Share

MENUNDA MOMONGAN?

Pagi ini dengan wajah penuh semangat aku menggandeng Geo ke meja makan, dimana papa dan mama sudah menunggu kami disana untuk sarapan bersama.

 

"Selamat pagi, pengantin baru," sapa mama menggoda kami. Kulihat wajah suami tampanku bersemu merah. Lalu berjalan beberapa langkah ke depan untuk menarik kursi makan untukku duduk. 

 

"Sayang," katanya, sambil memberiku kode tangan untuk duduk. Sekarang ganti aku yang tersipu. 

 

"Terima kasih, Sayang," ucapku malu-malu, membuat papa dan mama ikut mengulum senyum mereka. 

 

"Yuk, kita sarapan dulu!" ajak mama. 

 

Setelah papa mengajak kami berdoa sebelum sarapan, aku segera melayani sarapan pertama suamiku dengan antusias, sementara Mama mengambilkan makanan untuk papa. Aku ingin dia bangga memiliki istri aku, walaupun kami belum mengenal cukup dekat.

 

"Oya, Ge. Nanti sore mama sama adik kamu jadi kesini 'kan?" tanya mama tiba-tiba disela-sela aktifitas makan kami.

 

"Kesini, Ma?" Aku yang sama sekali tak tahu tentang apa yang sedang dibicarakan mama jadi keheranan.

 

"Iya kesini, Sayang. Kita mau ngadain makan malam sama besan. Iya kan, Geo?" Mama tersenyum ke arah menantunya. Geo nampak mengangguk mengiyakan.

 

"Oya, siapa nama adik kamu, Ge? Mama kok lupa ya," tanya mama sambil berpose seolah sedang mengingat-ingat sesuatu. Padahal mama kan memang orangnya pelupa parah.

 

"Gemma sama Cindy, Ma," jawab Geo singkat.

 

"Ooh dua ya? Mama kok ingetnya cuma satu. Waktu itu mama kamu bilang satu sih soalnya. Yang kuliah di kedokteran itu kan?" tanya mama meyakinkan.

 

"Iya Ma, itu Gemma. Kalau Cindy itu adik angkat Geo."

 

"Oooh gitu." Mata Mama nampak membulat mendengar penjelasan Geo. Wajahnya seolah ingin mengingat-ingat sesuatu. Tapi begitulah mama, tidak pernah ambil pusing dengan urusan-urusan sepele. "Hebat ya mama kamu, Ge. Single parent tapi anak-anaknya sukses semua." 

 

"Biasa aja sih, Ma. Cuma mama saya memang dari kami kecil sudah ditinggal sama papa. Jadi sudah terbiasa bekerja keras," kata Geo. Sepertinya matanya sedikit berkaca saat mengatakan hal itu. Aku yang merasa simpati, perlahan mengusap lembut lengannya berusaha memberi dukungan. 

 

"Waktu lamaran itu, yang ikut Gemma kan, Ge?" Aku mencoba ikut dalam pembicaraan tentang keluarga Geo. Karena jujur saja, persiapan pernikahan ini terlalu singkat hingga aku tak sempat mengenal dekat keluarga Geo. 

 

"Iya itu Gemma, Sayang."

 

"Kalau Cindy waktu itu kenapa nggak ikut? Dia masih kuliah ya?"

 

"Cindy sudah nggak kuliah, dia kerja," ucapnya. 

 

"Ooh sudah kerja. Dimana Ge? Kenapa nggak disuruh kerja di perusahaan kita saja. Ya 'kan, Pa?" usul mama.

 

"Ya gak papa. Papa setuju saja. Carikan posisi yang bagus buat adik kamu, Ge!" kata papa santai sambil menyelesaikan sendokan terakhir sarapannya.

 

"Bener, Pa?" Wajah Geo nampak berseri mendengar kata-kata papa.

 

"Iya dong. Kamu sebentar lagi kan akan menggantikan Papa di posisi direktur. Masa' iya adikmu posisinya nggak bagus," seloroh papa sambil tertawa. Diikuti kami yang kemudian ikut terkekeh.

 

"Terima kasih, Pa," ucap Geo terlihat sangat senang. Selama sempat mengenalnya, baru kali ini aku melihat wajahnya sebahagia sekarang. Mendengar orang yang disebutnya adik angkat itu akan mendapatkan posisi di perusahaan yang akan dia pimpin. 

 

Wajah cerianya itu semakin membuat ketampanannya terlihat jelas. Entah apa aku yang terlalu memujanya atau memang suamiku ini sangat keren. Yang jelas, aku senang melihatnya sebahagia ini. Saat Geo menoleh ke arahku sambil tersenyum, aku pun jadi teringat kesepakatan kami tadi malam.

 

"Oya Ma, Pa. Alma mau bicara sesuatu tentang aku dan Geo," ucapku saat acara sarapan kami selesai. 

 

"Ada apa, Sayang? Katakan saja," kata mama sambil membenarkan letak tempat duduknya.

 

"Gini Ma, Pa. Aku dan Geo sementara ini memutuskan untuk menunda kehamilan dulu. Begitu kan, Sayang?" Aku menoleh ke arahnya, dan dia tersenyum sambil mulai menggenggam jemariku yang berada di atas meja.

 

"Oya? Kenapa?" Papa yang sepertinya nampak terkejut mendengar kalimatku.

 

"Geo bilang dia ingin fokus bantu urus perusahaan Papa dulu. Dia takut konsentrasinya pecah kalau kami buru-buru punya anak," jelasku, tepat seperti apa yang diucapkan Geo tadi malam saat aku bertanya padanya kenapa harus menunda kehamilanku.

 

"Oh gitu. Ya sudah terserah kalian saja. Kami sih orang tua hanya nurut saja, ya kan, Pa?" Mama melirik ke arah papa yang nampaknya masih agak ragu menerima keputusan kami. Tatapan mama seolah ingin mengatakan kepada papa agar menyetujuinya. Dan akhirnya papa pun menganggukkan kepalanya.

 

"Punya anak memang nggak gampang. Ya sudah mungkin kalian juga butuh menikmati masa pacaran dulu. Biar lebih saling mengenal satu sama lain," ujar papa kemudian. Geo nampak mengangguk lega mendengar ucapan Papa. 

 

Dan meskipun aku akhirnya mengatakan juga pada orang tuaku tentang keinginan menunda momongan itu, terpaksa harus berbohong juga pada mereka bahwa sebenarnya bukan aku yang menginginkan hal itu, tapi Geo. 

 

Aku mengetahui hal itu semalam. Saat kami sedang memadu kasih menikmati malam pertama kami. Dan tiba-tiba Geo mengeluarkan sebuah alat pengaman. Aku sungguh kaget dibuatnya.

 

"Buat apa, Ge?" tanyaku semalam.  

 

"Ini pengaman, Sayang."

 

"Iya, aku tahu. Tapi buat apa pakai itu, kan kita sudah resmi jadi suami istri?"

 

"Al, jujur aku belum mau punya anak. Aku belum siap. Aku baru 27 tahun dan aku belum ingin direpotkan dengan kehadiran anak."

 

Aku yang sangat terkejut sontak bangkit dari pembaringan. Terduduk menatap suamiku penuh tanya. 

 

"Tapi kenapa, Ge? Apa ada masalah?"

 

"Sama sekali enggak, Al. Aku hanya ingin fokus dulu mengurus perusahaan Papa kamu. Aku nggak ingin mengecewakan. Kalau waktuku disibukkan dengan anak, aku takut aku nggak akan bisa fokus." Penjelasannya sebenarnya bagiku sangat tidak masuk akal. Kami punya beberapa pembantu rumah tangga. Saat punya anak nanti pun, dia tidak harus membantu mengurusnya. Tapi kenapa dia bersikap seperti ini?

 

Namun pertanyaan hanya tinggal pertanyaan. Geo terus terusan menggunakan alasan ingin fokus dengan perusahaan untuk menjawab rasa penasaranku itu. Dan aku, walaupun akhirnya mengiyakan keputusannya itu, tak urung tetap menyimpan tanda tanya besar di hati. Kenapa Geo tidak ingin cepat memiliki anak dari aku?

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status