Home / Fantasi / PARALLEL / Pertempuran di Vorkuta

Share

Pertempuran di Vorkuta

Author: Realia
last update Last Updated: 2021-10-05 15:10:23

Vladivostok, Mei 2025

Tiga hari terasa cepat bagi Xabi yang menghabiskan waktunya untuk berlatih berjalan. Kini ia mampu berjalan dengan batuan satu tongkat saja. Sedikit terlambat memang, tapi ia mendapati akun bank dalam ponselnya masih memiliki sejumlah uang. Beruntung semua passcode yang digunakan adalah sidik jari dan retinanya. 

Dengan uang yang ia miliki, Xabi mengganti tongkat kayunya dengan pedang tebu berhias kepala elang di bagian pegangan. Sebuah revolver kecil untuk berjaga-jaga tak luput dibelinya dari toko senjata yang sama. 

Xabi juga memotong habis bagian rambutnya yang gimbal dan menyisakan rambut bob hingga bawah telinganya. Andai matanya tidak sipit, ia akan terlihat seperti gadis Perancis. Sedikit tambahan daging di area wajah akan membuatnya terlihat kembali nomal. 

“Apa kau mencari seseorang, Mademoisele?” sapa Wayne dari lantai dua ketika Xabi masuk dengan penampilan barunya. 

“Ini aku, Wayne.” 

“Oh, aku tidak memperhatikan tongkatnya. Ngomong-ngomong, rambutmu bagus.” 

“Terima kasih.” 

Hari ini tiga anggota Pandora Box: Sergei, Yuri, dan Annet, dijadwalkan tiba di lokasi yang menurut Xabi menyimpan harta karun, Vorkuta. Jaraknya sekitar tiga ribuan kilometer dari Vladivostok. Setelah dikonfirmasi adanya harta tersebut maka Xabi akan mendapatkan tiket pulang. 

“Ada kabar dari lapangan?” tanya Xabi sambil menaiki tangga. 

“Belum, Kita akan segera mengetahuinya.”

Wayne dan Ravil sama-sama menatap perangkat komunikasi yang terhubung ke laptop. Xabi duduk di sofa tak jauh dari mereka. Ia baru sempat memperhatikan penampilan kedua lelaki yang tinggal bersamanya selama tiga hari. Mungkin karena ia sendiri baru sempat memperhatikan penampilan pribadinya. 

Wayne berambut hitam sebahu dengan dahi lebar. Terlihat jelas ia bukan orang Rusia. Xabi menebak ia berasal dari Amerika. Wajahnya sendu tapi periang dengan mata bulat abu-abu. Hidung lancip dan tulang rahangnya lah yang membuat Xabi betah memandangnya lama-lama. Ia sedikit lebih tinggi dan lebar dibanding Ravil. 

Asisten pribadi Wayne itu adalah seorang Rusia tulen dengan rahang yang tegas. Sesuatu yang membuat Xabi menyimpulkan jika orang tersebut dari motherland atau bukan. Rambut pirang cepak dengan mata cokelat yang sedang. Perawakannya kurus dengan jari-jari tangan panjang. 

Selain Wayne dan Ravil, masih ada Sergei, Yuri, Annet dan Igor yang belum sempat bertatap muka dengan Xabi. Selain Igor, mereka pernah paling tidak sekali terlibat dalam pembicaraan telepon. 

Ravil memberi signal, “Telepon darurat dari Sergei!” 

Wayne dan Xabi mendengar suara bergemerisik dari radio. 

“Kenapa kalian tidak menggunakan Coove?” tanya Xabi disambut “Ssssst!!!” kedua kawannya. 

“Sergei, kau mendengarku?” panggil Wayne. 

 

“Ya, Bos! Aku ada di ketinggian enam ribu kaki. Beberapa menit yang lalu Yuri dan Annet sedang memeriksa lokasi dan mereka tiba-tiba diserang.” 

“Aku berusaha terbang serendah mungkin tapi tidak bisa menyelamatkan mereka. Kelompok itu mulai menyerangku juga. Aku berhasil lari dan mendapatkan visualisasi.” 

“Bagaimana kondisi ….” 

“Hartanya? Bagaimana dengan hartanya?” potong Wayne tidak memberi kesempatan Ravil bicara. 

“Positif! Lokasinya benar dan tengah dijaga ketat. Akan kukirim fotonya." 

Ravil menampilkan gambar kiriman Sergei di monitor laptopnya. Keringat dingin mengucur dari dahi Wayne, kedua tangannya saling menggenggam dan terkepal. Ia bicara dengan suara mendesis hampir tak terdengar, “Yes, this is it!” 

Xabi memandang prihatin Wayne yang matanya berkilauan melihat monitor laptop sementara Ravil lebih mengkhawatirkan rekan-rekannya. 

“Xavier, apakah Xavier di sana?” 

“Да! Aku di sini!” 

“Teman-teman lamamu, Seagull, say Hi!” 

“Sergei, kau boleh mundur. Tetap di sana sampai aku dan Igor datang.” 

Panggilan selesai. Wayne segera mempersiapkan keberangkatannya sedangkan Ravil menatap tajam Xabi seolah ingin meludahinya. 

*** 

“Aku ikut!” Ravil menyeruak masuk kamar Wayne yang sedang bersiap. 

“Kau tetap tinggal hingga Xavier pulang ke negaranya.” 

“Yuri dan Annet …,” 

“Mereka baik-baik saja. Seagull tidak akan membunuh mereka begitu saja.” 

“Bagaimana kau bisa begitu yakin?” 

Wayne menatap Ravil lekat-lekat dan memegangi kedua bahunya. “Percayalah padaku. Aku dan Igor akan segera memastikannya. Keselamatan mereka berdua adalah prioritasku. Kau tetap di sini, kita harus memasikan Xavier … selamat … sampai … tujuan. Mengerti?” 

Otot-otot wajah Ravil masih mengeras. 

“Sergei akan menjemputmu saat kau siap.” Wayne berlalu dan tidak menoleh lagi. 

Sesuai kesepakatan, Wayne akan menanggung segala biaya kepulangan Xabi jika keberadaan harta karun tersebut benar adanya. Ravil tidak ada masalah dengan hal tersebut. Namun, fakta bahwa kedua rekannya ditangkap membuatnya marah. Xabi memang telah memperingatkan adanya kelompok lain yang juga mengincar harta tersebut. Kelalaiannyalah yang membuatnya penuh rasa sesal dan ingin melampiaskan semuanya pada Xabi. 

Seolah telah memprediksikan kemarahan Ravil, Xabi sudah lebih dulu kabur. Bahkan sebelum Wayne meninggalkan rumah. Ia sedikit menyesal kenapa tidak langsung pergi setelah memotong rambutnya. Dengan begitu kesempatannya untuk dikenali tentu lebih rendah. Padahal tinggal selangkah lagi ia akan pulang ke Indonesia. Ditangkapnya dua anggota Pandora Box adalah variabel tak terduga yang tiba-tiba muncul dalam rencananya. Wayne mungkin tidak akan mempermasalahkannya. Namun, ia tidak berani membayangkan langkah apa yang akan diambil Ravil dan anggota lainnya. 

Gadis itu meratapi nasibnya di dalam bus yang tengah melaju. Ia berpikir apakah perlu mengunjungi Agnes untuk memastikan ia baik-baik saja atau langsung ke bandara dan pergi ke tempat sejauh harga tiket dari uang yang dimiikinya. Kenyataannya, ia sendiri belum memastikan kemana kendaraan ini akan membawanya. Ia hanya asal naik dan mengambil tempat duduk dekat jendela di bangku tengah. Hari masih sore dan bus masih agak kosong. 

“Permisi, boleh aku pinjam ponselmu?” tanya pemuda yang duduk di belakangnya. 

“Hm?” Xabi menoleh dan melihat pemuda itu menunduk di balik hoodie, sama seperti dirinya. 

“Aku harus menghubungi ibuku dan mengatakan bahwa aku sedang pulang. Ponselku kehabisan baterai,” jelasnya.  

Tanpa curiga sedikitpun Xabi menyerahkan ponselnya. Ia ingat Wayne pernah mengatakan ia tidak perlu khawatir ponselnya di ambil orang. 

“Telepon genggam saat ini adalah barang pribadi. Kau hanya bisa memakai milikmu. Milik orang lain tidak akan banyak berguna untukmu.” 

“Kodenya, ma’am!” pinta sang pemuda dan Xabi menempelkan ibu jarinya. 

Tak lama kemudian, pemuda itu mengembalikan ponselnya dan berterima kasih. Kemudian ia turun di perhentian berikutnya. 

Saat bus mulai melaju lagi, Xabi bisa melihat jelas pemuda itu berdiri di halte dan membuka penutup kepalanya. Gadis itu mengernyitkan dahi dan berusaha mengingat-ingat di mana ia pernah melihat wajah itu sebelumnya. Ia yakin telah melihatnya baru-baru ini. 

Ingatannya tertuju pada Agnes. Dibukanya pesan terakhir perawat itu dan sesuai dugaannya, sang penumpang yang baru saja meminjam ponselnya adalah Vasily. Belum habis rasa herannya, sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak diketahui. Ia sedikit ragu untuk mengangkatnya. 

Bagaimana jika yang menghubunginya adalah Vasily? Okami telah memperingatkan untuk tidak melakukan kontak dengannya. Tapi, bagaimana jika yang menghubunginya ternyata Wayne atau Ravil? Panggilan pertama berakhir disusul panggilan kedua. 

Xabi memutuskan untuk menjawab dengan catatan akan segera menutup telepon jika suara dari seberang tidak dikenalnya. 

“Xavier brengsek, pergi ke mana kau?”

Kata-kata kasar itu secara aneh membuatnya lega. 

“Aa …” 

“Kembali ke sini sebelum malam. Aku tidak mau menebusmu untuk kedua kalinya.” 

“Aku akan pulang sendiri. Terima kasih sudah merawatku. Bye bye!” Xabi menutup ponselnya dan tak lama benda itu kembali bergetar. Ravil nampaknya belum puas. 

Gadis itu mulai memikirkan kata-kata untuk meledek dan membuat warga asli Rusia itu geram. Namun, suara berikutnya yang ia dengar bukanlah Ravil.

*** 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PARALLEL   Cara Lain

    Firage Mountain, Juni 2025Lucifer tak habis pikir kenapa para Archangel bisa memiliki pasukan yang mampu menyaingi monster-monsternya. Sedangkan ia tahu persis seratus lima puluh pasukan yang mereka miliki masih berada di Twillight Valley. Perlahan tapi pasti, pasukan yang berada dibawah kendalinya tumbang dan musuh pun semakin mendekat. Ketika jarak antara mereka hanya terpaut jarak pandang mata, barulah Lucifer sadar apa yang tengah ia hadapi.“Necromancer!” desisnya lirih.Yang menjadi lawan game master kali ini adalah kumpulan nyawa-nyawa dari jiwa yang telah mati. Mereka beterbangan dalam bentuk separuh hantu separuh wujud asli ketika hidup. Meskipun Mikail belum menjadi Archmage, ia adalah seorang dark magician[1] yang bersembunyi di balik jubah putih. Orang penting nomor dua di Archangel itu bahkan bisa menggunakan jiwa orang-orang yang masih hidup. Jadilah ia menggunakan seluruh pasukan yang ia miliki unt

  • PARALLEL   Akhir Pertarungan

    Moscow, Juni 2025Begitu tiba di bandara internasional Vnukovo, Tara langsung melesat menuju apotik. Pemuda Indonesia itu mengatakan bahwa ia kehabisan obat yang biasa ia konsumsi ketika jetlag. Vash pun tidak punya pilihan selain mengikuti. Begitu tiba di konter obat yang sepi pengunjung, Tara menyerahkan secarik kertas pada sang pelayan bertubuh gempal yang terlihat sudah mengenalnya dengan baik.“Lama tak jumpa, Sergei. Aku pikir kau tidak akan ke sini dalam waktu dekat,” sapanya.“Tadinya aku juga berpikir begitu, Shasha.” Tara melempar senyum terbaiknya.Shasha melihat kertasnya sebentar, lalu melihat ke arah Tara dan Vash di belakangnya. Mata sang penjual obat seolah menanyakan sesuatu. Tara tetap tersenyum sambil mengangguk-angguk kecil.“Tunggu sebentar, aku akan mengecek persediaan.”“Okay!”Bagi

  • PARALLEL   Misi Tiga Orang

    Vorkuta, Juni 2025Ruangan itu begitu temaram dengan sedikit cahaya yang datang dari sela-sela atap. Para Ghoul berjalan pelan dan tak beraturan mengelilingi Cry yang duduk di atas gundukan koin emas dari dunia lain.“Percuma saja punya sebanyak ini kalau tidak ada partner untuk membangkitkan.” Pemuda itu mengeluh lirih. Ia menoleh ke arah serpihan-serpihan cermin yang berserakan di seantero ruangan. Kepingan-kepingan kecil itu mulai bergerak, berputar-putar lalu membentuk cermin baru dengan banyak retakan. Benda itu menghadap tepat padanya dan menampilkan pantulan diri yang perlahan berubah menjadi wajah Lucifer.“Kau masih saja bermalas-malasan,” ujar Lucifer.“Kau juga tidak ada perkembangan sama sekali,” balas Cry sambil tiduran di atas gundukan koin lalu melempar satu persatu koin pada wajah Lucifer. Hal itu tentu saja membuat sang raja iblis geram.&nb

  • PARALLEL   Para Penghubung

    Vorkuta, Juni 2025Tumpukan file di atas meja Okami terlihat lebih tinggi dari biasanya. Sejak kebangkitan Lucifer, kekacauan di Vorkuta memuncak. Meski bantuan berdatangan baik dari Pandora Box dan pemerintah, jumlah Ghoul yang berkurang belum menunjukkan angka yang signifikan seperti halnya berkas-berkas di meja kepala Seagull tersebut. Meski ia bukanlah tipe yang suka menunda pekerjaan, data-data dalam kertas itu menunjukkan betapa banyak jumlah prajurit yang berpartisipasi lengkap dengan anggaran konsumsi serta senjata.Okami tidak pernah menduga jabatan yang ia terima lima tahun lalu telah membawanya ke titik terendah dalam hidup. Pada awal pembentukannya, Seagull hanyalah unit kecil khusus yang bertugas mengawal program Vacuum. Operasi mereka tak jauh dari pengawalan para player hingga penutupan mulut para saksi yang tidak perlu.Meski bertugas mengawal, organisasi yang biasanya tak memiliki anggota lebih dari sepu

  • PARALLEL   Jalan Pintas

    Menara Trophaeum, Mei 2025Anak tangga selebar dua meter mengisi terowongan spiral yang kelihatanya mengelilingi bangunan menara. Menurut hemat Xabi, menara itu mulai berbentuk seperti cerobong asap mulai dari lantai dua puluh hingga puncak. Bagian bawah terasa seperti istana dari istana dongeng. Entahlah, Xabi belum sempat menelusuri jengkal demi jengkal semua bagian dan ruangan di sana.Xabi tak jua berhenti berjalan karena mendapati pintu-pintu tiap lantai sudah terbuka. Lumayan juga kemampuan orang ini bisa terus naik, pikirnya. Urielle yang juga berperan sebagai pendukung, terus mengalirkan energi agar teman-temannya, kecuali Xabi, tidak kehabisan tenaga.Akhirnya mereka berhenti di depan pintu lantai dua puluh satu dan yang menunggu di sana adalah sang Rhea, Florence.“Flo!” Urielle menyeruak maju. Ia membungkukkan badan sedikit lalu menyalami kedua tangan peri pendek tersebut. Tarm

  • PARALLEL   Menara Trophaeum

    Westminstone Mountains, Juni 2025Xabi terus menaiki tebing tanpa mempedulikan rasa sakit di jari-jari tangannya. Hatinya jauh lebih sakit setelah kepergian orang-orang yang dekat dengannya. Gadis itu mencoba fokus meraih satu persatu batu pegangan dan terus bergerak naik. Ada kalanya Vasily, Ravil, atau Gabriel melintas di pikirannya. Saat itu terjadi, ia akan limbung, kehilangan keseimbangan, kaki terperosok, atau hampir melepas pegangan.Pedang rantai Ramielle pernah menangkapnya sekali saat tubuhnya meluncur tertarik gravitasi bumi.“Fokus, Xavier! Fokus!” protesnya sambil berteriak.Beruntung bagi skuad Xabi yang masih terdiri dari Tarmielle dan Urielle, kali ini Ramielle ikut sebagai tenaga tambahan. Pedang besar di punggungnya bisa mengeluarkan rantai yang memudahkan mereka menaiki tebing.Tempat tujuan mereka masih jauh berada di atas. Pegunungan daerah barat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status