Kael seorang pemuda yang berhasil selamat dari pembantaian. Meski ia harus kehilangan orang tua dan adik yang dibunuh oleh para bandit. Ia ingat tanda kalajengking merah di tangan pemimpin bandit, yang membuatnya tidak bisa lupa. Kemalangan dan tekad balas dendam yang kuat, menarik kekuatan besar dalam dirinya. Dengan kemampuannya mampukah Kael membalaskan dendam keluarganya?
Lihat lebih banyakDi ruang bawah tanah yang dulunya dipenuhi reruntuhan batu tua dan jaring laba-laba, kini berdiri meja besar dari besi hitam. Di atasnya, peta kerajaan terbentang dengan tinta merah dan garis-garis strategi. Di salah satu sudut, lingkaran besar mengelilingi nama: Vanyra.Farel berdiri mematung, mengenakan jubah kulit gelap tanpa lambang. Di belakangnya, para komandan berdiri menunggu perintah.“Vanyra bukan sekadar kota,” kata Farel perlahan. “Itu adalah gigi taring istana di barat. Mereka menyimpan suplai makanan, senjata, dan... propaganda.”Ia menunjuk tiga titik di peta.“Pasukan utama akan menyerbu dari arah selatan—di mana benteng tua tampak sepi. Mereka akan menyambut kita dengan senyum, lalu kita hancurkan dari dalam.Sementara itu, divisi api akan bergerak dari timur, membakar gudang utama.Dan dari utara… aku sendiri yang akan masuk.”Semua komandan saling pandang. Salah satunya, Letnan Rhaz, angkat bicara.“Tuan… utara dijaga oleh pasukan pelindung yang dilatih langsung ole
Lembah yang sunyi itu tak lagi diam. Langit memerah oleh sisa-sisa energi naga kuno yang masih berkeliaran, seolah menanti waktu untuk kembali meledak. Di tengah tekanan itu, Kael dan Arsel berdiri berdampingan, napas mereka berat, namun langkah mereka mantap. Di belakang mereka, kelompok yang telah mereka bimbing mulai membentuk formasi siap tempur.Kael memandangi langit sejenak, lalu berkata pelan, “Kekuatan naga hitam... dulu kubenci karena kehancuran yang dibawanya. Tapi sekarang aku tahu, bukan kekuatannya yang jahat—melainkan siapa yang menggunakannya.”Arsel menoleh sambil mengangguk. “Dan kekuatan naga emas bukan untuk menghakimi, tapi untuk menjaga keseimbangan. Kita butuh keduanya, Kael. Hitam dan emas. Gelap dan terang.”Kael tersenyum tipis. “Jadi kita lakukan ini bersama, seperti dulu di akademi.”Arsel menghunus pedangnya. “Tapi kali ini bukan latihan. Ini medan perang sungguhan.”Dari kejauhan, tanah mulai berguncang lagi. Pilar-pilar batu menjulang dari tanah, menanda
Di lorong gelap yang hanya diterangi cahaya api kecil dari kristal penyimpan energi, Kael berdiri dengan tangan menyilang. Di sampingnya, Arsel duduk di atas batu besar, pedang naga emas bersandar di lututnya. Keduanya terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Di hadapan mereka terbentang medan yang akan segera menjadi ajang pertempuran: tanah tandus yang dipenuhi retakan, dan dari setiap bayangannya, bisa saja muncul musuh yang mereka cari—Kalajengking Merah."Aku sudah menebasnya tiga kali... dan setiap kali, tubuhnya mengabur seperti kabut lalu menyatu kembali," gumam Kael. "Bahkan dengan api hitamku, dia tetap kembali utuh."Arsel mengangguk pelan. "Dia bukan makhluk biasa. Aku mencium aroma alkimia di balik tubuh itu. Seperti... hasil rekayasa energi naga yang diputarbalikkan."Kael menatap sahabatnya, lalu menoleh ke medan. "Kita tidak bisa mengandalkan kekuatan langsung. Kita harus buat dia muncul dalam bentuk sejatinya. Mungkin dia punya inti—sesuatu yang belum kita liha
Tiga hari setelah ekspedisi dimulai, pasukan elit yang dipimpin Kael dan Arsel tiba di sebuah desa kecil di tepi hutan, namanya telah hilang dari peta. Kabut turun lebih cepat di tempat itu, dan tak satu pun penduduk terlihat.Kael memberi isyarat senyap. Mereka menyisir rumah-rumah kosong—pintu-pintu yang tak terkunci, makanan yang masih tersisa di atas meja, dan api yang belum padam sepenuhnya di perapian. Terlalu baru. Terlalu tiba-tiba.“Tak ada tanda perlawanan,” kata salah satu prajurit. “Tapi orang-orang menghilang seolah… tahu mereka tak bisa melawan.”Di balai desa, mereka menemukan tanda pertama: dindingnya dihiasi simbol naga terbelah—separuh emas, separuh hitam. Namun garis hitamnya membelah lebih dalam, seolah mencakar lambang itu menjadi dua.Arsel berdiri diam di depan simbol itu. Matanya membeku. “Itu bukan hanya pesan,” katanya pelan. “Itu ejekan.”Malamnya, seorang pengintai kembali dengan laporan: “Kami menemukan tenda dan perkemahan kecil di tepi sungai, sekitar sa
Mulanya, tak ada yang menyadari. Hanya tatapan yang mulai dingin, obrolan yang terhenti saat Kael lewat, dan bisik-bisik di antara regu saat Arsel memberi perintah.Farel tidak menyerang dari depan. Ia membidik hati para prajurit—keraguan mereka, kelelahan mereka, bahkan luka lama mereka yang belum sembuh.“Kael melatih kalian menjadi tameng,” katanya pada sekelompok perwira muda yang diundang diam-diam ke barak istana. “Tapi aku bisa menjadikan kalian pedang. Bukan alat pelindung… tapi alat penguasa.”Beberapa mulai berpaling. Tak banyak. Tapi cukup untuk meretakkan fondasi yang selama ini kokoh.Kael merasakan ketegangan dalam barisan. Ketika ia menyuruh regu barat untuk latihan formasi, mereka bergerak lambat. Saat ia menegur, tak satu pun menjawab. Mereka hanya menatap lurus… atau sesekali melirik ke arah barak istana, tempat Farel kini tinggal.Arsel mencoba mengumpulkan para pemimpin regu. Di ruang pertemuan, ia berbicara dengan nada tegas.“Jika kalian merasa direndahkan, katak
Tiga hari setelah laporan resmi kemenangan pasukan pelatihan tiba di istana, aula utama dipenuhi suara berbisik. Di balik pilar-pilar emas dan karpet merah yang panjang, para bangsawan berkumpul bukan untuk merayakan—melainkan untuk merundingkan cara menghadapi dua nama yang mulai menggeser pengaruh mereka: Arsel dan Kael.Di balik senyum-senyum diplomatis, perasaan waswas menyelimuti para petinggi militer. Pasukan pelatihan telah membuktikan efektivitasnya—cepat, terorganisir, tidak bergantung pada sistem feodal. Dan yang paling berbahaya: mereka loyal pada pelatihnya, bukan pada istana.“Aku mencium benih pemberontakan,” ujar Jenderal Prakas, salah satu tangan kanan Kaisar, dalam pertemuan tertutup. “Mereka bukan hanya kuat. Mereka memiliki hati rakyat.”Kaisar sendiri belum bersikap. Ia terlalu bijak untuk bergerak terburu-buru, namun terlalu picik untuk membiarkan kekuatan tumbuh di luar genggamannya.Sebagai langkah awal, ia mengutus seseorang—seorang penasihat istana muda bernam
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen