Dua hari beralalu, aku dan Rara sudah semakin akrab, namun mereka berdua terlihat begitu sibuk karna mempersiapkan hari resepsi untuk pernikahan Rara dan mas Feri di bandung. Malam ini saat aku beberes di kamar, mas Feri datang bersama Rara aku tidak tau mereka dari mana, aku menghela nafas dan coba beranjak ke depan membukakan pintu untuk mereka karna memang aku belum mau menyewa pembantu, karna aku rasa merawat mas Feri itu tidak susah. Yang susah itu hanya melayaninya lebih intim, mungkin mulai dari sekarang aku harus fikirkan lagi untuk menyewa pembantu karna, aku gak mau jadi babunya Rara.
“ kalian dari mana saja , “ tanyaku. “Aku dan Rara habis pesan catring, kita mau kasih yang speesial buat tamu dari bandung,”ujarnya. aku menghela nafas sedikit ,dan berkata. “Oh, sibuk banget berarti?”lirihku dengan nada sedikit meledek “Iya, dan ya. Mungkin besok aku akan berangkat, karna acaranyakan tinggal beberapa hari lagi. Rara mau mengahabiskan banyak waktu bersama keluarganya “Oh terserah sih? Untuk berapa hari tapi? Aku gak mungkin donk sendirian?” ujarku. “Gak lama kok, palingan seminggu.” “Apa seminggu? “ “Ya seminggu” “ Tapi kan mas …-“ ucapanku di cegat karna mas Feri menimpal “kamu ngerti donk Ina.”tegas mas Feri aku bungkam dengan melirik keduanya bergantian. “ Okey terserah kalian” ujarku membalik .kembali masuk kedalam rumah. Keduanya tampak membuntutiku masuk. “Mba, mba gak ikut apa ke resepsi kami di bandung?”Tanya Rara., aku reflek menggeleng dan berkata “Gak usah Ra, mba dirumah aja, saya gak perlu kesana.”ujarku, “Huum, ya udah deh mba. Tapi beneran gak apa di pinjem mas Ferinya untuk beberapa hari?”ucapnya dengan sedeikit meledek. “Udah jangan bahas lagi, kamu jangan keseringan becanda gitu aku gak suka “ bentakku. “He he maaf mba.” Nyengirnya, sedikit aku lirik dengan sedikit sinis dan kembali melangkah kearah kamar. “Mba mau Kemana gak temenin kami makan?” aku menoleh dan reflek menggeleng. “Yah embak….?”rengeknya. aku berdengus sedikit pelan dan berkata. “Emang kalian bawakan makanan?”Tanyaku dengan dataar. Rara merekahkan senyum. “He he gak ada sih mbak?”ucapnya merekahkan senyum “Trus?”singkatku tak habis pikir. “Ya, makan masakan kamu? Kamu gak masak ya?”Timpal mas Feri. Nafasku tersengal dan berkata “Ya kali mas, aku kudu masak tiap hari, sekali-Sekali Rara juga donk yang masak, aku lagi gak mood.”ujarku. Dua orang itu otomatis nanar. “Tapi kan mbak aku gak bisa masak,”rengeknya. Aku membuang nafas sedikit dan berkata. “ Itu makanya belajaar. Dah sana kedapur kamu masakinn apa aja buat mas Feri .”titahku. Rara tampak manyun dan coba melirik pada mas Feri. “Tu kan mas, aku bilang apa tadi kiita makan diluar aja palingan mba Ina udah pesen makanan duluan.”Rengeknya. aku membuang nafas dan beranjak. Pergi dari sana. “Tapi sayang? Beneran kamu dah makan?”Tanya mas Feri menghentikan langkahku aku menoleh menatap pasti raut wajahnya, “Bener.”singkatku. “Kalo belum aku mau ngajak kamu juga, mungkin aku dan Rara bakalan keluar lagi buat makan. Ya udah kamu pergi aja aku dah makan kok.”ujarku. padahal sehari ini aku gak ada mood mau ngapa-ngapain termasuk makan. “Ya udah Ra, kita pergi.”singkat mas Feri menyeret tangan Rara aku hanya bisa bungkam melihat drama itu, “Ufffth…”sontak aku buang nafas kembali ke kamar, aku menghenyak di atas ranjang sembari menatap kosong dinding kamar fikiranku melayang jauh ke masa yang tlah lalu. FLASBACKPlakk
Tamparan keras melayang ke pipi ibuku, bisa aku lihat jelas ayahku yang begitu bringas berusaha menyakiti ibu memaksa untuk berhubungan badan tak peduli padaku anak mereka satu-Satunya yang masih kecil dan sangat takut akan keadaan rumah yang tak pernaah aman. Berkali-kali mata gadis kecil ini melihat adegan kasar sexual. Ayahku memiliki penyakit hipersex, karna kelakuannya itu, aku phobia akan masalah ini, aku mengidap penyakit anti sex kalo bahasa dokternya frigid atau bisa dikatakan aku phobia. Karna sepanjang yang aku tau, seks hanyalah penyikssaan hingga waktu berlalu aku tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik, dan pintar, tapi aku suka menutup diri dari teman-teman dan warga sekitar, ibuku bekerja sebagai kurir pengantar makanan delivery, juga terbiasa menyibukkan diri di luar rumah ketimbang harus bertemu ayah di rumah. Ayahku pengangguran, bukannya dia bodoh hanya saja. Dia tak mau berusaha dia lulusan terbaik sarjana ekonomi. Pernah bekerja sebentar habis itu dia memilih ongkang-ongkang kaki dirumah dan menyuruh ibuku bekerja. Dan herannya setelah semua kejahatan itu, ibuku selalu patuh dan taat pada suaminya, aku benci akan sikap ibuk yang terlalu mempriotaskan ayah, yang notabennya pemalas. Mungkin ini salah satu alasan aku benci akan cinta, ibukku terlalu manut di perbudak cinta yang membuat aku sulit mengerti kata cinta, logikaku tak bisa memahami apa itu cinta, alhasil kata cinta bagiku adalah satu kata yang memuakkan, hingga sore itu saat aku duduk di atas sofa sembari belajar, ayah tampak bolak-balik di pintu menunggu ibu pulang, merasa tergaanggu akan tinngkah ayah aku coba mencegat.
“Yah, ayah ngapain sih disitu Ina tergaggu yah mau ngerjain tugas,”gerutuku ayah menoleh dengan wajah kesel. “Ayah kesel ini ibumu belum pulang juga, ayah pusing mau merokok gak ada duit”timpalnya, aku menghela nafas dan berkata.“Lagian ayah, buat duit rokok kok masih mintak ibuk, ibuk sudah terlalu banyak beban yah!”bentakku, seketika orang tuaku itu nanar, aku menantang tatapannya dengan bola mata terbuka, sama sekali aku tidak takut lagi padanya, yang ada dalam diriku hanya kebencian.
“Kamu sudah berani sseperti ini sama ayah sekarang?”tanyanya. aku sedikit menghela nafas dan berkata, “Berhenti menjadi parasite untuk ibuk kalo ayah punya otak, gak usah jadi beban buat kami. Apa ayah gak malu?”teriakku, pria paruh baya itu mendekat dan berkata. “Kamu maunya apa bocah tengil berani-beraninya kamu ngomong seperti itub padaku ha!”teriak ayah, dia medekat dan menyeretku kekamar mandi, sperti yang sudah sering aku lihat. Ayah mnceburkan ibu kedalam bak, menyiksanya hingga menyeretku kekamar tidur aku beonta saat ayah memukul dan membuka paksa pakaianku, dia tampak sangat bringas solah siap mengunyah semua dagingku, berkali-kali dia coba layangkan pukulan agar aku diam’ “Dasar iblis, kamu bukan ayahku kamu iblis!” teriakku. Pria itu tampak kesetanan meraba semua orag vitalku, aku merintih jijik menahan rasa sakit karna telah dianiaya tadi. Reflek aku coba jangkau vase bunga yang ada di laci dan menghujam kepalanya. Sontak darah dikepala ayahku itu muncrat hingga mengenai wajahku, aku gemetar saat melirik batang hidungku yang sudah merah kembali aku hujam kembali aku hujam berkali. Sperti orang kesetanan melepaskan sakit hatiku selama ini. Bug bug bug..Aku belum puas, hingga aku coba hujam berkali-kali memastikan dia lenyap,
“Ina… “teriak ibuku yang datang tiba-tiba. Aku berdiri sembari mengibaskan senyum pada ibuk, “Buk, ayah sudah mati?”ujarku dengan nanar mata ibu mebulat karna syock. Reflek dia membawa aku yang tengah basah kuyup itu kedalam pelukan, ia merintih coba memperbaiki bajuku yang tlah sobek“Apa yang terjadi padamu?’ rengek ibu coba mendekati ayah yang tergeletak.
“Dia masih hidup, Ina cepat panggil warga!”bentaknya. aku makin tak habis pikir ibuk begitu pedulin pada pria kurang ajar itu. “Ibuk, ayah baru saja menyiksa dan bahkan memperkosa Ina, ibu tidak perlu cemas berlebihan, dia memang lebih baik mati”ujarku dengan wajah tak habis pikir, “Cepat panggilkan dokter Ina!”Bentak ibuk. Aku terpernjat dan kesal mengambil handuk di gantungan dan membalut tubuhku yang terbuka. Satu jam berlalu beberapa warga sudah membantu, untuk membawa ayah kerumah sakit, sedangkan aku dan ibuk belum bicara sepatah katapun, hingga dua hari berlalu ayah dirawat intens dirumah sakit karna luka yang lumayan parah karna aku timpuk dengan membabi buta “Ina bisa ikut ibuk sebentar?”pinta ibuk saat kami masih dirumah sakit, “Ya buk”singkatku akupun membuntuti ibuk keluar kami naik taxi dan menuju kesuatu tempat.Setelah beberapa waktu kai sampai juga di sebuah panti asuhan sontak aku nanar saat melihat bangunan itu dari dalam taxi.
“Ayo Ina turun!’tukas ibuk, aku masih tak habis pikir kenapa kami datangi tempat iniLama aku menunggu di luar, setelah merasa jenuh, akhirnya ibuk keluar juga dari ruangann pemiik panti itu.
“Ina, mulai sekarang kamu tinggal disini ya”ujar ibuk meremas kedua pundakku. aKu menautkan alis karna tak habis pikir. “maksud ibuk apa?, ibuk buang aku kepanti karna ibuk lebih memilih ayah dari pada aku, ibuk sadar. Aku anak ibuk satu- satunya.”ucapku terasa berat. “Ini demi kebaikan kita Ina”ucap ibuk lirih dan berlalu. “Ibuk berhenti!, aku tidak mengerti kenapa ibuk dibutakan oleh cinta ibuk pada orang itu, sungguh aku tidak paham apa cinta semenjengkelkan gini. Orang itu samma sekali tidak pantas di cintai!”bentakku.“Orang itu ayahmu Ina!!”bentaknya.
“Oh begitu, aku sama sekali tak ingin punya ayah seperti dia, pergilah! Aku tdak kan pernah mencarimu lagi dan bahkan aku tidak akan menganggap kamu ibukku!” “sayang, ibuk akan berkunjung setiap ada waktu, kamu jangan sedih ini demi kebaikan kamu harus tinggal disini”ujarnya berusaha membujuk namun aku bungkam seribu bahasa. Air mataku merintik saat ibuk berlalu tanpa peduli padaku lagi. Wanita yang malang seumur hidup yang aku tau cinta itu hanyalah omong kosong, setiap hari fikiran buruk dan perlakuan ibuku padaku menjadi momok yang begitu menyiksaku bahkan saat aku di pungut oleh keluarga baru aku juga mengalami pelecehan oleh ayah tiriku, dan aku bisa bernafas lega saat dia tiba-tiba meninggal karna serangan jantung, dan hidup sedikit berarti saat bersama mama Rania. Dia menyayangiku dan bahkan mengobatiku hingga ke luar negri, dulu waktu gadis aku terlalu introvert sepeti tak suka berinteraksi dengan orang hingga mama mengira aku memang berbeda dengan anak-anak lainnya usahanya berhasil aku tidak terlau tertutup lagi pada semua orang dan mulai sudah percaya diri. hingga, saat mas Feri meminangku, Mama Rania sangat senang karna mas Feri adalah keponakannya sendiri, aku bahagia tentu saja, aku fikir ini adalah akhir dari penderita’anku, ternyata traumaku masih terlalu lekat, aku tidak bisa paksakan hatiku yang sangat terbebani untuk kepuasan suamiku, dari awal aku sudah coba lawan namun aku tidak bisa, aku malah semakin phobia apa yang harus aku lakukan, mas Feri mungkin lebih baik mencari wanita yang normal.POV AZZAM“ Pihak Shanum sama sekali tidak mengubris.” Ucap Naira melempar ponselnya ke atas ranjang, sejenak aku abaikan itu dan mencari pakaianku di lemari. Naira terus saja mendumel.“Udah ya Nai, jangan terlalu di pikirkan, ngabisin tenaga tau lebih baik kita bahas yang lain.’’“Tapi Kak,kayaknya kakak itu jauh lebih santai menghadapi ini?’’ Ucapnya tak habis pikir, sedikit aku menoleh pada Naira dan mengenakan piyama tidur.“Ya ampun Nai, kamu juga ngapain terlalu di pikirin? Lagi pula ini bisa di selesaikan, tanpa harus kamu buang-buang tenaga, karna kan kenyataannya, bayi itu bukan tanggung jawabku.’’ Geramku tak habis pikir, Naira terdiam sejenak dan tertunduk dengan manyun, aku menghela nafas panjang dan membuangnya, melihat istriku terdiam begitu aku mendekat padanya dan duduk di sampingnya.“Aku ak
POV INA.“Papa…,” panggilku saat mencari mas Feri di kamar, karna sibuk dengan urusan rumah, aku jadi sedikit mengabaikannya, aku melihat berkas dan laptop mas Feri di atas kasur namun bunyi mobilnya terdengar melaju keluar pagar.“Loh mas Feri mau kemana?’’ bisikku membuka jendela aku menoleh ke barang-barangnya di kasur mendekat dan menghenyak di kasur,“Mungkin mas Feri keluar sebentar, kalau ke kantor gak mungkin dia tinggalkan barang-barangnya.” Bisikku, aku memeriksa tas dan dan dompetnya, sedikit aku menautkan alis melihat ada kartu nama dokter spesialis,“Mas Feri, konsul pada dokter spesialis penyakit dalam buat apa?’’ bisikku coba mengotak atik semua berkas dan tasnya, namun aku tidak temukan apa-apa selain kartu nama itu, aku mulai cemas dan coba menghubunginya.Tuuuuuuut…..Panggilan itu tersambung dan
POV AZZAM.Ting nong…Bunyi bel bergema, Aku yang tengah menunggu Naira di ruang keluarga itu sedikit beringsut dan menoleh kea rah pintu, bisa aku lihat Art bergegas membukakan pintu. Aku juga menyusul karna aku tau itu papa, mama dan yang lainnya.“Siang papa..” sambutku pada keluargaku, dengan girang dua adik gadisku mengejar, akupun bersimpuh mendekap keduannya, mungkin mereka sangat merindukannku karna sudah beberapa minggu tidak bertemu.“Bang Azzam, Tata sangat merindukan bang Azzam.’’ Ucap bibir mungil salah satu dari mereka. Aku tersenyum manis dan mengacak rambut keduanya.“Abang Azzam, juga sangat merindukan kalian.”“Papa mama, ayo semua masuk.” Ajak Naira yang telaah turun dari kamarnya, aku berdiri dan mengajak mama masuk.“Ayo pa..”
POV RARA.Dengan langkah gontai aku temui mas Bagas di kliniknya, semenjak pertikaian itu dia tidak pernnah menemuiku kerumah tidak mau bicara denganku atau bahkan mengusirku, langkahku terhenti saat mendengar chanel televise yang di tonton mas Bagas adalah berita terbaru tentang Shanum, tampak media mengkrumini apartemen anakku itu, aku mendegup dan berniat hendak kembali mas Bagas pasti tidak senang dengan berita ini.“Kamu lihat, anak yang besar karna asuhanmu.”ucapnya tanpa menoleh akupun menghentikan langkahku dan menoleh padanya.“Dia hanya bisa buat malu keluarga.”geramnya, aku menghela nafas dan bersiap hendak pergi lagi, mengajak bicara mas Bagas dalam kondisi seperti ini juga tampaknya sia-sia lebih baik aku pergi sekarang.“ Kamu mau kemana?” cegatnya, langkahku kembali terhenti dan enggan menoleh.“
POV INA.Aku sangat di buat sibuk dengan acara yang akan mendatang, tapi tak mengapa demi Azzura aku harus lakukan semua ini, pesta pernikahan yang terbaik yang sesuai dengan impiannya."Mama sayang, mama dari mana sih."sambut putriku itu mendekap dan mencium pipi, sedikit aku berdengus dan tersenyum hangat."Mama habis dari gedung, dan kamu tau semua gedung itu bagus-bagus, mama jadi bingung mau sewa yang mana." ucapku, Zura sedikit manyun dan menghenyak di sofa."Kok mama gak ngajak?" aku menggeleng dan ikut juga menghenyak."Memang harus ya bawa kamu?""Ya iyalah, oh iya, mama tadi kekantor papa, papa mana?" tanyaku, aku sedikit melapas blezer dan meletakkan tas. 'papa lagi sibuk jadi mama pulang duluan oh iya, aanak-anak mana. Mama capek mau langsung istiraahat.""Ya udah mama istirahat aja, ma kalau baju pengantinyaya boleh gak Zura aja yang pilih bareng Vano?"tanya anakku, aku te
POV AZZAMPagi hari ini, kami tegah bersantai di ruang keluarga, selain menghibur mbak natsya yang tengah bersedih karna pengkhianatan Arga, Naira juga sedikit kurang enak badan, dan aku tak bisa kekantor melihat kondisinya."Selamat siang tuan nyonya." ucap Art, kemi semua menoleh."Ya ijah?""Itu nyonya, aden Arga pulang, dan dia-"ucapan Inem berhenti karna mbak Natsya berdiri, Naira yang tiduran di pahaku dari tadi juga beringsut untuk duduk"Apa mas Arga, membawa wanita itu?"bisiknya aku juga penasaran dan menoleh ke pintu, papa dan mama mertua juga tampak menyimak, hingga tak butuh waktu lama mereka bertiga masuk, dan tentunya bersama Shanum. Aku mendegup. Naira menggertakkan rahangnya dan berdiri, namun aku cegat dengan mencengkram lengannya."Sayang, jangan. Kita cukup nyimak saja."bisikku."Berani sekali dia, d