Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

Share

Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-05-04 08:30:05

Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er.

“Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar.

Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh.

"Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..."

Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng.

Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai.

"Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara.

Namun, t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

    Last Updated : 2025-05-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

    Last Updated : 2025-05-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 1 – Hinaan di Desa Ping An

    Matahari baru saja beranjak dari peraduannya, menyinari atap-atap jerami yang basah oleh embun pagi. Desa Ping An masih terlelap dalam keheningan, kecuali satu tempat—balai desa, tempat para tetua berkumpul untuk membicarakan hal yang dianggap penting. Dan pagi ini, yang menjadi bahan pembicaraan mereka adalah seorang pemuda bernama Li Feng. “Anak itu benar-benar keras kepala! Sudah tahu dirinya miskin, malah bermimpi tinggi!” seru salah satu tetua, wajahnya dipenuhi kerutan yang mencerminkan usianya yang telah senja. “Apa yang bisa diharapkan dari bocah seperti dia?” sahut yang lain, disambut anggukan dari para hadirin. “Ayahnya sudah mati di medan perang, ibunya sakit-sakitan, dan dia sendiri tidak punya keahlian apa pun selain menghabiskan nasi.” Di sudut ruangan, seorang pemuda berdiri dengan tangan mengepal. Wajahnya masih muda, tetapi sorot matanya tajam, penuh tekad yang belum goyah meski dihujani hinaan. Itulah Li Feng. “Aku tidak akan selamanya jadi orang miskin,” katanya

    Last Updated : 2025-03-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 2 - Perjalanan Menuju Ibu Kota

    Langit masih gelap saat Li Feng meninggalkan Desa Ping An. Udara pagi menusuk tulang, embun menggantung di ujung dedaunan, dan aroma tanah basah bercampur dengan harum kayu bakar yang masih menyala dari rumah-rumah warga. Ia melangkah mantap, meski hatinya masih berat meninggalkan ibunya yang sakit. "Ibu, aku berjanji akan kembali dengan membawa kehormatan," bisiknya dalam hati. Langkah kakinya terdengar di jalan berbatu yang mulai menjauh dari desa. Ia hanya membawa sebilah pisau kecil untuk berjaga-jaga, selembar kain yang membungkus beberapa potong roti kering, dan kantong kecil berisi koin perak yang ia kumpulkan dari bekerja di ladang. Itu saja bekalnya untuk perjalanan yang entah akan berakhir di mana. Di Tepi Hutan Guangming Setelah berjalan hampir seharian, Li Feng tiba di tepi Hutan Guangming. Hutan ini terkenal dengan jalurnya yang berliku dan rumor tentang bandit yang sering merampok para pelancong. Namun, tak ada jalan lain menuju ibu kota tanpa melewati tempat ini. "

    Last Updated : 2025-03-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 3 - Kedai Tianxiang

    Malam itu, angin musim gugur berembus lembut di sepanjang jalanan ibu kota. Cahaya lentera berpendar keemasan, menerangi trotoar batu yang ramai oleh pedagang kaki lima dan pengunjung kedai. Li Feng berdiri di depan Kedai Tianxiang, sebuah bangunan dua lantai yang cukup besar, dengan aroma harum masakan yang menguar dari dapurnya. Ia menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk. Di dalam, suasana penuh riuh rendah. Para pelanggan menikmati makanan mereka sambil bercakap-cakap, sementara pelayan berlalu-lalang membawa nampan penuh mangkuk dan teko arak. Seorang pria bertubuh kekar, dengan lengan tergulung dan celemek yang tampak kotor karena percikan minyak, menatap Li Feng dengan mata tajam. "Kau siapa?" suara pria itu berat dan berwibawa. Li Feng membungkuk dengan hormat. "Nama saya Li Feng. Saya datang untuk mencari pekerjaan." Pria itu menyipitkan mata, mengamati pakaian Li Feng yang lusuh dan wajahnya yang terlihat lelah setelah perjalanan panjang. "Hah! Apa kau bisa bek

    Last Updated : 2025-03-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 4: Perkelahian yang Tak Terduga

    Suasana Kedai Tianxiang yang biasanya riuh dengan suara pelanggan malam ini terasa lebih gaduh dari biasanya. Para pengunjung menikmati makanan mereka, ditemani arak hangat yang mengalir deras ke dalam cangkir-cangkir porselen. Di sudut kedai, Li Feng sibuk mencuci piring dengan cekatan. Tangannya bergerak lincah, meskipun tubuhnya terasa lelah setelah seharian bekerja. Namun, di balik lelahnya, ada ketenangan yang ia rasakan. Setidaknya, di tempat ini ia memiliki atap untuk berteduh dan makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Tapi malam itu, takdir tampaknya punya rencana lain. Seorang pria bertubuh kekar dengan bekas luka panjang di pipinya masuk ke dalam kedai. Wajahnya penuh kesombongan, langkahnya berat seolah menantang siapa saja yang berani melawan. Semua orang langsung menundukkan kepala. Mereka mengenalnya—Zhang Bao, seorang pendekar bayaran yang terkenal kejam dan tak segan membunuh hanya karena alasan sepele. Xiao Lan, gadis pelayan yang selama ini baik pada Li Feng, m

    Last Updated : 2025-03-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 5 - Prajurit Kekaisaran Datang

    Angin malam menyapu jalanan ibu kota dengan lembut, membawa sisa aroma masakan dari Kedai Tianxiang. Suasana yang biasanya ramai kini perlahan mereda, hanya tersisa beberapa pelanggan yang masih berbincang santai. Namun, di tengah ketenangan itu, langkah berat sekelompok prajurit menggema di jalan berbatu. Li Feng, yang baru saja menyelesaikan tugasnya mencuci piring, mendongak ke arah pintu. Matanya bertemu dengan tatapan tajam seorang pria berbaju zirah perak, dengan jubah merah berkibar di belakangnya. Prajurit itu tinggi, berwibawa, dan wajahnya penuh bekas luka—tanda bahwa ia bukan sembarang orang. "Siapa di antara kalian yang bernama Li Feng?" Suaranya bergema di dalam kedai, membuat semua orang yang masih tersisa menoleh. Jantung Li Feng berdegup lebih cepat. Xiao Lan, yang berdiri tak jauh darinya, tampak menegang. "Li Feng… apa yang mereka inginkan darimu?" bisiknya. Li Feng menarik napas dalam. Ia tidak melakukan kesalahan apa pun. Namun, sejak perkelahian sebelumnya, ia

    Last Updated : 2025-03-05
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 6 - Ujian Masuk Akademi Militer Kekaisaran

    Li Feng berdiri di tengah alun-alun akademi militer, dikelilingi oleh ratusan pemuda lain yang juga berharap bisa menjadi bagian dari pasukan kekaisaran. Cahaya matahari yang menyengat membakar tanah berpasir, membuat keringat mengalir di pelipisnya. Namun, bukan panas yang membuatnya gugup, melainkan pandangan tajam para penguji—para jenderal berpengalaman yang akan menentukan siapa yang layak melangkah lebih jauh. Di depannya, seorang pria tinggi berotot dengan bekas luka di wajah berjalan ke tengah lapangan. Itu adalah Jenderal Zhao, pria yang dikenal karena kebengisannya dalam melatih prajurit baru. "Siapa pun yang ingin menjadi prajurit kekaisaran harus melewati tiga ujian!" suara Jenderal Zhao menggema, membuat banyak calon prajurit menelan ludah. "Pertama, ujian fisik. Kedua, ujian pertarungan. Ketiga, ujian strategi. Jika kau gagal dalam satu saja, anggaplah impianmu berakhir di sini!" Sorak-sorai dan desahan terdengar dari kerumunan. Beberapa wajah berubah pucat, sementara

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 129 – Air Mata Pendekar

    Api masih membara di mana-mana. Langit di atas Kota Tianxiang bukan lagi biru — melainkan merah darah, seperti dewa-dewa marah menumpahkan kemarahan mereka ke bumi. Debu dan asap membuat napas terasa berat. Setiap langkah terasa seolah melangkah ke dalam dunia yang baru saja dilahirkan kembali… lewat penderitaan. "Li... Feng..." Suara itu... lemah, serak. Hampir tak terdengar di tengah gemuruh bangunan yang runtuh. Tapi bagi Li Feng, suara itu lebih nyaring daripada semua guntur di dunia ini. "Aku di sini!" teriak Li Feng dengan panik, berlutut di sisi tubuh rapuh Putri Ling'er yang tergeletak di atas reruntuhan bata dan kayu. "Ya Tian... ya Langit..." gumamnya. Luka di tubuh Ling’er begitu parah—darah mengalir di sudut bibirnya, dan kulitnya lebih pucat dari salju. Tapi matanya... mata itu masih mencari-cari dirinya. Masih hidup. Li Feng meraih tangan Ling’er yang gemetar, mengangkat tubuhnya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 128 – Api yang Tak Bisa Dipadamkan

    Angin malam menerpa keras, membawa bau logam darah dan asap terbakar ke setiap sudut kota. "Sialan... Apa ini?!" Li Feng terhuyung beberapa langkah ke belakang, matanya membelalak saat melihat lautan api melalap jalanan utama Kota Tianxiang. Gedung-gedung kayu runtuh satu demi satu, jeritan manusia, ringkik kuda, dan dentang senjata saling bertubrukan di udara, menciptakan kekacauan yang mencekik. "Tidak mungkin..." bisiknya. Hanya dalam semalam, kota megah itu — yang dulunya penuh hingar-bingar pedagang dan rakyat yang bercanda riang — berubah menjadi neraka di bumi. "Li Feng!" Teriakan Mei Yue mengembalikannya ke dunia nyata. Wanita itu berlari mendekat, wajahnya dipenuhi abu dan darah — entah darah siapa. "Pasukan asing! Mereka menyerang!" serunya, napas memburu. "Kita harus segera keluar dari sini sebelum—" BOOM! Ledakan keras mengguncang tanah. Dari kejauhan, sebuah menara pengawas runtuh, meng

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 127 – Kepingan Takdir

    "Tidak mungkin..." bisik Li Feng, suaranya nyaris tak terdengar di tengah kesunyian Hutan Terlarang. Bayangan-bayangan makhluk hitam yang tadinya mengepung mereka telah lenyap, sirna bersama alunan nyanyian kuno Mei Yue. Namun, yang tersisa bukanlah ketenangan—melainkan kekacauan yang menggerogoti batin mereka. Mei Yue berdiri terpaku, matanya membelalak, bibirnya bergetar. "Aku..." katanya dengan suara serak. "Aku tak pernah tahu... bahwa ibuku..." Li Feng mengatupkan kedua tangan, mencoba menahan getaran di dadanya. Sial! Dunia terasa seakan terbalik. Seluruh perjalanan mereka, seluruh pertarungan mereka, semuanya—ternyata terikat pada sesuatu yang lebih besar, lebih kelam daripada yang pernah ia bayangkan. "Aku harus tahu lebih banyak," katanya tegas, langkahnya tertatih mendekati Mei Yue. "Kau... kau harus memberitahuku semua!" Mei Yue menggeleng perlahan. "Aku... aku hanya i

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 126 – Nyanyian Kematian

    Kabut hitam itu... astaga, seperti lautan tak berujung, bergulung dari segala penjuru. Li Feng menggenggam erat Pedang Naga Langit di tangannya yang gemetar. Tubuhnya penuh luka gores, nafasnya memburu. "Li Feng!" seru Mei Yue, matanya membelalak ngeri. "Kita harus menyanyikan lagu itu... atau kita mati di sini!" Li Feng mengayunkan pedangnya, membelah satu makhluk hitam. Namun, sialan, tubuh itu tak hancur — malah membentuk diri kembali seperti asap pekat! "T-tidak mungkin...," desah Li Feng, mundur selangkah, lalu dua langkah. Makhluk-makhluk itu mendekat dengan gerakan aneh, seperti boneka-boneka yang digerakkan oleh tali tak kasatmata. "Apa maksudmu lagu? Lagu apa?!" raung Li Feng, kebingungan di tengah kekacauan. Mei Yue menggigit bibirnya, wajahnya pucat. Lalu, dengan suara yang bergetar, ia mulai bersenandung. Nada itu... oh! Nada itu seperti desir angin di padang gurun, sedih, mera

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 125 – Penghuni Hutan Terlarang

    Kabut tipis menggantung rendah di atas pepohonan raksasa, melilit batang-batang tua yang menghitam bagai jari-jari kematian. Udara di Hutan Terlarang terasa berat, seolah setiap helai napas yang dihirup membawa serta beban seribu arwah yang belum tenang. "Huff... tempat ini..." Mei Yue menarik napas pendek, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. "Terasa... salah." Li Feng menggenggam gagang Pedang Naga Langit lebih erat. "Aku tahu," katanya serak. "Tapi kita tak punya pilihan lain." Di balik suara burung hantu yang sesekali mengerik aneh, terdengar bunyi gemerisik—seperti sesuatu yang merayap perlahan di antara semak-semak. Li Feng menghentikan langkah. Mei Yue mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk diam. Tiba-tiba—SRRAK!—sebuah bayangan melintas cepat di depan mereka. "Siapa itu?!" seru Li Feng sambil bersiap bertarung. Tak ada jawaban. Hanya keheningan... lalu suara bisikan. Seolah-olah

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 124 – Luka Lama yang Menganga

    Li Feng duduk di sudut sebuah rumah sederhana di sebuah desa terpencil, memandangi hutan yang menghitam di kejauhan. Sesekali angin malam yang dingin membawa kabut tipis, menambah kesan sunyi dan mencekam. Mei Yue duduk di hadapannya, wajahnya keras, namun di balik matanya, Li Feng bisa merasakan ada sesuatu yang tersembunyi — seakan-akan dia menanggung beban yang tak terungkapkan. "Kita tak bisa terus bersembunyi selamanya," Li Feng berkata pelan, matanya tajam menatap jalan setapak yang mengarah ke desa. "Kau tahu itu." Mei Yue menghela napas panjang, kemudian mengangguk pelan. "Aku tahu. Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini." Li Feng terdiam. Kehidupan yang ia kenal telah berubah. Segalanya terasa begitu rumit. Kutukan Pedang Naga Langit yang menghantuinya, serta misteri yang terus mengungkapkan lapisan-lapisan kelam dari masa lalu. Tak hanya itu, keberadaan Mei Yue yang entah kena

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status