Share

PENGANTIN KE-13
PENGANTIN KE-13
Penulis: Angri

RAJA RA KALA

Tiga puluh enam tahun lalu.

Senja jingga terlihat indah, tapi tidak bagi Jagat.

Jagat, pria yang setahun lagi akan berusia empat puluh tahun itu berjalan dengan langkah lemas dan gontai.

Kesedihan tampak terlukis nyata di paras tirusnya. Tubuh kurus kekurangan gizi. Wajar karena dia bukan orang yang bisa menikmati hidup dalam kemewahan, sederhana pun tidak, cukup pun tak bisa. Semua serba kekurangan.

Kemiskinan yang dipunyai Jagat itu menjadikan dirinya hidup dalam kesendirian. Dia pernah menikah, tapi istri dan anak semata wayang telah pergi lebih dulu. Pergi tanpa pernah bisa kembali.

Wabah sakit yang membuat istri dan anak Jagat tak bisa lagi menikmati keindahan dunia. Tetapi itu mungkin jauh lebih baik bagi mereka, jika tidak bisa saja akan terlunta-lunta seperti yang dialami Jagat saat ini.

Karena tak sanggup bayar hutang setinggi gunung, Jagat terusir dari gubuknya. Tak ada barang yang bisa dibawa, kecuali baju yang melekat di badan.

Ini hari ketiga Jagat terusir dan hidup seperti pengemis yang mengais makan dari tempat sampah dan berharap simpati orang lain. Tidurnya di sembarang tempat, begitu juga hajat besar maupun kecil. Dia pun tak bisa mandi. Sekali-kalinya mandi baru tadi pagi di sungai tanpa sabun.

Sore ini Jagat belum lagi merasakan makanan masuk ke perut. Hanya tadi pagi, dia beruntung bisa makan tiga pisang goreng yang diberikan orang lewat.

Di bawah pohon beringin tua yang sedikit jauh dari jalan raya, Jagat berhenti dan duduk di atas akar yang tumbuh di luar tanah.

"Oh, kenapa nasibku begitu buruk? Kemana Tuhan itu?" keluh Jagat sedih.

Jagat hela nafas, dia tatap langit sore yang sebentar lagi akan berganti gelapnya malam. Tetapi karena saat ini warna jingga mendominasi, gelap malam belum kunjung datang. Bahkan saat azan maghrib terdengar, malam belum mau turun.

"Sudah maghrib, apa aku cari mesjid atau musholla dan berdoa meminta keadilan dunia pada Tuhan?" tanya Jagat pada dirinya sendiri.

"Ah, tidak. Doaku tak akan terkabul dengan cepat. Tak akan mungkin minta emas dan emas itu datang selepas doa selesai," lirih Jagat.

Jagat hela nafas berat.

"Aku butuh cara yang cepat! Aku butuh uang untuk makan, harta yang banyak dan apapun itu agar bisa nikmati surga dunia. Telah terlalu lama diri ini hidup dalam kemiskinan dan penghinaan. Tak pernah terlintas di benakku dan bercita-cita jadi pengemis, tapi lihat sekarang! Aku layaknya pengemis, orang gila!" Jagat geleng kepala dan terlihat ada rinai air mata meluruh jatuh basahi pipinya.

Plok.

Jagat terkejut. Di dekatnya ada jatuh uang koin emas model kuno.

Tertarik dan merasa dapat durian runtuh, Jagat buru-buru mengambil koin emas. Tapi yang terjadi.

Bruk.

Jagat terpental dan jatuh seperti nangka busuk ke atas tanah.

 Ada tenaga besar dari koin yang menolak disentuh tangan kotor Jagat, yang terjadi Jagat terpental ke belakang.

 "Ah, sudahlah! Bahkan apa yang aku anggap akan jadi rejeki nomplok, malah menjadi kesialan!" keluh Jagat putus asa.

Jagat merasa tubuhnya sakit ketika terpental tadi.

"Mati, matilah saja diriku ini!" Jagat baringkan tubuhnya di atas tanah.

Jagat menutup mata, berharap malaikat maut membangunkan dan menyeretnya untuk berkumpul dengan anak dan istri yang telah pergi lebih dulu.

Plok.

Jagat mengeluh lagi, karena perutnya baru saja kejatuhan sesuatu. Saat kedua mata terbuka, di atas perut ada mutiara bersinar terang.

Tapi Jagat tak merasa senang, dia malah ketakutan dan berusaha singkirkan mutiara dari atas perut. Hanya saja usahanya sia-sia karena dari dalam mutiara keluar hawa dingin menusuk tulang.

Tubuh Jagat yang lemah tak dapat menahan siksa yang datang dari mutiara sebesar kelereng. Hawa dingin yang menyerang seakan membuat jantung membeku dan tak lama dia tertidur seperti orang mati.

Paras Jagat membiru dan tubuhnya seakan diselimuti bunga es.

Tanpa Jagat tahu, di samping kanannya di dekat pohon beringin yang lain, ada batu nisan tua yang dipenuhi lumut.

"Dimana aku?" tanya Jagat begitu terbangun.

Jagat pantas bertanya-tanya karena dia berada di atas ranjang yang empuk dengan bau bunga melati yang kuat. Warna putih di dalam kamar menambah kesan kuno dari barang-barang yang ada di kamar lebih terlihat.

Di dalam kamar dipenuhi beraneka rupa barang yang terbuat dari kayu jati dengan ornamen ukiran kepala, wajah dan tubuh setan dalam berbagai pose.

Di dinding kamar ada cermin terpasang seukuran orang dewasa. Bingkai kaca itu satu-satunya yang memiliki ukiran berbeda. Ukiran akar rambat. Tetapi bukan itu yang membuat Jagat beranjak menuju cermin.

Di dalam cermin, Jagat melihat ada bayangan hitam berada di dalamnya. Karena penasaran, dia pun mendatangi cermin.

"Berhenti di sana!"

Jagat kaget karena dari dalam cermin keluar suara. Setelah dia pertegas, bayangan hitam itu perlahan-lahan berubah wujud dan tampakkan wajah aslinya.

Di dalam cermin, ada seorang pria berwajah hitam pekat dengan mahkota di atas kepala. Tetapi ketika Jagat perhatikan lebih jauh, warna hitam yang ada di wajah pria di dalam cermin itu bukan warna kulit, tapi bulu-bulu halus.

Pria itu memakai jubah berwarna ungu dengan lis emas.

"Berlutut!"

Jagat kerutkan kening.

"Kalau kamu tak mau berlutut, maka lupakan saja keinginan hidup kaya raya, awet muda dan bahkan abadi!"

Jagat berseru tertahan. Tak lama tanpa pikir panjang, dia berlutut di depan cermin.

"Hahaha, bagus! Sebutkan namamu!"

"Aku Jagat," jawab Jagat.

"Salah! Katakan duhai rajaku di belakang katamu. Ulangi!"

Jagat bingung. Dia meragu.

Pria yang ada di cermin mengerti keraguan Jagat.

"Dengar, namaku Ra Kala, aku salah satu raja jin yang bisa memberikan apa yang kamu mau, tanpa harus bersusah payah dan tak perlu berdoa sampai air mata terkuras habis. Syaratnya, kamu harus ikuti kemauanku. Itu saja. Harta kekayaan berlimpah ruah dan kemungkinan hidup abadi, tak bisa mati akan menjadi hak-mu."

Jagat berseru girang.

"Namaku Jagat, duhai rajaku!" seru Jagat cepat.

"Hahaha, aku senang mempunyai hamba sepertimu. Nah, Jagat... berdiri dan ambil pisau yang ada di atas meja. Lukai jari telunjuk kananmu, teteskan darahnya ke dalam mangkuk, lalu berikan padaku!"

Jagat berdiri, lalu menengok ke sisi kiri tubuhnya. Ada meja di sana dan dia ingat di atas meja itu tadi hanya ada dua patung setan kecil. Tapi sekarang di tengah patung ada satu mangkuk kecil dan juga pisau bermata tajam.

Tetapi Jagat tak pedulikan itu. Yang dia mau hanya ingin berkerja cepat menumpahkan darah ke dalan mangkuk. Sajikan pada Ra Kala. 

Rasa putus asa Jagat yang menebal karena kehidupan yang selalu tersingkirkan, membuat dia gelap mata dan mau menerima tawaran raja Ra Kala. Sesuai janji bersedia memberikan kemudahan dalam arungi hidup. Terutama godaan kehidupan abadi yang terbesar.

Tanpa ragu dan menahan rasa sakit akibat luka di telunjuknya, Jagat biarkan setetes demi setetes darah memenuhi mangkuk. Sementara pisau yang baru saja digunakan telah terletak di tempat semula. 

Baru tiga belas tetes darah Jagat menyentuh badan mangkuk, suara Ra Kala terdengar keras.

"Cukup, bawa ke sini mangkuk itu!"

Jagat ambil mangkuk dan setapak demi setapak, dia berjalan ke arah cermin.

"Dekatkan padaku!" 

Jagat ulurkan tangannya mendekati badan cermin.

"Berhenti!"

Jagat tahan tangannya kurang lebih seruas jari jaraknya dari cermin.

Ra Kala anggukkan kepala. Dia tampak puas dengan sajian Jagat. Tak lama ada keajaiban di depan Jagat.

Jagat berseru takjub, matanya terbelalak lebar melihat tetesan darah dari dalam mangkuk naik ke atas dan masuk ke dalam mulut Ra Kala.

"Darahmu tak terlalu manis, tapi ini aku suka. Karena dengan rasa ini, pahit dan getir hidupmu bagiku sebuah semangat untuk jadi rajamu. Nah, dengan ini aku nyatakan dirimu resmi menjadi hambaku. Jika kamu dapat lakukan tugas dengan baik, semua kebutuhan akan terpenuhi."

"Aku berjanji setia!" seru Jagat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status