. “And I trust you.” Petir menyambar, disusul gemuruh membahana. Hujan menderas. Sangat deras. Air dari langit tercurah begitu dahsyat, membentuk rinai air yang pekat dan tebal. Seolah menutup pemandangan yang terjadi di teras, antara dua sosok remaja ketika bibir keduanya bertautan. * Urusan melayani seorang pembeli yang membeli kayu reng sudah selesai dilakukan BJ. Ia baru mau menyerahkan Minel yang sejak tadi digendong ke Emak ketika Lichelle mendadak muncul di depannya. “Ada apa?” Pertanyaan BJ tak segera dijawab. Dengan gemas Lichelle menggendong Minel. Seorang bocah berumur tiga tahun sebetulnya bobotnya sudah agak berat dan berpotensi bikin pegal. Tapi postur Minel yang mungil membuat ia masih bisa dengan gampang digendong oleh Lichelle. Melihat Lichelle yang pandai dan luwes menggendong, seketika ingatan BJ teringat pada perist

  • PANGGUNG HEBOH   Memiliki Terlalu Sedikit

    Bagi Abah, kehilangan pekerjaan sebagai interpreter memang agak disayangkan. Tapi keutuhan rumah tangganya adalah di atas segalanya. Pandangan itu diaminkan Emak. Kesulitan sehari cukuplah untuk sehari. Ke depannya tantangan akan seperti apa pasti mereka berdua bisa atasi ketika keduanya saling sepakat, saling tolong, dan saling mendukung. Hanya memang ada satu masalah kecil. Keciiiiiil sekali. Biasanya Abah bangun pagi. Tapi tidak kali ini. Emak sudah berusaha bangunkan suaminya. Sekali, dua kali, dan baru di usaha ketiga Abah baru terbangun. Ia sempat membuka mata, mengobrol sebentar dengan isterinya. Hanya saja ketika Emak ‘lengah’ dan melakukan hal lain, Abah berbaring lagi. Mendengkur malah. “Lho kenapa tidur lagi?” Emak mengomel sembari membangunkan Abah. Bukanya menjawab, Abah malah mengambil bantal guling, memeluknya dan melanjutkan tidur. “Hey, bangun.” “Masih ngantuk

  • PANGGUNG HEBOH   Atas Nama Cinta

    “Enak kan?” “Inhi enhak karhena akhu lhapar....” Lichelle tidak mau mengalah. Ia berucap dengan mulut penuh terisi makanan. “Ini adalah gado-gado terenak se-Jakarta. Kamu pergi kemana pun nggak ada gado-gado seenak ini. Bumbu kacangnya lembut dan ada aroma jeruk nipis. Wuih mantap,” BJ lantas menyuap sesendok untuk mulutnya sendiri. Tak lama ia mengambil secarik tisyu dari box-nya di atas meja dan menyapu mulut Lichelle yang terkena noda bumbu kacang. “Aku maunya ini terakhir ya kita makan di tempat kaya gini soalnya...” “Aaaaaa....” Ucapan Lichelle lagi-lagi tak terselesaikan ketika BJ menyuap satu sendok lagi. Makanan pesanan Lichelle kini datang. Sepiring kwetiau goreng dengan taburan bawang goreng yang menawan. Melihat bentuknya yang menggairahkan Lichelle tergoda untuk segera menikmati. Makanan itu sebetulnya dipesankan oleh BJ untuknya. Dan Lichelle harus mengaku

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status