Kode Prosa Aisha

Kode Prosa Aisha

By:  D. Ardhio Prantoko  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.8
20 ratings
15Chapters
1.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Filan pemilik Harlen Caffe. Baru semalam dia menikah, dikabarkan istrinya dibawa komplotan pria dengan mobil. Dengan beberapa petunjuk didapat, Filan bergerak menuju rumah Jeral Dominarto sang Bos FMB yang membawa istrinya. Filan tak punya pilihan selain menebus kebebasan istrinya dengan uang 500 juta, yang harus dia peroleh dalam batas waktu 14 hari. Keesokannya Nester Freuderin datang dengan maksud membeli tempat usaha Filan. Kesepakatan ditentukam lewat duel masak. Filan kalah dan terpaksa harus menjual Harlen Caffe dengan harga murah. Padahal tanah dan bangunan itu milik pamannya yang Filan sewa. Nester mengabarkan selama ini Aisha—mentor gastronomi Filan—telah lama sakit dengan biaya perawatan dalam tanggungannya. Tiga belas hari lagi Aisha akan menjalani operasi terakhir, dengan syarat Filan harus menyerahkan resep pamungkas Aisha yang pernah diberikan kepada dirinya. Filan tidak bisa dengan mudah memberikannya karena resep itu masih menjadi misteri dalam bentuk Kode Prosa. Nester memberi sisa waktu menjelang operasi Aisha kepada Filan supaya bentuk asli Kode Prosa Aisha berhasil diselesaikan. Akankah Filan berhasil menebus kebebasan Lila, mengembalikan kepercayaan pamannya, sekaligus menolong nyawa Aisha? Ataukah kemustahilan besar telah menentukan hasil akhirnya sejak awal?

View More
Kode Prosa Aisha Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Dian Apriria
Bagus banget ceritanya, Thor...ditunggu lanjutannya...
2021-09-17 20:16:02
0
user avatar
Alfianita
Bagus kak, lanjutkan
2021-07-28 14:04:34
1
user avatar
Natalie Bern
paling suka thriller. masuk rak deh
2021-07-27 18:22:17
1
user avatar
kimmy ara
Aq suka......
2021-07-25 16:14:13
1
user avatar
Shazfa
Semangat Kaka.. ditunggu cerita selanjutnya..
2021-07-21 10:45:48
1
user avatar
Ervin Warda
ceritanya keren. semangat nulisnya, kakak
2021-07-21 10:20:14
1
user avatar
Penulis Lepas
Wah mantap nih 😋
2021-07-21 09:53:08
1
user avatar
Noona R
Suka diksinya, kaya novel terjemahan:)
2021-06-27 20:28:13
1
user avatar
dimasnurazizz
Bagus ceritanya.
2021-06-17 16:05:34
1
user avatar
Yuniiro
Penasarann sama kelanjutannyaa
2021-06-17 08:52:42
1
user avatar
Susan S
Nggak aneh sih kalau cerita manusia satu ini selalu bikin baper. Emang daebak dia mah. Tapi yang nggak nyangka dia nulis temanya masak-masak gini. Biasanya kan tentang basket. Wkwkwk. Tapi di banding ceritanya yang lain, kode prosa aisha ini yang paling nendang menurutku.
2021-06-17 08:00:00
1
user avatar
Bunga Rindiani Firdaus
Kerennnn. Suka nih sama yang masak-masak.
2021-06-17 06:06:20
1
user avatar
Pena Merah
Keren kak.... Semangat berkarya ☺️
2021-06-16 21:42:49
1
user avatar
Ega Candra
Bagus ceritanya.
2021-06-16 20:40:34
1
user avatar
Nhu Sorenda
Lanjut ka... Penasaran🔥🔥🔥
2021-06-16 19:00:20
1
  • 1
  • 2
15 Chapters
Prolog
Dua jenis bunyi ketukan digital saling bersusulan sewaktu gelombang lengkungan-lengkungan garis bergerak  pada sebuah layar monitor. Dua bunyi yang paling jelas dalam ruangan di mana seorang perempuan terbaring di atas ranjang matras hitam. Ruangan itu tidak berbagi setiap unsur udaranya dengan perempuan yang mengenakan stelan piyama pasien, karena napasnya tersabung lewat masker oksigen. Kedua kelopak matanya membuka perlahan. Blur segera menghilang dari arah pandangannya, sehingga langit-langit dengan plafon putih dapat ia lihat jelas. Pandangannya mulai memindai ke kiri, mendapati peralatan dan teknologi medis seperti sedang mengucapkan “hallo!” padanya. Lalu bergeming ke kanan, mendapati sesesok postur pria sedang duduk di dekatnya."Good morning, Aisha!” sapa pria itu yang rambut pirangnya panjang diikat ke belakang. “Good moring, Nester! So now is morning? I am not getting up late,” jawab Aisha yang Nester den
Read more
Chapter 1: Hadiah Besar
Dua Mango Chesse Cake ditulis tangan pada latar sticknote warna kuning, yang tertempel pada sebuah papan kolaps styrofoam di dinding. Kepulan asap putih tipis membumbung. Kelembaban asapnya yang panas hampir membasahi sticknote bertuliskan nama sebuah menu di dekat teflon yang mendidihkan larutan kental berwarna putih—yang sedang diaduk dengan adukan berbahan kayu oleh tangan kanan feminin. Masih diaduk, buih pada larutan kental itu semakin banyak bermunculan di permukaannya.Setengah irisan buah mangga diambil dari bejana alumunium warna perak, sepasang tangan maskulin menjadikannya beberapa potongan memanjang yang lebih kecil menggunakan pisau. Lalu menjadikannya puluhan bagian yang lebih kecil seukuran dadu, saling berjatuhan dari telenan ke dalam wadah pelastik yang kering dan trasnparan."Vla mendidih?" Laki-laki tinggi dan sedikit kurus itu berpaling kepada perempuan yang menghadap kompor.Dilihatnya perempuan itu sedang memperhatikan layar gawainya,
Read more
Chapter 2: Istri yang Hilang
Tangan kanan maskulin memegang kain, mengusapkannya pada permukaan meja putih kayu, menyingkirkan bekas dari tumpahan larutan warna putih dan kuning. Ia menuju wastafel sejarak lima langkah. Mengambil telenan, parutan, dan pengaduk yang sedikit berair dari keranjang. Memmindah dan menggantung tiga benda itu dalam sebingkai organisir seperti peralatan dapur lainnya yang punya fungsi saling berhubungan.Bunyi dua nada singkat ia dengar. Sedetik berikutnya ia dengar lagi bunyi yang sama.Filan berbalik, melangkah keluar dapur sambil diiringi bunyi yang sama dan menjadi menyebalkan telinganya, “Apa-apaan, sih Lila? Kebanyakan gaje!” sampai di pintu depan. Membuka pintu, arah pandangannya menunduk. Mendapati bocah perempuan dengan poni menutupi seluruh dahi, ia mendekap nampan warna cokelat.“Kak Filan!” katanya dengan raut yang tidak mengenakkan benak Filan.“Sherlin?”“Tolong Kak Lila!” memohon dengan la
Read more
Chapter 3: Janji 14 Hari
Filan mulai melihat segerombolan pria—delapan orang—mengenakan stelan blazzer hitam yang seragam, seperti sedang memusatkan perhatian kepada orang kesembilan yang mengenakan stelan blazzer putih, sewarna dengan hipster set tematik yang Filan kenakan. Lalu perhati kepada orang kesepuluh di ruang berkualitas itu, satu-satunya perempuan. Setiap orang yang menempati sofa set warna kuning pasir beralih perhatian, saling memandang ke arah kedatangan orang kesebelas. Si blazzer putih yang merangkul seorang perempuan di sebelah kirinya, membalas tatapan tajam Filan tanpa kehilangan kenikmatan dari hisapan dan embusan asap vape yang ia genggam.“Filan!” ucap Lila dengan rasa takut dan ragu yang sampai memukul benak Filan.“Bajingan!” sapa Filan kepada si blazzer putih yang dekapannya menguasai Lila. Filan pikir dialah bos FMB, mengingat namanya yang dikatakan Aris—Jeral Dominarto.“Singkirin tangan busuk kau dari istriku!&r
Read more
Chapter 4: Harlen Caffe
Pastel buah satu porsi atas nama Heru, tertulis pada stick-note putih yang tertempel pada papan kolaps styrofoam. Papan kolaps menu pesanan yang sekali dipandang satu-satunya pelanggan dari tempat duduknya, mungkin cara untuk sekadar sesekali mengalihkan kebosanan dari menatap ruangan kafe dengan jajaran bangku kayu warna cokelat karamel yang kosong dari pelanggan lain, atau sekadar menatap sesuatu yang lebih menarik daripada bingkai-bingkai word-art yang mengisi kepolosan sisi-sisi dinding. Tapi bagi pelanggan itu, menghisap sebotol jus vapor lalu mengembuskan asap putih dengan panjang dan tebal dari napas hidung dan mulutnya menandakan dia tahu cara menikmati rasa menunggu pesanan, selain rasa dari teh lemon—dalam gelas highball—yang sesekali ia minum lewat sedotan pelastik. Lalu ia mengalihkan perhatian kepada Filan yang mengatur tekanan jemari dan pengirisan ke roti pastel besar sampai lima irisan, apik membuat hasil tiap irisannya melebar sehingga sebag
Read more
Chapter 5: Duel Masak
“Eh?! Filan! Kamu udah gila?” Heru tidak siap menerima kesepakatan itu.“Kamu beneran enggak mau jual tempat ini, kan? Meski pun segitu harga?”“Ya, dan jangan bilang kamu enggak tahu siapa lawan tandingmu!” Filan merasa otaknya berdenyut, ucapan Heru barusan menampar pikirannya.“Kamu tahu siapa ini?”“Sedikit baca tentang dia. Yang punya NFC, Nester Food Corner. Pusat di Washington. Cabang yang aku tahu dan pernah ke sana, KL dan Kraton di Jogja.”Tiga detik Filan menatap Nester yang ia pikir batinnya sedang mencibir perselisihannya dengan Heru.“Jadi semua yang kamu tahu itu bikin dia pasti ngalahin aku?”“Aku mulai tahu ternyata kamu cukup jenius. Tapi orang di hadapan kita, aku merasa, lebih advanced—maju—dari kejeniusanmu,” Heru meyakinkan.“Any problem?” sela Nester dengan heran.“Please w
Read more
Chapter 6: Pastel Buah VS Eggvocado
Heru memperhatikan Filan dan Nester yang saling memberi bara tatapan perlawanan, sementara ia merasakan dampak dari dua aura itu pada sekujur kulit tubuhnya seperti tersengat listrik bertegangan rendah. Ekstra presepsi Heru menggambarkan, Nester diselimuti pancaran aura putih yang mendorong kuat keluar dari tubuh, berbenturan dan saling menekan dengan kobaran aura merah yang menyelimuti tubuh Filan.“Filan. I give you a second change. Surrender, than I will give you a price I offered. Or I will defeat you and will be handed-over this place just for one hundred million—Aku beri kamu kesempatan memilih kembali. Menyerah padaku, aku akan memberi harga sesuai penawaran. Atau aku akan mengalahkanmu dan harus menghargai tempat ini seratus juta saja,” kata Nester dengan santai.“Not both. I will kick you to never expand your business in around this city forever—Tidak keduanya. Karena aku akan menendang (membuat)-mu untuk tidak akan pernah mengemb
Read more
Chapter 7: 13 Hari Aisha
“Ini bukan telur sungguhan, ya?” kata sang mama, “ini ada jenis rasa buahnya, dan bener kayaknya kamu, Rin. Ada kayak rasa cumi.” “iya, kan Ma? What is this banget rasanya!” “Ini pasti molekuler gastronomi,” sambung sang mama. Filan dan Heru seperti tersadar akan hal yang sama. “Apa itu, Ma?” “Metode masak pakai ilmu molekuler. Sains kuliner gitu, deh.” “Waw!” terkesima, “baru denger. Kok mama tahu?” “Masa kamu enggak?” “Oh, ya. Putih telur ini rasanya juga enggak kayak putih telur. Tapi teksturnya memang mirip putih telur asli. Lebih kayak ada rasa manis yang khas, bukan manis gula,” sang papa berpikir sedikit serius, “manis yang khas, kombinasi yang pas sama alpukat panggangnya. “Oke. Tolong kasih nilainya!” Heru mengalihkan topik, “dari bapak!” “Hem,” sang papa terdiam mempertimbangkan, “lima belas.” “Aku, ya? Em ... Iima belas,” kata si perempuan. “Dari saya, enam belas,” kata sang ma
Read more
Chapter 8: Tiga Hal Tak Terhindarkan
Satu kepulan asap putih menyembul ke atas. Heru melihat ketinggian aerosol itu ingin menggapai baling-baling kipas di langit-langit susunan papan kayu mengkilap. Raut mukanya yang mendongak itu semuram Filan yang memegangi kepala dengan menunduk, duduk berhadapan di antarai meja bernomor pod nol lima. Tanpa satu pun menu tersaji menengahi kegundahan mereka, tetapi sekotak kopor abu-abu itu.“Kacau parah!” gumam Heru sambil tersenyum ironis, “terus kamu mau berbuat apa? Aku harus bantu kamu kek mana?”“Cepat atau lambat Paman akan tahu. Jadi bantu aku nutupin masalah ini selama mungkin,” jawab Filan nadanya lemas.“Jadi koper sialan ini ... hak Papaku,” kata Heru.Filan menanggapinya diam.“Seandainya aku tadi ng-iya-in penawarannya, mau kek mana pun misal Papa kecewa, tetep ada untungnya,” menutup ungkapan sesalnya dengan hisapan vapor.“Sorry! Aku kalah,” ucap Filan den
Read more
Chapter 9: Recha Harlen
Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna
Read more
DMCA.com Protection Status