Home / Pendekar / PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU / Bab 4: Makhluk dari Kegelapan

Share

Bab 4: Makhluk dari Kegelapan

last update Last Updated: 2024-10-15 22:57:45

Makhluk berbulu yang muncul dari balik semak-semak itu menggeram, matanya bersinar dalam gelap. Tubuhnya besar, dengan cakar yang tajam, dan nampaknya sangat kuat. Arif merasakan getaran tanah saat makhluk itu melangkah maju, dan ketakutan mulai merayap dalam dirinya. Namun, tekadnya untuk melindungi Lila dan Danu mengalahkan rasa takut itu.

“Siap, Danu!” teriak Arif, suaranya tegas meskipun hatinya berdebar. “Kita harus bekerja sama!”

Danu segera menarik busurnya, meraih anak panah dengan kecepatan tinggi, dan melepaskannya. Anak panah itu meluncur cepat menuju makhluk tersebut, tetapi makhluk itu dengan gesit menghindar, membuat anak panah itu hanya mengenai batang pohon di belakangnya.

“Tidak boleh menyerah!” Lila berseru, mengangkat sebatang kayu dan bersiap menghadapi makhluk itu. “Kita harus bergerak cepat!”

Arif mengatur napas, mengandalkan indra pendengarannya untuk memperkirakan gerakan makhluk itu. Dengan satu lompatan, makhluk itu menerjang ke arah Danu, tetapi Arif, dengan insting yang tajam, melompat ke depan dan mendorong Danu ke samping.

“Danu! Lila! Ke samping!” seru Arif, lalu ia mengarahkan tinjunya ke arah makhluk itu. Dengan kekuatan yang sudah terlatih, Arif memukul makhluk itu di bagian samping kepala, membuatnya terhuyung.

Lila mengambil kesempatan itu, menghampiri dari sisi dan mengayunkan kayu yang dipegangnya ke arah kepala makhluk itu. Meskipun tidak mengenai tepat sasaran, serangannya cukup untuk membuat makhluk itu marah. Ia berbalik, menggeram dengan suara menggelegar, dan menyerang Lila.

Lila berusaha menghindar, tetapi makhluk itu terlalu cepat. Arif merasakan jantungnya berdegup kencang saat melihat Lila terjepit. Dalam sekejap, ia mengalihkan perhatian makhluk itu dengan teriakan.

“Hey, di sini!” Arif berteriak, berlari menuju makhluk itu, berusaha mengalihkan perhatian makhluk dari Lila.

Sebuah rencana mendadak muncul di benaknya. Dengan cepat, Arif mengambil batu besar di tanah dan melemparkannya ke arah makhluk tersebut. Batu itu mengenai makhluk tepat di bagian belakang, membuatnya berbalik dengan marah, kembali fokus pada Arif.

“Kau tidak bisa melawanku!” teriak Arif, dan saat makhluk itu menerjang, Arif bersiap-siap, mengingat semua teknik yang dipelajarinya. Ia menghindar dengan gesit dan menendang makhluk itu, membuatnya terhuyung sekali lagi.

Danu, melihat kesempatan terbuka, kembali melepaskan anak panahnya. Kali ini, anak panah itu mengenai sayap makhluk tersebut. Makhluk itu meraung kesakitan, tetapi itu tidak menghentikannya. Arif menyadari bahwa mereka perlu menyerang dengan lebih terkoordinasi.

“Danu, tembak lagi! Lila, siapkan dirimu untuk menyerang!” perintah Arif, berusaha menjaga fokus timnya.

Lila mengangguk, mengambil posisi, sementara Danu menyiapkan anak panahnya sekali lagi. Dengan semangat yang membara, Arif bersiap untuk melanjutkan pertarungan.

Dengan kombinasi serangan dari Danu dan Lila, makhluk itu mulai kehilangan kekuatannya. Arif mengatur langkahnya, memanfaatkan setiap celah untuk menyerang. Ketika makhluk itu berusaha melawan, Arif melakukan gerakan cepat, menyerang dengan tendangan keras yang membuat makhluk itu terjatuh.

Akhirnya, dalam kombinasi serangan yang terkoordinasi, mereka berhasil mengalahkan makhluk itu. Makhluk berbulu itu tergeletak di tanah, napasnya berat, dan akhirnya tak bergerak lagi. Arif, Lila, dan Danu saling berpandangan, napas mereka terengah-engah, merasakan pencapaian yang luar biasa.

“Kita berhasil!” teriak Lila, kegembiraannya mengalir melalui seluruh tubuhnya. “Kita benar-benar berhasil mengalahkannya!”

Arif merasa bangga, tetapi dalam hatinya, ia tahu bahwa ini hanyalah awal. Mereka masih memiliki perjalanan panjang untuk menemukan Artefak Terang dan menghadapi lebih banyak makhluk kegelapan.

“Jangan terlalu senang dulu,” kata Danu, menepuk bahu Lila. “Ini baru permulaan. Kita harus tetap waspada.”

Mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Dalam keheningan hutan, mereka duduk di dekat makhluk yang telah mereka kalahkan, merenungkan apa yang baru saja terjadi.

“Arif,” Lila bertanya dengan serius, “apa yang akan kita lakukan jika kita bertemu lebih banyak makhluk seperti ini?”

Arif menghela napas, berpikir sejenak. “Kita harus berlatih lebih keras. Kita perlu belajar lebih banyak tentang apa yang ada di luar sana. Dan kita perlu menemukan Artefak Terang secepatnya. Itulah satu-satunya cara untuk mengusir kegelapan ini.”

Lila mengangguk, menatap jauh ke dalam hutan. “Kita bisa melakukannya, Arif. Aku percaya pada kita.”

Setelah beberapa saat beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan, melewati jalur yang semakin gelap. Suasana di hutan semakin mencekam, dan suara-suara aneh kembali terdengar, mengingatkan mereka akan ancaman yang selalu mengintai.

Mereka bergerak lebih hati-hati, saling menjaga satu sama lain. Ketegangan meningkat saat mereka memasuki bagian hutan yang lebih dalam. Di tengah kegelapan, Arif mendengar suara gemerisik di balik semak-semak. Rasa takut kembali menghampiri, tetapi ia berusaha tetap tenang.

“Siap-siap,” bisiknya kepada Lila dan Danu. “Kita mungkin tidak sendirian lagi.”

Tiba-tiba, sekelompok makhluk muncul dari kegelapan, lebih banyak dari sebelumnya. Matanya menyala dalam gelap, menatap mereka dengan lapar. Arif merasakan adrenalin mengalir deras di tubuhnya. Mereka harus melawan lagi, dan kali ini, mereka tidak bisa gagal.

“Siap?” tanyanya, menatap kedua sahabatnya. Mereka mengangguk dengan tegas, siap menghadapi tantangan baru yang menghadang.

Dalam ketegangan yang mencekam, mereka bersiap untuk pertempuran yang lebih besar. Arif tahu bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan berjuang bersama untuk melindungi desa dan satu sama lain. Kegelapan mungkin mengancam, tetapi semangat persahabatan mereka akan menjadi cahaya yang tidak akan pernah padam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 145 : Cahaya di Akhir Perjalanan

    Raka berdiri di atas tebing yang menghadap ke desa Lembah Hantu, tempat segala sesuatunya dimulai. Cahaya matahari pagi menyinari lembah dengan lembut, seolah memberikan restu terakhir atas perjalanannya. Seiring berjalannya waktu, Raka tidak hanya menjadi seorang pendekar yang dihormati, tetapi juga seorang pelindung yang dipandang sebagai pahlawan oleh banyak desa. Namun, ia tahu bahwa ini adalah waktunya untuk mengakhiri perjalanannya sebagai pendekar. Di sampingnya, Arjuna, sahabat sekaligus rekan yang telah setia mendampinginya, tersenyum bangga. Mereka telah bersama melalui banyak pertempuran, mengalahkan musuh-musuh kuat, dan membela orang-orang yang membutuhkan perlindungan. Sekarang, setelah semua ancaman besar tersingkir, mereka bisa merasa bahwa tugas mereka telah selesai. "Raka, kita telah melewati banyak hal. Tapi aku tahu kau merasa ada yang masih tersisa," kata Arjuna sambil menepuk pundaknya. Raka mengangguk. "Iya, Arjuna. Aku merasa perjalanan ini bukan hanya soa

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 144 : Kebangkitan Harapan

    Setelah kemenangan melawan Surya Kelam, desa-desa di sekitar hutan akhirnya mendapatkan ketenangan yang sudah lama mereka rindukan. Raka, Arjuna, dan para pendekar lainnya disambut sebagai pahlawan di setiap desa yang mereka kunjungi. Penduduk desa memberi mereka sambutan hangat, dengan perayaan sederhana yang penuh kegembiraan dan ucapan syukur. Namun, di balik semua itu, Raka merasakan ada tanggung jawab yang lebih besar di pundaknya.Suatu malam, di tengah perayaan kecil di desa Lembah Hantu, Raka dan Arjuna duduk bersama di tepi sungai yang tenang, menikmati suara alam yang kembali damai. Di bawah cahaya bintang, Arjuna menatap Raka dengan penuh kekaguman.“Raka,” kata Arjuna dengan nada serius, “dalam perjalanan kita, aku melihat bagaimana kau berkembang. Kau bukan hanya pendekar yang kuat, tapi kau juga membawa harapan bagi semua orang di desa ini. Banyak yang mengandalkanmu, kau tahu?”Raka terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Arjuna. Ia menyadari bahwa selama ini, kekuatan d

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 143 : Pertarungan Terakhir

    Di hari berikutnya, Raka, Arjuna, dan para pendekar yang telah berkumpul untuk menghadapi kekuatan kegelapan mulai menyusun strategi. Setelah kembali dari pertemuan dengan Jayanegara, Raka kini merasa lebih mantap, seolah kekuatan dalam dirinya mencapai puncaknya. Permata Kesadaran yang ia terima dari Jayanegara menjadi lambang tekadnya, dan ia tahu bahwa pertarungan kali ini akan menjadi ujian terbesarnya.Langit mulai gelap ketika Raka dan pasukannya tiba di perbatasan hutan yang menjadi markas kelompok Surya Kelam. Tanahnya gersang, dan suasana terasa mencekam, seakan dipenuhi aura negatif yang mempengaruhi setiap jiwa yang ada di sana. Angin berhembus kencang, membawa aroma tanah yang terbakar, sementara bayangan-bayangan gelap berkelebat di antara pepohonan.“Kita sudah berada di ujung perjuangan ini,” kata Arjuna kepada Raka. “Semua orang di desa mempercayakan keselamatan mereka pada kita. Aku harap kita bisa melindungi mereka.”Raka mengangguk. Ia tahu betapa berbahayanya lawan

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 142 : Pertemuan Tak Terduga

    Keesokan paginya, Raka dan Arjuna bangun lebih pagi dari biasanya. Pertarungan malam sebelumnya masih terbayang jelas di benak mereka. Meski tubuh terasa lelah, mereka tak ingin berlama-lama diam. Desa-desa di sekitar tetap membutuhkan bantuan mereka untuk menjaga keamanan, dan setelah kejadian semalam, mereka merasa lebih waspada.Saat mereka bersiap melanjutkan perjalanan, seorang lelaki tua datang mendekati mereka. Tubuhnya kurus, kulitnya kusam, namun matanya penuh dengan kebijaksanaan yang mendalam. Tanpa menunggu lebih lama, lelaki itu memperkenalkan diri sebagai Jayanegara, seorang pertapa yang tinggal di bukit dekat desa tersebut.“Aku mendengar tentang pertarungan kalian tadi malam,” kata Jayanegara dengan suara bergetar namun tegas. “Cahaya yang terpancar dari dirimu, Raka, mengisyaratkan sesuatu yang luar biasa. Kau memiliki kekuatan yang tak hanya berasal dari fisik, tapi juga dari jiwa yang tulus.”Raka menundukkan kepala dengan hormat. “Terima kasih, Kakek Jayanegara. Ta

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 141 : Bayangan Pengkhianatan

    Setelah kemenangan atas kelompok penerus Dewa Malam, Raka dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka ke desa-desa yang masih dalam pemulihan. Mereka membawa kabar baik bahwa ancaman dari kelompok kegelapan telah disingkirkan, dan hal ini disambut hangat oleh penduduk desa yang sebelumnya hidup dalam ketakutan. Kedatangan mereka ibarat cahaya bagi orang-orang yang berjuang untuk pulih dari trauma panjang.Namun, di balik semua keceriaan ini, ada sesuatu yang aneh. Seiring perjalanan, Raka mulai merasakan aura gelap yang entah dari mana asalnya. Seperti ada bayangan yang mengikuti mereka, melangkah di belakang tanpa terlihat, tetapi terasa. Meski suasana tampak damai, perasaan itu tak juga lenyap. Sebagai pendekar berpengalaman, naluri Raka sudah terasah tajam, dan ia yakin ada bahaya yang belum tersingkap.Di suatu malam, saat mereka tengah beristirahat di sebuah desa di tepi hutan, Raka dan Arjuna duduk di depan api unggun bersama para penduduk. Beberapa anak muda desa berkumpul di seki

  • PENDEKAR BUTA DARI LEMBAH HANTU   Bab 140 : Cahaya di Tengah Kegelapan

    Setelah mengalahkan Dewa Malam, Raka berjalan perlahan keluar dari kuil dengan tubuh yang masih lelah akibat pertarungan. Di luar, Arjuna telah menunggunya dengan ekspresi cemas yang segera berubah lega ketika melihat Raka keluar dengan selamat. Mereka bertukar pandang sejenak tanpa banyak kata, namun sorot mata Arjuna menunjukkan rasa kagum dan hormat.“Aku tahu kau kuat, tapi aku tak menyangka kekuatanmu sedemikian besar hingga mampu menyingkirkan sosok sekuat Dewa Malam,” kata Arjuna.Raka hanya tersenyum tipis. “Ini bukan soal kekuatan fisik semata, Arjuna. Dalam setiap pertempuran, niat dan ketulusan hati jauh lebih kuat dari sekadar kemampuan bertarung.”Mereka berdua melangkah menjauh dari kuil yang tampak lebih sunyi daripada sebelumnya. Meski aura mengerikan sudah hilang, sekeliling lembah itu masih terasa sunyi, seakan-akan setiap pohon dan batu mengawasi kepergian mereka. Raka menatap lembah itu sekali lagi sebelum melangkah pergi, merasa bahwa ia telah menunaikan satu tuga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status