Beranda / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Bab 143 Surat Nyai Tanca

Share

Bab 143 Surat Nyai Tanca

Penulis: Freya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-26 21:32:07

Langit mendung menggantung rendah di atas hutan kecil di pinggiran kota Trowulan. Di tengah rerimbunan pepohonan, Rangga berdiri diam. Di genggamannya, sebilah pisau bedah yang dulu digunakan Ra Tanca untuk membunuh Raja Jayanegara. Pisau yang sekarang ditakdirkan menuntaskan dendam, atau menghancurkan kebenaran.

Awehpati menatap Rangga dari balik bayangan pohon Trembesi tua, sorot matanya penuh keyakinan dan dendam yang menyala dingin.

“Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Rangga,” ucap Awehpati.

Rangga menganggukan kepala dengan setengah hati.

Awehpati tersenyum puas

“Bagus, kalau begitu cepat lakukan! Pisau itu menunggu penebusannya. Dendam Ra Tanca harus ditegakkan, Gajah Mada harus mati!”

"Tentu, tunggu saja di situ."

Dipo duduk di pendopo, menyisipkan daun sirih ke dalam mulutnya. Tudjo telah meIaporkan perjalanannya mencari Saras dan membunuh Hasta. Dia sedikit lega Rangga selamat, tapi sudah lebih dari seminggu Rangga belum juga datang. Dia mulai cemas dengan keselamatan
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 143 Surat Nyai Tanca

    Langit mendung menggantung rendah di atas hutan kecil di pinggiran kota Trowulan. Di tengah rerimbunan pepohonan, Rangga berdiri diam. Di genggamannya, sebilah pisau bedah yang dulu digunakan Ra Tanca untuk membunuh Raja Jayanegara. Pisau yang sekarang ditakdirkan menuntaskan dendam, atau menghancurkan kebenaran.Awehpati menatap Rangga dari balik bayangan pohon Trembesi tua, sorot matanya penuh keyakinan dan dendam yang menyala dingin. “Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Rangga,” ucap Awehpati. Rangga menganggukan kepala dengan setengah hati.Awehpati tersenyum puas“Bagus, kalau begitu cepat lakukan! Pisau itu menunggu penebusannya. Dendam Ra Tanca harus ditegakkan, Gajah Mada harus mati!”"Tentu, tunggu saja di situ." Dipo duduk di pendopo, menyisipkan daun sirih ke dalam mulutnya. Tudjo telah meIaporkan perjalanannya mencari Saras dan membunuh Hasta. Dia sedikit lega Rangga selamat, tapi sudah lebih dari seminggu Rangga belum juga datang. Dia mulai cemas dengan keselamatan

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 142 Dendam Ra Tanca

    Langkah-langkah Hasta kini mulai goyah. Tubuhnya menyerap lebih banyak energi jahat dari yang mampu ditanggung, dan mantra Lipyakara yang mengikatnya dengan dunia arwah mulai berbalik menelan jiwanya sendiri.Namun ia masih tertawa.“Cahaya dari empat penjuru? Heh... aku akan menutup langit itu dengan malam abadi!”Hasta mengangkat kedua tangannya tinggi, memanggil kekuatan terakhirnya. Terdengar suara bergemuruh, langit gua terbuka seperti mulut raksasa, dan dari sana mengalir kabut hitam yang berbentuk tangan-tangan raksasa yang terbuat dari roh para leluhur yang dikutuk.Rangga menyempitkan mata.Dia sepertinya memanggil Arwah Calon Arang, pikir Rangga.Langit runtuh, dan suara ribuan ratapan terdengar serentak. Tudjo yang berada di luar gua berseru,“Medang! Segera pasang Mantra Gayatri, jangan biarkan roh-roh ini keluar dari gua!”Medang menancapkan pedangnya ke tanah. Segel kuno menyala dalam bentuk lingkaran raksasa di mulut gua, menahan arwah-arwah jahat itu di dalam. Namun t

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 141 Bersatunya 4 Unsur

    Suara batu yang runtuh menggema di gua raksasa itu. Dinding yang terbentur tubuh Hasta retak. Debu dan pecahan kecil berjatuhan, namun dari balik reruntuhan, suara tawa lirih terdengar lagi.“Ha ha ha ha...bagus, Rangga… sungguh kekuatan yang layak kau warisi dari Sang Hyang Agni. Tapi itu belum cukup untuk mengalahkanku.”Hasta berdiri tertatih, tubuhnya kini setengah hancur. Kulitnya yang seperti kitab-kitab gosong terkelupas, menampakkan jaringan daging hitam berdenyut. Dari dadanya mengalir asap hitam seperti racun hidup.Tiba-tiba, Hasta menancapkan tangannya ke tanah. Getaran keras merambat, tanah berguncang. Seketika bau seperti ubi gosong merebak memenuhi gua. Dari kegelapan, muncul puluhan makhluk hitam tak bernama—tubuh tinggi kurus, mata merah menyala, gigi runcing seperti serangga neraka. Suara mereka mencicit seperti suara tikus got yang mencari mangsa.“Makhluk-makhluk ini tumbal yang gagal. Tapi tak ada yang sia-sia di tanganku. Habisi mereka!” perintah Hasta.Makhluk-m

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 140 Dunia Bawah Tanah

    Rangga menginap semalam di desa Sambung Pethung. Keesokan harinya Rangga melihat kondisi Jiwo sudah membaik siap beraktivitas menerima pasien. Ranggapun berpamitan pada Jiwo."Aku akan ke Lembah Hantu mencari Saras. Setelah urusanku dengan Hasta selesai, aku akan kemari menemuimu menepati janjiku.""Aku percaya, kamu pasti akan menepati janjimu,"ujar Jiwo."Aku datang ke Trowulan bersama bapakmu. Dia ingin mengunjungi Wening di Kasogatan Dharma Suci. Datanglah ke sana, temui bapakmu. Dia pasti merindukanmu juga,"ujar Rangga.Namun Jiwo tampak acuh tak acuh."Dia pergi hanya untuk menemui Wening bukan aku. Buat apa aku menemuinya, dia sendiri sudah tidak peduli denganku,"ucapan Jiwo terdengar getir dan penuh nada kekecewaan. Rangga menghela nafas, dia memahami perasaan Jiwo. "Bapakmu bukan tak peduli denganmu, tapi dia kecewa dengan sikapmu. Selama ini kamu sudah bergaul dengan orang-orang yang salah. Seharusnya kamu menyadari hal ini, tidakkah kamu merasa bahwa kamu sudah mengecewak

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 139 Pencarian Saras

    Rangga mundur dan antri di deretan paling belakang. Melihat keadaan Jiwo, Rangga merasakan penyesalan yang mendalam. Pemuda itu hanya memiliki satu tangan dan matanya pun sudah tidak ada. Kedatangannya di desa Sambung Pethung menemui Jiwo bukan sekedar meminta bantuan tetapi adalah permohonan yang menuntut harga diri dikorbankan.Tiba-tiba, Rangga kembali terperosok dalam pikirannya.Matanya sepertinya kosong, apa yang terjadi dengannya? Apakah seseorang telah melukainya lalu mengambil matanya? Dari mana dia meraih pengetahuan kebatinan yang sedemikian tinggi? pikir Rangga.Hari semakin larut gelap, menjelang malam, pihak panitia mulai membatasi jumlah antrian, meminta pasien membubarkan diri dari antrian."Mohon maaf, berhubung hari sudah malam, Ki Jiwo harus beristirahat, konsultasi akan dilanjutkan besok!""Suara keluhan para pasien yang kecewa bergemuruh di halaman. Rangga mendesah kecewa, di depannya tinggal dua pasien lagi. Tapi sayang hari sudah keburu gelap sehingga antrian h

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 138 Kedai Tuak

    Dipo menggeleng"Jangan, kita belum punya cukup bukti untuk menangkapnya. Kita harus menangkap dia saat dia sedang bersama aktivis Wukir Polaman."Tudjo dan Medang saking berpandangan lalu Dipo berkata lagi"Aku akan menempatkan satu Telik Sandi di kelompok Wukir Polaman. Aku curiga, para prajurit Majapahit juga ada yang menjadi anggota Wukir Polaman. Ini sangat berbahaya bagi negara.""Jika anda menempatkan Telik Sandi, akan sangat berbahaya jika anda mengambil oramg dari lingkungan prajurit Majapahit. Karena jika memang benar para prajurit Majapahit ada yang terlibat, mereka pasti sudah mengenal orang-orang anda. Jadi anda harus mengambil orang dari lingkungan di luar Majapahit,"Medang yang sedari tadi diam mengajukan usulannya Dipo mengerutkan keningnya,"Ya, aku bisa saja mengambil orang dari kerajaan bawahan, tapi aku harus minta izin pada rajanya terlebih dahulu.""Saya bersedia menjadi Telik Sandi menyusup dalam kelompok Wukir Polaman. Saya mantan prajurit kerajaan Pajang yang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status