Between Love And Ideals, merupakan buku fiksi yang berisi tentang semangat remaja millenial dalam meraih mimpi di era globalisasi. Di mana kebanyakan remaja pada umumnya sibuk akan cinta, berbeda halnya dengan Keina yang kepalanya tak pernah sepi dari kata ‘Cita-Cita’. Buku ini hadir untuk memotivasi pembaca agar peduli dengan masa depan, masa yang akan datang. Juga mengajak pembaca agar keluar dari zona nyaman dan berani mencoba hal baru. Membuka mata bahwa dunia tidak pernah berhenti menyajikan sebuah pelajaran. Khususnya tentang arti kehidupan. Tentang arti sahabat. Sebuah hubungan yang di dalamnya berisi dorongan semangat untuk melakukan hal yang bermanfaat. Saling menggenggam menuju kesuksesan yang gemilang. Tak lupa, dari buku ini penulis juga ingin menyampaikan tentang pelajaran yang dapat dipetik dari sebuah kehilangan. Kehilangan mengajarkan kepada seseorang betapa berharganya sebuah kebersamaan. Kebersamaan yang tidak bisa kembali diulang. Jika pun bisa, tokohnya akan berbeda. Jadi nikmatilah setiap moment yang ada, dengan siapa pun kalian melaluinya. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Belajar dari kesendirian, bahwa manusia kuat bukanlah mereka yang menang dalam pertarungan gulat. Manusia kuat adalah manusia yang tetap berdiri kokoh meskipun berulang kali badai menghampiri. Tidak perlu terburu-buru bermain dengan rasa. Akan ada masanya untuk merasakan manisnya cinta yang sesungguhnya. Melangkahlah sejauh yang kalian bisa, bermimpilah setinggi mungkin. Dengan niat yang mantap, semangat pantang menyerah, tekad yang melekat kuat, juga usaha yang sungguh-sungguh, maka kesuksesan bukanlah sebuah kemustahilan.
Lihat lebih banyak“Innalillahi wa inna ilaihi rooji’un.”
“Siapa yang meninggal, Bun?” Keina membulatkan bola matanya.
“Pak Hasan, yang rumahnya di pertigaan depan.”
“Semoga amal beliau diterima di sisi Allah ya, Bun.”
“Aamiin. Udah kamu tidur sana. Besok kamu harus sekolah, ‘kan?”
"Iya, Bun. Ya udah Keina tidur dulu."
***
Keina Ayu Pratibha. Siswi baru yang kini tengah mengikuti Masa Orientasi Siswa. Gadis kelahiran Semarang ini adalah anak periang dengan berbagai mimpi dan selalu bersemangat menjalani hari. Keina selalu bermimpi untuk bisa mengelilingi dunia, terutama Indonesia. Selain periang, dia juga gadis yang mandiri dan pantang menyerah.
Sejak kecil, Keina sangat ingin menjadi seorang penulis profesional. Berbagai penghargaan sudah dia dapatkan dari berbagai lomba menulis yang dia ikuti. Di SMA ini Keina berharap, dia dapat memperdalam kemampuannya dalam menulis. Selain berbagai hal baik, Keina juga memiliki dua kebiasaan buruk dalam dirinya.
Kring! Kring! Kring!
Keina terbangun dari tidur lelapnya lalu menatap ke sumber suara berada. Kedua matanya terbelalak saat mendapati bahwa jam mungil itu menunjukkan pukul setengah tujuh. Tanpa pikir panjang Keina segera beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi.
Setelah memakai seragam dengan rapi, Keina menggapai tas yang tergantung di dinding kamar dan kemudian mengenakannya.
“Ayah, Bunda, Keina berangkat dulu ya. Udah telat soalnya.” Setelah mencium tangan Arya dan Winda, dengan tergesa-gesa Keina melangkah pergi.
“Eh, sarapan dulu!” seru Winda, ibu Keina.
Keina kembali ke meja dapur dan menenggak segelas susu.
“Biar Ayah anterin aja ya, Na,” ujar Arya dengan menatap naik turun menyesuaikan suara tenggorokan Keina.
“Nggak usah, Yah. Keina naik angkot aja, masih keburu kok, tenang aja.”
Arya dan Winda hanya bisa menghela napas, melihat sikap Keina yang selalu bisa mengatasi masalahnya sendiri.
Entah apa alasan Keina lebih memilih naik angkot daripada menggunakan salah satu mobil yang berbaris rapi di garasi. Keina memang sosok yang sangat dewasa. Berbagai fasilitas mewah yang dimiliki tidak menjadikan dirinya menjadi anak yang manja seperti anak-anak bungsu pada umumnya. Keina lebih senang berusaha keras daripada hanya mengandalkan segala akses yang dia miliki.
Dengan penuh semangat Keina menyusuri jalan hingga sampai di tempat biasa angkot melintas. Dia bahkan rela menunggu dan berdesakan duduk di dalam angkot yang berukuran sangat kecil. Melihat Keina seperti sekarang ini sudah dapat dipastikan jika orang lain akan menganggap bahwa dia berasal dari keluarga sederhana. Namun, nyatanya itu salah besar. Keina bak putri raja yang bisa mendapatkan apa pun yang dia mau.
Selain mandiri, otak Keina sudah seperti komputer. Dia sangat cerdas. Hal itu membuat Winda dan Arya begitu memperhatikannya dalam urusan pendidikan. Bahkan mereka sudah menyiapkan daftar universitas yang nantinya akan menjadi tempat Keina melanjutkan belajarnya setelah masa SMA. Wajar saja, orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Jakarta, kota padat penduduk ini sebetulnya bukanlah kota kelahiran Keina. Dia lahir di Semarang. Iya, Arya memutuskan untuk memboyong mereka ke Jakarta agar lebih mudah dalam urusan pekerjaan. Jadi mau tidak mau Keina harus meninggalkan semua temannya dan mulai belajar untuk mencoba memulai lembaran baru. Tentunya dengan orang-orang baru juga, dan di sinilah perjalanan Keina dimulai.
Hati selalu bisa menjadi ruang terbaik untuk menyimpan segala rasa. Hati juga selalu menjadi tempat terbaik untuk membungkam suara. Selain cinta, hati juga tempat terbaik untuk menorehkan luka. Sebuah nama tersemat dalam kalbu, tersimpan rapat dalam kehampaan yang kian mengabu. Akankah sang empu baik-baik saja? Sebuah rasa tak berdosa seakan tengah menghukumnya. Semoga tetap bertahan dan tidak mati rasa.Pesan singkat berisi kata cinta terkubur dalam bersama puing-puing kebimbangan. Bukannya menyerah, hanya saja berhenti sejenak. Memberi jeda pada waktu yang terus mendorongnya untuk lekas berbicara.“Makin ke sini, perasaan gue ke Keina kayaknya makin besar. Bahkan gue bakalan ngerasa galau kalo nggak ngeliat Keina. Gue ngerasa nyesek kalo Keina kenapa-kenapa.” Alga menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.Tidak bisa dipungkiri, Alga menyukai semua hal yang berkaitan dengan Keina. Senyumnya, kebaikannya, bahkan cemberutnya saja Alga suka. Sebegitu dalam hingga takut kehilangan ga
Dengan tergesa-gesa Alga menuju ke ruang pengawas. Jujur saja, Alga sudah dapat mengetahui siapa pelakunya, tetapi dia ingin memastikan bahwa dugaannya itu benar.Tuk tuk tuk"Permisi, Pak.”"Iya, ada apa, ya?""Begini, Pak."Alga menceritakan semua kejadian di toilet putri tadi. Petugas pun setuju untuk mengecek CCTV yang terletak di luar lab, di mana CCTV itu berhadapan langsung dengan gudang, sehingga siapa pun yang keluar masuk ke toilet akan tertangkap oleh kamera."Stop, Pak!""Rara sialan!"Bola mata Alga menangkap dua anak yang baru saja keluar dengan wajah penuh kegembiraan. Pikir saja pakai logika, apa Rara akan sesenang itu setelah membersihkan beberapa toilet di sekolah ini? Tentu tidak, kecuali jika dia baru saja membuat ulah."Sabar, Dek. Jangan melakukan suatu hal saat kamu sedang emosi.""Iya, Pak. Tenang aja, makasih ya Pak, saya permisi dulu." Alga memberikan senyum dustanya. Mana mungkin d
"Oh, shit! Bisa-bisanya gue dibantai sama tuh anak sialan!" Rara bangkit dari duduknya dengan susah payah. "Awas aja, gue bakal buat perhitungan sama dia," ancam Rara. "Talitha ngeri juga ya, jurusnya. Keliatannya aja muka soft, tapi kelakuan kaya preman pasar. Ngeri gue." Saat tengah membayangkan adegan jungkir balik tadi, Rara menatap tajam ke arah Jeje. Membuat Jeje merasa takut melihatnya. "Lo juga tadi ke apa diem aja, hah? Bukannya nolongin, malah bengong. Emang dasar temen nggak guna!" "Ya maaf Ra, gue juga takut kalo bakalan jadi korban bantingannya si Talitha." Rara dan Jeje memutuskan untuk tidak langsung kembali ke kelas. Mereka mampir sebentar ke UKS. Alih-alih mengistirahatkan tubuh, mereka justru memainkan ponsel. Menarik ulur beranda, sambil sesekali cecikikan. Dasar human. Beberapa PMR datang, mereka segera menanyakan hal apa yang menyebabkan Rara dan Jeje berada di tempat tersebut. "Lo berdua kenapa? Ka
Di sebuah kafe, Alga dan Talitha tampak tengah menunggu seseorang. Entah siapa, sepertinya sangat penting. Terlihat dari kedua wajah mereka yang tidak seperti biasanya, sangat serius. Seseorang itu tiba, dan ternyata ....“Gea! Di sini!” Talitha melambaikan tangannya.“Kenapa kalian mau ketemu gue?”“Duduk dulu.” Alga menengok ke sebuah kursi kosong, mengisyaratkan agar Gea duduk di kursi tersebut.“Ge, gue sama Talitha mau langsung to the point aja. Kita pikir lo perlu penjelasan dari kita. Tentang buku itu ....”“Udah, ya. Gue nggak mau denger apa pun lagi.” Gea bangkit dari tempat duduknya.“Dengerin dulu! Lo harus bener-bener denger, kasian Keina. Udah tiga hari lo musuhin dia karena kesalahan yang sama sekali nggak dia perbuat.” Talitha sudah tampak geram, tetapi dia mencoba menahan diri.Gea pun kembali duduk.“Gini, Keina tuh nggak mungki
Hari keempat setelah Gea masuk sebagai anak baru, dua anak paling menyebalkan di kelas telah kembali bergabung. Mereka terlihat lebih sombong dari sebelumnya."Eh, katanya ada anak baru, ya?" Rara sengaja mengeraskan volume suaranya agar terdengar oleh Gea. Gea yang mendengar pun menoleh dan tersenyum ramah."Lo anak barunya, sayang banget anak polos kayak lo harus masuk ke sebuah pertemanan ala orang kuno."Gea mengerutkan dahinya."Eh maksud lo apa, hah?!" Talitha menggebrak mejanya dan memelototi Rara."Udah, Tha," ucap Keina sambil mengelus punggung Talitha."Lo kayak anak baru aja nggak tahu gimana dia sama mulut cabenya," Alga berdiri dan kembali mendudukkan Talitha."Jangan didengerin ya, Ge. Dia emang tukang hasut." Talitha melirik sinis Rara."Kurang ajar!" umpat Rara, "awas aja kalian," ucap Rara dengan tatapan penuh amarah.Rara terus memerhatikan Gea yang sedari tadi tengah asik membaca buku sambil senyum-sen
Di depan kelas, Keina, Talitha, dan Alga tengah berbincang. Sesekali terdengar suara tawa Talitha yang menggelegar seperti petir yang menyambar. Namun, tawa itu lenyap kala muncul sesosok penampakan yang tertangkap oleh kedua bola mata mereka.Tunggu! Sepertinya orang itu mengarah ke tiga anak ini. Wajahnya terlihat tidak asing bagi mereka. Seseorang yang terkenal dengan keangkuhan, ketegasan, dan ada yang mengatakan juga dia cukup kejam memberikan hukuman kepada juniornya. Masih ingat bukan, bagaimana dia menghukum Keina di depan umum?Yeah! Dia adalah senior itu. Kali ini dia benar-benar mendekat, semakin dekat dan ...."Siapa di antara kalian yang mengikuti olimpiade Bahasa Indonesia dan Fisika?" tanya Dev sambil melirik tiga anak yang berdiri di depannya secara bergantian.Dengan gugup Alga dan Keina mengangkat tangannya."Oke ikut saya, sekarang!" Dev melangkah pergi. Berhenti sejenak, memastikan apakah dua adik kelasnya masih mematung a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen