Home / Romansa / PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI / Bab 8 Dapat Voucher gratis

Share

Bab 8 Dapat Voucher gratis

Author: Turiyah
last update Last Updated: 2022-07-20 10:11:45

Aku terduduk lemas, menatap dinding lift, sudah beberapa kali aku menggedor-gedor. Namun tidak ada sahutan dari luar, mungkinkah mereka semua sudah tertidur ataukah mereka tidak mendengar suara gedoran. 

Aku harus bagaimana sekarang, seorang diri di dalam lift dengan hanya membawa gawai yang sudah habis baterainya, aku benar-benar putus asa, mungkinkah aku akan mati, aku belum sempat meminta penjelasan Mas Hasan, aku tidak siap bila harus mati sekarang.

Setidaknya sebelum mati aku sudah membalas perbuatan Mas Hasan, aku ingin menebus kebodohanku sendiri, aku ingin memperbaiki keadaanku saat ini.

Tak terasa air mataku luruh ....

Satu jam ....

Dua jam ....

Tiga jam ....

Akhirnya aku tertidur dengan posisi badan tertekuk, kepala menyender di lutut dan kedua tangan masih memeluk lutut.

Aku tersentak saat ada gedoran pintu dari luar, dan bergegas bangun untuk membalas gedoran, biar mereka tahu kalau ada orang di sini.

Saat ini aku mendengar obrolan dari luar, mungkin lagi berusaha memecahkan masalah untuk membukanya. Dan tak menunggu waktu lama, pintu lift terbuka sedikit demi sedikit, dan terlihat mereka sedang berusaha menarik pintu lift ke samping, dari arah tengah. Akhirnya pintu terbuka meskipun tidak sepenuhnya tapi aku bisa keluar dari sini.

Akhirnya aku tertolong, dan kulihat mereka satu per satu, sebagian mereka mengenakan baju setelan warna hitam dan ada belt di samping bertuliskan Mekanik. Kemungkinan besar mereka lah yang membuka pintu lift.

Aku ingin berlalu meninggalkan tempat ini, badanku terlalu capek dan saat aku mulai melangkah aku mendengar suara sumbang dari salah satu penonton,

"Heh dia udah ditolongin kok gak ada bilang makasih," 

Aku berhenti melangkah dan kutengok pada orang yang berucap tadi, dia memakai seragam dan dia mungkin pegawai hotel ini. 

Emosiku langsung menjalar ke seluruh tubuhku, bagaimana tidak. Ini adalah kelalaian mereka dan aku korban disini, seharusnya mereka yang meminta maaf. 

Tak perlu basa-basi, aku mendekatinya, kutarik kerah bajunya. Tubuhnya yang lebih pendek memudahkanku menarik lebih dekat. Kutatap matanya dengan tatapan melotot. Kulihat netranya langsung berkaca-kaca, dan kurasakan tubuhnya bergetar. Aku bisa melihat ketakutan yang di hadapinya sekarang. Aku harus menggertaknya.

"Perlukah aku melaporkan kelalaian ini ke polisi?! Aku disini adalah korban dari hotel ini! Tidak sadarkah itu, harusnya kamu meminta maaf. Bukannya menunggu aku berterimakasih!" ucapku sambil menghentakkan badannya.

"Ma–maaf, aku tidak terpikirkan tadi," ucapnya memohon dengan matanya yang sudah dibanjiri air mata.

"Mana manajermu!" 

"Tolong jangan kasih tahu masalah ini kak!" Ucapnya masih memohon.

"Aku sudah berbaik hati, ingin melupakan masalah ini, tapi kau seenaknya membicarakan aku. Kayaknya emang kamu itu butuh teguran!" 

 Terdengar suara kaki mendekat. Aku langsung menoleh ke arah itu, aku lihat seorang laki-laki dengan stelan jas hitam dan sepatu pantofel menuju kemari. Mungkin dia atasannya. Kebetulan sekali, aku tersenyum miring dan memandang Mbaknya yang meringsut ketakutan.

"Ada apa ini?" tanyanya melihat aku yang masih memegang kerah salah satu pegawai disini.

Hening

Kurang ajar sekali, tak ada yang menjelaskan perkara ini. Lebih baik saat ini aku akan diam saja. 

"Tadi Mbak ini terjebak di dalam lift, terus pas keluar Mbak pegawai ngomongin Mbak ini katanya tak mau berterimakasih." Jelasnya salah satu dari orang yang masih disini menyaksikan kejadian. Akhirnya ada juga yang menjelaskan. 

Aku melepaskan kerahnya sambil mendorong, lama-lama capek tanganku untuk menahan.

"Jelaskan ini kenapa, Mira? kenapa pelanggan kita bisa marah sama kamu!?" tanyanya.

'Owh ternyata namanya Mira, lihat saja kau Mir,' aku tersenyum sinis dengan tatapan yang masih mengarah ke Mira itu.

Dia masih terdiam dan menundukkan kepalanya. Membuatku semakin gemas saja.

Melihat tidak ada respon, Pak Manajernya kembali bertanya kepada salah satu mbaknya yang berseragam, "Jelaskan kenapa?"

"Tadi Mira membicarakan pelanggan kita, tapi Mbaknya tidak terima, karena kami tak meminta maaf padanya, dan malah menggunjingnya." Jelasnya panjang lebar.

Pak manajer mungkin langsung paham situasinya dan langsung menundukkan punggungnya ke arahku, "Saya selaku manajer disini, meminta maaf atas kejadian yang menimpa anda, ini adalah murni kesalahan kami." 

" Ah sudahlah, awalnya aku ingin melaporkan ini ke ranah hukum. Aku hampir frustasi karena kelalaian kalian, apa lebih baik aku lap–"

"Saya akan memberikan kompensasi untuk ini, saya harap tolong jangan laporkan masalah ini, karena akan berdampak besar dengan pemasukan kami!" 

"Kompensasi? Apa?" tanyaku sambil menaikkan salah satu alis.

"Saya akan memberikan voucher gold gratis check in selama satu bulan dan waktunya bebas," 

Aku terdiam mencoba menghitung berapa keuntungan untukku, sehari check in disini bertarif hampir empat ratusan itu pun yang standar, bagaimana kalau yang gold. Aku tersenyum membayangkan, apalagi saat ini aku butuh refreshing dan belum ingin ketemu Mas Hasan. Pas sekali, aku tidak boleh mengabaikan rejeki nomplok ini.

Padahal niatku sebelumnya aku hanya ingin mengancamnya, karena aku tahu untuk melaporkan pun harus mengeluarkan uang lagi.

"Baiklah, aku akan kembali ke kamarku, aku tidak akan melaporkan kejadian ini. Dan setelah ini aku menunggu vouchernya." 

"Baik terimakasih, nanti akan ada yang mengantarkan voucher ke kamar anda," ucapnya sembari mengulaskan senyuman ke arahku.

Tanpa menjawab aku langsung berlalu ke arah tangga dan menuju ke lantai tiga. 

Biarlah saat ini aku di hotel sendiri tanpa memainkan gawai. Aku ingin melihat Mas Hasan mencariku apa tidak, apalagi sampe sebulan aku tidak pulang.

Aku menaiki tangga perlahan, satu demi satu anak tangga aku lewati. Sambil pikiranku menerawang.

 Tak terasa sudah di lantai tiga, aku berjalan mencari nomor kamar yang aku pesan tadi.

Dan tak menunggu lama aku mendapatkannya Karena kulihat di lantai tiga ini kamarnya tidak terlalu banyak.

Aku mengambil kunci dan membukanya. Aku lihat ruangan dengan dinding bercat Putih tulang, ada TV led yang menempel di tembok, Ada AC, ranjang yang bersepreikan abu-abu polos beserta badcover. Aku kemudian berjalan ke kamar mandi, disana sudah ada shower dengan bath up yang bernuansa putih.

Benar-benar sempurna. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 84. Penyesalan Hasan.

    Bab 73Rita menutup jendela rumah juga kamarnya saat ia menyadari hari telah sore. Perasaannya menjadi lega setelah menggugat cerai Danu. Ya meskipun hasil sidang belum turun tapi Ia yakin pasti ia akan memenangkan kasus ini.Ia menuju dapur. Membuka kotak makanan yang berisi cabe itu dan hendak memasak mie.Saat ia mengambil kotak itu, ia teringat saat Devi mengajari ilmu cara menyimpan sayur yang benar seperti apa. Ia pun jadi merindukan Raihan, saat kebersamaan dengan Reyhan juga Devi kini kenangan itu hadir kembali.Ia juga sempat menyesali dulu telah mengusir Devi malam-malam dan penyesalan itu selalu mengganggu tiap malam tidurnya.Rasty menghalau pikirannya dan membuka plastik bungkus mie itu dan langsung memasukkannya ke panci yang sudah berisi air mendidih. Ia memasukkan perlahan dan memotong beberapa cabe lalu ikut dimasukkan bersama mie tadi.Rasa rindu kepada Raihan membuat ia ingin berkunjung ke pusara RehanIngin sekali ia ke sana namun ia menyadari hari telah sore. Akhi

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 83. Rendi terpaksa jujur

    4Rasti pun menggeser tubuhnya sedikit ke samping meski rasa sakit yang kian mendera di area perutnya tapi tenggorokannya juga menjerit minta untuk diisi. Rasti berusaha kuat untuk mengambil air minum itu hingga naas, bukannya air minum yang ia dapatkan melainkan tubuhnya terjatuh terjerembab ke lantai dan dan infus yang ada di tangannya terlepas begitu saja hingga keluarlah darah dari tangan Rasti itu."To ... tolong," suaranya terdengar parau. Kenapa susah sekali ia bersuara. Ia meringis dan membiarkan darah menetes dari tangannya. Ia hanya bisa menatap nanar. 5 menit berlalu.Seorang perawat datang hendak mengecek keadaan Rasty.Ia terkejut saat mendapati Rasty yang sudah berada di lantai.Perawat itu pun gegas memapah Rasty dan menidurkan kembali ke atas ranjang.Bu ... Bu. Bangun, Bu!" Ia menggoyangkan badan Rasty yang kelopak matanya sudah setengah menutup.Ia gegas membetulkan letak infusnya kembali dan membersihkan darah yang berceceran ke mana-mana."Sus, A–aku mau minum," l

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 82. minta rujuk lagi?

    PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIAku pun kembali mengajak orang suruhan ku ini untuk meninggalkan rumah sakit ini. Sebab aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan Rasti sekarang semuanya antara aku dan Rasti sudah selesai.***POV authorDi sisi lain Devi dan Rendy yang tengah berbahagia bersama keluarga mereka sebab kehadiran calon keluarga baru di rahim Devi. Terlebih lagi Devi dan Rendy yang sangat menantikan sosok mungil itu.Devi sudah merasa tidak sabar akan kehadiran bayi yang selama ini dia impikan. "Terima kasih ya Sayang sudah memberikan calon penerus Rendy Junior disini, aku semakin cinta sama kamu aku janji akan menyayangimu dan menjagamu dengan segenap jiwaku," ucap Rendy sembari menggenggam erat tangan Devi dan mengelus perut Devi yang masih rata itu. Lantas Rendy mencium tangan Devi dan Devi pun tersenyum menanggapi ucapan Rendy yang meski terkesan gombal tapi tetaplah hal itu tulus dari dalam hati Rendy. Mungkin memang Rendy terlihat tidak sempurna karena kekurangan pada f

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 81. . lari dari tanggungjawab

    PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBAB 70Akan tetapi setidaknya aku selama ini selalu menyenangkan hatimu bukan? jadi kurasa itu semua sudah impas atas apa yang kau berikan padaku dan atas apa yang kau dapatkan dariku," uapku sembari tersenyum mengejek pada Rasti."Dasar sialan! kau benar-benar laki-laki sialan Om! Menyesal aku pernah mengenalmu dan menyesal aku sudah memberikan segalanya padamu!" pekik Rasti sembari menatapku dengan tatapan sinisnya itu. Dia kira aku peduli dengan semua itu tentu saja tidak. Bukankah dalam sebuah hubungan itu adalah simbiosis mutualisme? gimana kita saling membutuhkan dan kita saling mendapatkan hasilnya, kurasa hal itu juga yang sedang terjadi dalam hubunganku dan juga Rasti. Rasti yang membutuhkan uang dan aku yang membutuhkan kehangatan. Bukankah hal itu adil? jadi di mana letak aku tega padanya?" gumamku dalam hati. "Enggak usah banyak drama Rasti, cepat kamu tinggalkan rumah ini sebab rumah ini sudah ada yang membeli dan sebentar lagi akan ditempati.

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 80 nasib danu

    PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIMereka pun akhirnya mau bubarkan diri tanpa menghiraukan lagi kondisi Rasti yang sebenarnya dia merasakan sakit di area perutnya itu.***POV DANUAku meremas rambutku dengan kasar aku sangat frustasi saat mengetahui kalau perusahaan yang kebangun dengan susah payah ini sudah di ujung tanduk. Hanya tinggal menghitung hari dan jam saja usaha yang kubangun dengan tetesan keringat itu pun akan bangkrut atau gulung tikar. Terpaksa aku harus mengambil kembali rumah yang sudah kuberikan untuk Rasti untuk aku jual sebagai tambahan penutup hutang-hutangku yang jumlahnya tidak sedikit. Lumayan rumah itu dijual di sekitar laku tiga ratus juta sedangkan hutangku masih sekitar dua miliar lagi. Aku pun tidak tahu harus kemana mencari kekurangan hutang yang aku miliki ini, aku sudah memperingatkan Rasti untuk segera meninggalkan rumah itu tetapi saat pembeli rumah tersebut mengatakan padaku jika rumah itu belum kosong sebab masih ditinggali oleh Rasti aku pun berinisiat

  • PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI    bab 79. Rasti disoraki warga

    4PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIkalau begitu saya permisi dulu ya bu-pak Mari," pamit sang dokter dan akhirnya tubuhnya menghilang dari pandangan orang-orang yang ada di rumah itu.***"Selamat ya Pak ini istri bapak sudah hamil usia empat Minggu dan ini kantung janinnya juga sudah terlihat ya," ucap sang dokter pada Rendi dan juga Devi yang tengah berbaring di atas ranjang pasien dengan posisi perutnya yang sedikit terbuka untuk di USG. Rendi yang melihat dengan antusias pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk lengkungan senyum yang sangat manis begitupun dengan Devi dia merasa sangat bahagia dengan berita yang ia tahu kali ini dari suaminya saat dia baru saja tersadar dari pingsannya tadi."Alhamdulillah ya Allah Enkau akhirnya berikan titipanmu padaku setelah ujian yang kau berikan padaku selama ini," ucap Devi dalam hatinya. Setelah dokter selesai memeriksa perut Devi, Rendy pun membantu Devi untuk bangun dari posisi berbaringnya. Lantas mereka berdua mengikuti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status