40Aku terseok-seok mengikuti langkah Arman yang menyeret tangan ini. Entah ke mana ia akan membawaku. Yang kutahu sudah terlalu jauh meninggalkan Tuhan Sultan di dalam sana. Aku meronta minta dilepaskan, tetapi Arman tak menggubris. Hingga saat sampai di tempat agak sepi, laki-laki itu menghentikan langkahnya. “Lepas!” Aku berteriak lagi, karena walaupun langkahnya sudah berhenti, tangannya masih mencengkeram kuat. “Apa yang Anda lakukan Pak Arman? Apa Anda sudah gila? Apa yang Anda inginkan?” Aku mencoba melepaskan cengkeraman tangannya di pergelangan tangan ini. “Lepas! Sakit tahu!” Aku menghentakkan tangannya karena ia tak mau melepaskan pergelangan tangan ini. Akhirnya tanganku terlepas setelah beberapa kali menepis tangannya, aku meringis seraya mengusap pergelangan yang memerah. “Apa yang Anda inginkan?” tanyaku dengan suara tinggi. Kutatap tajam wajah tidak tahu malu itu. Dada ini bergerak sangat cepat menahan amarah. Aku marah padanya. Dia pikir siapa dirinya berani memp
41Aku berbalik kembali menghadap Arman. Begitu juga dengan Tuhan Sultan. Kami menatapnya tajam. Sementara yang ditatap menyeringai menjijikkan. “Kenapa?” tantang Arman. “Kalian tidak terima?”Aku menatapnya tajam. “Tidak kusangka mulutmu sebusuk itu, Arman!”Arman melangkah maju. Wajahnya merah. “Itu memang kenyataan! Kalian selingkuh di belakangku!” Tangannya menuding kami. “Jaga bicaramu Arman!” Aku tersulut emosi. Laki-laki tidak tahu diri itu sudah membuat kesabaranku di ambang batas. “Di antara kita tidak pernah terjadi apa pun. Mungkin kau lupa sudah menceraikan aku. Sebelum mengusirku, kau sudah menceraikanku, Arman! Apa hakmu mengatakan itu padaku?” Aku menatapnya tajam. Arman terjengkit, kemudian mengerjap. Sepertinya laki-laki itu kepalanya terbentur. Dia amnesia, lupa kalau sudah menjatuhkan talak. “I-itu baru secara agama, bukan? Secara negara kita masih terikat. Masih bisa rujuk.” Arman berkilah. Antara mual dan geli aku melihatnya. “Aku masih bisa merujukimu, Viol
42Mata ini semakin melebar. Aku marah dengan semua ucapan Arman, tetapi di sisi lain, kaget kenapa kursi roda Tuan Sultan bisa bergerak sendiri, dengan cepat pula. Namun, satu kesimpulanku, si penumpang kursi roda itu pastilah sedang murka. Ini alamat tidak baik! Jangan sampai terjadi sesuatu di sini!Dengan gerakan cepat, aku meraih hendel kursi roda Tuan Sultan, kemudian menahannya agar tidak mendekati Arman. “Tenang tuan, kita tidak boleh terpancing!” Aku menarik kursi roda Tuan Sultan menjauhi Arman. Dapat kulihat wajah Tuan sultan yang merah padam menahan amarah. Sementara di depan sana, laki-laki mulut sampah itu menyeringai penuh kemenangan. Dengan jantung yang berdetak tak teratur, aku memutar kursi roda Tuan Sultan agar tidak menghadap Arman lagi. Kemudian kembali menenangkannya. “Tuan, tenang! Tahan amarah Anda. Aku yakin Arman pasti sengaja melakukan ini, agar Anda marah dan terjadi keributan yang akan mengundang perhatian banyak orang. Jika orang-orang berkumpul, mak
44Hari yang melelahkan. Bertemu Arman dan keluarganya adalah mimpi buruk. Aku membaringkan diri di atas kasur. Tubuh yang penat sedikit rileks. Kutatap satu set perhiasan mutiara dalam kotak cantik. Besok pagi aku akan mengembalikan benda ini kepada Tuan Sultan. Rencananya, malam ini kukembalikan. Bahkan tadi aku sudah menyambanginya di atas. Akan tetapi saat melihat mood-nya buruk, aku memutuskan menundanya. Pertemuan dengan Arman dan keluarganya benar-benar mimpi buruk. Bukan hanya untukku tetapi juga Tuan Sultan. Arman dan keluarganya seperti racun yang menebarkan keburukan kepada semua orang. Bukan hanya yang mengenal mereka, bahkan orang yang baru mereka temui. Entahlah kenapa ada orang-orang seperti itu. Seolah tidak puas menjadikanku pembantu di rumah mereka, kini setelah aku punya kehidupan sendiri pun, mereka masih saja memendam kebencian. Padahal aku merasa tidak punya salah terhadap mereka. Semua yang telah terjadi, tidak menjadikan mereka menyesal. Padahal kudengar
44Aku berusaha melepaskan diri saat sadar Tuan Sultan tengah menciumiku. Aku mendorong wajahnya dengan tenaga yang ada, tetapi ia tak membiarkanku. Bukan melepaskan, ia semakin dalam menciumi bibir ini. Sebelah tangannya memelukku tubuh ini erat, sedangkan sebelah lagi menahan tengkukku. Bukan hanya mencium, ia bahkan menghisap bibirku cukup kuat. Ia juga berusaha memasukkan lidahnya ke dalam mulutku. Aku meronta, berusaha melepaskan diri, tetapi entah setan apa yang merasukinya. Ia semakin ganas. Aku meronta sekuat tenaga hingga kursi roda yang kami tumpangi meluncur mundur dan menabrak tepian ranjang. Namun, itu tak cukup membuatnya menghentikan aksi. Ia terus saja menciumi bibir ini seolah ingin memakanku. Apa Tuan Sultan sudah gila? Atau ia kesurupan? Aku bisa merasakan bibir ini perih, mungkin terluka oleh giginya. Akan tetapi ia tidak juga melepaskanku. Aku bahkan sudah merasakan napas ini tersengal, karena hak bernapasku sudah dirampas paksa. Aku ingin berteriak, tetapi
45Aku menatap diri di depan cermin. Rambut acak-acakkan dan bibir bengkak dengan sedikit luka akibat ulah bos aneh, terpampang jelas di sana. Orang bilang ciuman itu enak dan memabukkan. Apalagi ciuman pertama. Apanya yang enak? Aku merasakan napasku sesak, dan bibirku perih. Itu bukan ciuman, lebih tepatnya, dia melahap bibirku dengan rakus seperti orang kelaparan. Lagi pula, apa yang ada di pikiran bos aneh itu? Apa dia sudah gila? Kenapa tiba-tiba menciumiku? Hukuman katanya? Apa salahku hingga ia menghukumku? Kesalahan macam apa yang hukumannya ciuman?“Arghhh....” Aku berteriak kesal seraya menghapus bibir dengan tisu basah. Entah untuk ke berapa kali. Bahkan, bekas tisu sudah berserakan di meja. Berharap bekas ciuman itu hilang bersamaan dengan usapan demi usapan yang malah membuat bibir ini semakin lecet. Hilang sudah keperawanan bibir ini. Aku sudah ternoda. Padahal aku berharap ciuman pertamaku terjadi dalam suasana romantis dan dengan laki-laki yang kucintai. Dilakukan
46Bahkan keledai pun tidak mau jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama. Apalagi aku manusia. Kejadian tadi pagi membuatku tahu jika Tuan Sultan mengambil kesempatan untuk menciumku dengan dalih hukuman. Kini, saat kejadian sama terulang, tentu aku tahu jika dia kembali menangkap tubuh ini. Dan yang terasa basah itu adalah tubuhnya yang habis berolahraga. Aku tahu kini berada dalam pangkuannya lagi, dan ia berusaha menciumku lagi. Entah ada apa dengan dirinya. Sejak tadi main sergap. Apa libidonya sedang tinggi? Ah, mikir apa aku ini! Yang penting sekarang aku harus melepaskan diri. Belajar dari pengalaman tadi pagi. Sebelum ia berhasil mencium lagi bibir ini, kujambak rambutnya dengan kuat, kemudian menarik kepalanya ke belakang hingga menjauh dari wajah ini. Tidak hanya itu, setelah berhasil menegakkan tubuh, kugigit lengannya yang masih memeluk tubuhku. Terasa keras dan asin dari keringatnya, tetapi tetap kuperkuat gigitan hingga ia berteriak kesakitan dan akhirnya melepask
47Aku merebahkan diri setelah menyumpal telinga dengan headset. Kuputar musik cukup keras dari ponsel. Tentu dengan mematikan wifi-nya lebih dulu. Aku ingin istirahat setengah hari ini, tak peduli bos aneh yang terus memanggil-manggil atau mungkin pak Sam yang kembali menghubungiku. Yang terjadi hari ini cukup melelahkan. Setelah semalam lelah menghadapi keluarga Arman, hari ini masih lelah juga menghadapi Tuan Sultan dan Pak Sam yang aneh. Aku memutuskan mau tidur, tanpa ingin memikirkan apa pun. Bukankah bila hari minggu Tuan Sultan memberiku waktu istirahat setengah hari? Semua yang diucapkan Pak Sam tadi kuanggap angin lalu. Kuanggap ia sedang bercanda. Tak ada satu pun yang kuanggap serius. Agar kepala ini tak semakin pusing. Semoga saja besok keadaan kembali normal seperti sedia kala. Seperti sebelum kami berangkat ke pesta. **Senin pagi kujalani hari seperti biasa. Membereskan kamar Tuan Sultan sebelum berangkat ke kantor. Untunglah sikapnya kembali seperti biasa. Tida