Leo tersentak, mencoba mengendalikan mobil yang mulai oleng. Herley, yang berdiri di tengah jembatan, merasakan angin kencang saat mobil mendekat dengan cepat. Refleksnya tajam; ia melompat ke samping dengan kelincahan yang luar biasa, menghindari tabrakan tepat pada waktunya.
Mobil sport itu bergoyang keras, hampir menabrak pembatas jembatan sebelum Leo berhasil mengendalikannya kembali. Mobil berhenti dengan berdecit tajam, hanya beberapa meter dari tempat Herley berdiri.
Leo dan wanita itu terengah-engah, jantung mereka berdebar kencang. "Apa yang baru saja terjadi?" Leo memandang ke arah Herley dengan mata terbelalak. "Siapa pria itu?"
Wanita itu masih terguncang, tetapi tatapannya mengarah ke Herley dengan rasa ingin tahu yang bercampur ketakutan. "Aku tidak tahu, tapi dia terlihat seperti... dari dunia lain."
Herley menatap mereka dengan pandangan tajam, mencoba memahami situasi yang aneh ini. Tetapi instingnya mengatakan bahwa mereka mungkin bisa membantunya memahami dunia baru ini.
Tiba-tiba, Leo tanpa sengaja menginjak pedal gas dengan kuat. Mobil melaju cepat ke depan, membuat setengah badannya berada di luar jalan, dan sebagian besar mobil hampir jatuh ke laut lepas.
"Leo! Apa yang kamu lakukan?" wanita itu berteriak panik, memegang erat-erat dashboard mobil.
"Astaga, aku tidak sengaja!" Leo mencoba mengendalikan mobil, tapi semakin panik, semakin sulit baginya untuk berpikir jernih. "Kita akan jatuh!"
"Apa? Aku tidak mau, selamatkan aku!" teriak wanita itu semakin panik. "Leo, cepat lakukan sesuatu!"
"Apa kau tidak lihat aku sudah berusaha? Diamlah!" Leo balas berteriak, nadanya frustasi dan penuh kecemasan. "Fuck!"
Leo mencoba melajukan mobilnya ke belakang, namun ban mobil tiba-tiba turun dari tepi jalan, membuat mereka berdua berteriak ketakutan.
AAAKKKHHHHHHHHH!
"Leo, kita akan mati!" wanita itu menjerit, air mata mengalir di wajahnya.
"Pegang yang erat!" Leo berteriak, napasnya tersengal-sengal. "Aku tidak tahu harus bagaimana lagi!"
"Kita tidak bisa keluar dari sini! Kita akan jatuh!" wanita itu menjerit lagi, menggenggam tangan Leo erat-erat.
"Aku berusaha! Tenang saja!" Leo mencoba menenangkan wanita itu, tapi suaranya penuh dengan ketakutan. "Kita akan baik-baik saja!"
Herley melihat situasi berbahaya itu dan tanpa ragu berlari ke arah mobil. Dengan kekuatan luar biasa yang dimilikinya sebagai seorang raja perkasa di zamannya, ia menempatkan dirinya di belakang mobil dan mulai mendorongnya dengan sekuat tenaga.
"Apa yang dia lakukan?" wanita itu berteriak lagi, matanya melebar melihat Herley yang berusaha menyelamatkan mereka. "Dia tidak mungkin bisa mengangkat mobil ini!"
"Apa dia akan mendorong kita?" Leo semakin panik.
"Tidak! Aku tidak ingin mati, Aku tidak ingin mati!" teriak wanita itu.
Leo melihat ke arah Herley, "Pegang yang erat!" Leo berteriak, mencoba membantu dengan mengarahkan kemudi mobil kembali ke jalur.
Herley, dengan kekuatan yang tampaknya melebihi manusia biasa, mengerahkan seluruh tenaganya. Tangan-tangannya yang kokoh memegang bagian belakang mobil, dan dengan satu dorongan yang kuat, mobil itu mulai bergerak mundur. Tampaknya mobil itu ringan baginya, seperti mainan. Dalam hitungan detik, Herley telah memindahkan mobil itu kembali ke jalan yang aman, jauh dari tepi jembatan.
Wanita itu menatap Herley dengan mulut ternganga. "Bagaimana... bagaimana dia bisa melakukan itu?"
Leo keluar dari mobil dengan tangan gemetar. "Kau... kau benar-benar menyelamatkan kami. Siapa kau sebenarnya?"
Herley hanya mengangguk, napasnya tetap tenang meski baru saja mengerahkan kekuatan besar. "Namaku Herley." Herley bingung, meskipun dia tidak mengingat tentang dirinya, namun nama Herley spontan keluar dari mulutnya.
Leo masih terlihat terguncang, tetapi rasa ingin tahunya melebihi ketakutannya. "Sebenarnya, dari mana asalmu? Bagaimana kau bisa begitu kuat?"
Herley mengerutkan kening, mencoba mengingat sesuatu, apa pun. Namun, pikirannya kosong. "Aku... aku tidak tahu. Tempat asalku... rumahku... keluargaku... semuanya kabur. Aku hanya ingat namaku, tapi tidak yakin apakah itu memang namaku?"
Wanita itu mendekat dengan hati-hati, rasa penasaran mengalahkan ketakutannya. "Bagaimana bisa kau tidak ingat apa-apa? Apakah kau mengalami kecelakaan atau sesuatu?"
Herley menggeleng pelan, matanya menatap ke kejauhan seolah mencoba menangkap bayangan yang hilang. "Aku tidak tahu!"
Leo mengerutkan kening, mencoba menyembunyikan ketidakpercayaannya. "Dia tidak tahu siapa dirinya. Bagaimana bisa kita mempercayainya?" bisiknya kepada wanita di sebelahnya.
Wanita itu memandang Herley dengan simpati. "Dia menyelamatkan kita. Kita tidak bisa meninggalkannya begitu saja."
"Dia mungkin gila," balas Leo dengan nada rendah namun tegas. "Kita tidak tahu siapa dia atau dari mana asalnya."
"Tidak, dia tidak gila." Wanita itu menggeleng, tatapannya penuh keyakinan. "Kau tidak merasakannya? Ada sesuatu yang istimewa tentang dia."
Leo menatap wanita itu dengan frustrasi. "Apa kau mengatakan itu karena melihat wajahnya yang tampan? Jangan biarkan penampilannya membutakanmu."
Wanita itu menatap Leo tajam. "Ini bukan tentang penampilannya. Ini tentang fakta bahwa dia menyelamatkan kita tanpa ragu, tanpa berpikir dua kali. Bagaimana bisa kau begitu cepat menghakimi seseorang yang baru saja menyelamatkan nyawa kita?"
Herley, yang mendengar percakapan mereka tidak ambil pusing, dia berbalik dan akan pergi.
"Tunggu!" Wanita yang bernama Calista memanggilnya. "Kemana kamu akan pergi?" tanyanya khawatir.
"Aku mengikuti langkahku!"
"Tapi jembatan ini masih panjang, kau tidak akan menemukan perumahan di sekitar sini," Calista menatap Leo untuk memberikan Herley tumpangan.
Namun, pria itu mendengus. "Kamu yang ingin tinggal di jembatan ini dan memberikan tempat dudukmu pada pria ini? Atau Aku yang harus tinggal di jembatan ini dan memberikan kursiku pada pria ini?"
Calista tertegun, mobil yang mereka tumpangi memang hanya ada dua kursi saja. "Kalau begitu berikan dia uang. Ucapan terima kasih saja tidak mampu kau berikan. Pria ini sudah menyelamatkanmu, kamu harus ingat itu!"
Leo tidak ingin memperpanjang masalah, dia menuju mobil dan mengambil dompetnya. "Aku tidak punya tunai," dia masih melihat dompetnya, black card tersusun rapi.
"Satu black card itu tidak akan mengurangi kekayaanmu," sindir Calista.
"Dan satu black card ini mampu menghidupimu dan memberimu tempat tinggal mewah," lanjut Leo yang merasa enggan memberikan black card_nya pada Herley.
Calista dengan cepat menarik black card itu dari tangan Leo dan memberinya pada Herley, "jika kamu menemukan toko pakaian, belilah dan ganti pakaianmu. Kartu ini juga bisa kamu gunakan untuk menginap di hotel atau membeli rumah. Gunakan dengan baik!"
Herley menatap benda itu, "tidak perlu!"
Leo membelalakan matanya karena terkejut, "kau menolaknya?" Pria itu menyeringai tak percaya, "Kau pasti bercanda. Siapa yang menolak kesempatan seperti ini?"
Herley tetap tenang. "Aku tidak membutuhkan itu. Aku hanya membutuhkan jawaban."
Leo tertawa sinis. "Jawaban? Kau pikir jawaban akan memberi makanmu atau memberikan tempat untuk tidur? Dunia ini keras, Man."
Calista menatap Leo dengan cemoohan. "Dan dunia ini membutuhkan lebih banyak orang seperti Herley, yang mau membantu tanpa pamrih."
Leo memutar matanya, tidak ada gunanya berdebat lebih lama.
"Herley, jawaban apa yang kamu butuhkan?" Calista bertanya dengan lembut seakan ingin menolong pria itu.
"Siapa diriku?"
Leo, yang mulai kehilangan kesabaran, memutar matanya dan mengejek, "Mana aku tahu siapa dirimu? Aku hanya ingin pergi dari sini."
Calista menoleh pada Leo dengan tatapan tegas. "Leo, jangan bersikap kasar!" ucapnya lalu memandang Herley dengan empati. "Jawaban itu mungkin tidak akan datang dengan mudah. Tapi, apapun yang kamu cari, ingatlah bahwa perjalanan ini bisa membantu kamu menemukan siapa dirimu sebenarnya. Terkadang, kita harus melawan ketidakpastian untuk memahami diri kita sendiri."
Leo mendengus, tampak kesal, "bisa kita pulang sekarang?"
Sebelum pergi, Calista dengan cepat mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetnya dan menyerahkannya kepada Herley. "Ini untukmu. Mungkin bisa membantumu, gunakan itu untuk mengganti pakaianmu. Dan ini," ia menambahkan sambil menyerahkan kartu nama. "Kartu namaku. Jika kamu membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk menghubungiku."
Herley menerima uang dan kartu nama itu dengan hati-hati. "Terima kasih. Aku akan mengingat tawaranmu."
Leo mendorong Calista untuk segera pergi. "Kita pergi sekarang! Aku tidak suka dengannya!" ucap pria itu saat memasuki mobilnya.
Leo mencibir, "Dia bilang lupa siapa dirinya, tapi sebenarnya dia hanya bermain drama. Menolak black card yang kuberikan, tapi malah menerima uang dan kartu nama? Itu seperti menolak permata berharga hanya untuk mengumpulkan kerikil."
Calista menutup mulutnya, ngeri melihat pemandangan itu. “Harley, kita tidak akan berhasil. Kita semua akan tenggelam...”Harley memutar otaknya cepat. Dia harus membuat keputusan yang tepat. “Tidak, kita masih bisa selamat. Ayo, kita menuju sekoci terakhir. Aku akan memastikan kau naik ke sana.”Dengan sigap, Harley menuntun Calista menuju sekoci terakhir yang masih ada. Penumpang lain sudah mulai memenuhi tempat itu, tetapi Harley tidak ragu. Dia mengangkat Calista ke atas sekoci, memastikan dia duduk dengan aman sebelum naik sendiri.“Kau aman di sini,” katanya sambil menggenggam tangan Calista, mencoba menenangkan wanita itu.Namun, baru saja mereka duduk, tiba-tiba ada penumpang lain yang berusaha memaksa masuk ke sekoci, mendorong dengan kasar.“Aku juga harus naik! Ini hidup dan mati!” pria itu berteriak, wajahnya penuh kepanikan.Harley segera berdiri, tubuhnya menegang. “Tenang!” serunya dengan suara tegas. “Kita semua akan turun satu per satu. Tidak ada yang harus panik.”Pr
Kapal pesiar besar itu semakin terombang-ambing hebat di tengah badai yang mengamuk. Angin kencang dan ombak tinggi mengguncang kapal tanpa ampun, membuat semua yang ada di dalamnya panik dan berusaha menyelamatkan diri. Suara gemuruh badai bercampur dengan jeritan penumpang yang berlarian, mencoba mencari jalan keluar di tengah kekacauan yang semakin memburuk.Di sudut kapal, Harley masih memegangi Leo yang tak berdaya di bawah cengkeramannya. Leo, yang kini sudah lelah melawan, hanya bisa terengah-engah, wajahnya basah oleh keringat dan air hujan yang menetes dari atap. Harley tahu dia tidak bisa terus-menerus menahan Leo, tetapi dia juga tidak bisa membiarkannya bebas. Leo terlalu berbahaya untuk dibiarkan begitu saja, terutama setelah semua yang telah dia lakukan.“Harley, kita harus pergi sekarang, kapal ini akan tenggelam!” seru Calista, yang berdiri tidak jauh darinya, dengan suara gemetar. Tubuhnya masih bergetar ketakutan, meskipun dia berusaha keras untuk tetap tenang.Harle
"Sudah cukup, Leo," kata pria itu dengan suara rendah tapi tegas. "Kau tak bisa mengendalikan semuanya. Badai ini akan menghancurkan kita semua, dan uangmu tak akan menyelamatkanmu kali ini."Leo menatap pria itu dengan tatapan penuh kebencian, "Diam! Kau tak tahu apa-apa! Aku akan keluar dari sini hidup-hidup! Dan tak ada yang bisa menghentikanku!"Pria itu menggeleng pelan, seolah menyayangkan kejatuhan Leo ke dalam kegilaan. "Mungkin kau bisa menyelamatkan dirimu sendiri, Leo, tapi ingatlah ini. Kau akan mati sendirian."Sebelum Leo bisa membalas, pria itu berjalan menuju lemari pelampung yang masih tersisa, diikuti oleh beberapa penumpang lain yang kini lebih memilih mengikuti arahan pria tersebut daripada terjebak dalam kegilaan Leo. Namun, Leo tak peduli. Dia hanya punya satu tujuan: bertahan hidup, apapun caranya.Badai semakin menggila, dan kapal itu pun terus berguncang. Semua orang, termasuk Leo, kini berada di ujung tanduk, di antara hidup dan mati, tak ada yang bisa memast
DOOR! Pria berbadan besar itu tergeletak di lantai dek, darah menyembur dari luka tembak di kepalanya. Tubuh yang tadinya penuh tenaga, kini hanya seonggok daging tak bernyawa di bawah kaki Leo. Semua orang yang menyaksikan kejadian itu terdiam sejenak, seolah tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Leo menatap tubuh tak bernyawa itu dengan tatapan dingin, lalu memutar pistolnya, memastikan tidak ada lagi yang mencoba mengambil apa yang menjadi miliknya. “Dengar baik-baik!” Leo berteriak, suaranya menggema di tengah raungan badai. “Tak ada seorang pun yang boleh merebut milikku! Apapun yang ada di kapal pesiar ini adalah milikku! Dan aku akan mempertahankannya sampai mati!” Para penumpang yang masih bertahan memandangnya dengan ketakutan, tak ada yang berani mendekat. Mereka tahu, di bawah tekanan dan ketakutan, Leo sudah kehilangan kendali. Dia akan melakukan apa saja untuk menyelamatkan dirinya sendiri, termasuk mengorbankan nyawa orang lain. Tiba-tiba, suara teriakan lain
Dengan satu gerakan cepat, Herley menarik Dario ke atas dek, menyelamatkannya dari maut. Pria itu terkapar di lantai dek, tubuhnya basah kuyup dan gemetar. Ia mencoba bangkit, tapi lututnya lemas, membuatnya tersungkur lagi. Herley berdiri di hadapannya, bayangannya menjulang seperti sosok malaikat kematian yang siap menuntut balas."Kau tahu," suara Herley terdengar tenang, namun setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan ancaman dingin, "orang-orang seperti kau selalu merasa di atas segalanya. Uang, kekuasaan, dan status sosial yang kau punya membuatmu merasa tak tersentuh. Tapi lihatlah dirimu sekarang. Tak ada satu pun dari itu yang bisa menyelamatkanmu dari badai ini. Atau dari aku."Dario menelan ludah, napasnya tersengal-sengal. "Aku... aku minta maaf, sungguh... aku benar-benar menyesal..."Herley menggeleng pelan, tatapannya penuh penghinaan. "Kata-kata itu, tak ada artinya bagiku. Penyesalanmu hanya muncul saat kau berada di ujung kematian. Kalau badai ini tak perna
Dua pengawal yang tadinya hendak mendorong Herley ke laut kini berusaha keras bertahan dari badai yang semakin menggila. Mereka terpental ke samping, jatuh menabrak pagar dek. Tali yang mengikat Herley mulai longgar karena guncangan yang tak terkendali. Dengan gerakan cepat, pria itu menggoyangkan tubuhnya, melepaskan diri dari lilitan tali kapal yang keras. Setelah itu, ia berdiri tegak di tengah dek, di mana angin dan ombak seolah enggan menyentuhnya.Dario yang masih berusaha berdiri, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Ini tidak mungkin!" teriaknya, matanya melotot ke arah Herley yang kini bebas dari ikatan. "Kau seharusnya tidak bisa lolos!"Herley melangkah perlahan ke arah Dario, setiap langkahnya stabil meski kapal berguncang hebat. "Kalian pikir bisa mengendalikan segalanya dengan uang dan kekuasaan," kata Herley dengan suara yang tenang namun penuh ancaman. "Tapi kalian lupa satu hal... alam tidak bisa dibeli."Dario yang mulai ketakutan, mundur sambil meraba-raba paga