Tak terasa hari ini adalah hari dimana Sera dan Arsya melakukan pernikahan. Pernikahan mereka digelar dengan sangat mewah, tamu undangan lebih dari 100 ribu orang. Ucapan selamat banyak dikirimkan dari perusahaan-perusahan besar, karangan bunga nampak menghiasi bagian depan mansion. Hadiah demi hadiah datang membanjiri mereka, tentunya dari rekan bisnis keluarga mereka.
Acara pernikahan dilangsungkan di hotel mewah nan luas, dekorasinya sangat indah. Pernikahan ini menghabiskan dana yang fantastis. Masing-masing keluarga ingin yang terbaik buat Arsya dan Sera. Namun wartawan tak diperbolehkan untuk masuk. Yang boleh masuk hanya tamu undangan saja. Semua tamu nampak senang dan kagum melihat kecantikan Sera dan juga ketampanan Arsya.
Kini Arsya dan Sera berada diatas panggung, lelaki itu memakai tuxedo berwarna hitam dan Sera memakai gaun panjang berwarna putih lengkap dengan mahkota yang terpasang apik di rambutnya. Kini kedua orang itu
Keesokan harinya, Sera terbangun didalam apartemen milik Arsya. Kemarin sehabis makan malam mereka langsung kesini, Sera sendiri yang meminta katanya tak mau jika harus menginap dihotel.Sera melirik Arsya yang berada tidur disofa, ia jadi merasa bersalah karena tadi malam tak mau untuk tidur satu kasur dengan lelaki itu. Dirinya turun dari kasur dan melangkahkan kakinya menuju sofa dimana Arsya tertidur dengan posisi miring.Selimut lelaki itu terjatuh ke lantai lalu dirinya memunguti selimutnya dan ia lipat. Sera mutuskan untuk mendi saja, karena jam sudah menujukan pukul 7 pagi.kini dirinya sudah rapi dengan baju lengan pendek berwarna kuning dipadukan dengan celana jeans pendek. Sera berjongkok tepat didepan kepala Arsya, ditiupnya mata lelaki itu pelan."Arsya." Panggil Sera pelan, tak lama Arsya mengeliat dari tidurnya lantas lelaki itu duduk. Arsya memijat tengkuk kepa
Setelah mengetahui siapa orang itu emosi Arsya memuncak. Bisa-bisa nya Abimana menampakkan diri lagi setelah kejadian di rooftop itu. Arsya memukul Abimana, dengan mata tajam pertanda ia tengah marah.BughBughBugh"Bisa-bisa nya om datang kesini, apa tak puas menghina bunda?!" Murka Arsya, ia tak habis pikir dengan Abimana tanpa tau malu muncul di hadapannya lagi seperti seorang mata-mata."Om tak melakukan apapun," Abimana terbatuk dan mengeluarkan darah dari dalam mulutnya."Jangan alasan, JELAS-JELAS OM YANG MENGHINA BUNDANYA SAYA DAN SEKARANG BERLAGAK JIKA OM TAK PERNAH MELAKUKAN APAPAUN. OM TAU? OM ITU MUNAFIK." Arsya menunjuk wajah Abimana menggunakan jari telunjujnya."Om berani sumpah, om tak melakukan apapun," ujar Abimana terbata-bata.Arsya berdiri karena tangannya ditarik oleh Ser
Arsya dan Sera terdiam setelah mendengarkan penuturan orang itu. Jadi, selama ini orang yang meneror mereka Abimanyu bukanlah Abimana. Lihatlah sekarang, Abimanyu tertawa dengan keras. Baik Arsya maupun Sera tak ada yang menyangka jika Abimana mempunyai kembaran, dari data yang pernah Arsya lihat disana tak tertulis jika Abimana mempunyai kembaran."Bagaimana? Terkejut?" ucap Abimanyu.Rasa bersalah muncul dihati Arsya, dirinya telah menembak Abimana yang tak salah apa-apa. Sera maju ke depan, dan posisinya kini berhadapan dengan Abimanyu. Perempuan itu memandang Abimanyu dari atas sampai bawah dengan pandangan yang sulit untuk diartikan."Sebenarnya apa yang kau mau?" tanya Sera, sudah cukup ia berdiam diri sedari tadi. Dirinya cukup muak dengan tingkah Abimanyu, bisa-bisa Arsya menembak lelaki itu dan berakhir meninggal dengan mengenaskan disini."Dendamku belum terbalaskan,
Arsya sudah sampai dirumah sakit tempat Abimana dirawat. Saat ini dirinya dan Sera mencari dimana ruang rawat pria itu. Sampai akhirnya Arsya sampai didepan pintu yang mana disana sudah ada beberapa bodyguard Sera yang membawa Abimana kesini.Segera Arsya dan Sera menghampiri mereka dan bertanya bagaimana keadaan pria itu, bodyguard itu hanya berkata jika dokternya belum keluar. Arsya dan Sera duduk di kursi tunggu dengan perasaan berkecamuk."Aku takut om Abi kenapa-napa," batin Arsya merasa putus asa."Om Abi kuat, dia pasti bisa melewati ini semua," batin Sera, nyatanya ia juga takut sama seperti Arsya.Terdengar suara langkah kaki, Arsya dan Sera mendongakan kepalanya dan menatap kesamping. Terdapat 2 orang laki-laki berjalan kearah mereka dengan tatapan dingin. Salah satu diantara mereka menarik kerah Arsya dan meninju pipi Arsya hingga oleng kesamping. 
Malam harinya Arsya dan Sera sudah berada di apartemen. Saat ini kedua orang itu tengah rebahan dikasur mereka dengan pandangan mengarah kalangit-langit kamar. suasana cukup hening, haya terdengar suara detak jarum jam yang menenangkan.Arsya menaruh kedua tangannya diatas kepala, sedangkan Sera bersedekap dada. TV pun tak mereka nyalakan, niatnya ingin kembali kerumah sakit namun tak jadi. Mereka masih capek dan tentunya shock dengan kejadian tadi, lebih baik mereka kesana besok saja takutnya tak fokus untuk berkendara."Menurutmu siapa keluarga mama yang ikut andil dalam pembunuhan itu?" tanya Sera, ternyata kasus pembunuhan yang Lita ceritakan tempo hari lalu berkaitan dengan keluarga mereka masing-masing. Namun sampai sekarang mereka masih belum tau tentang, apa tujuan dari pembunuhan itu? Siapa korbannya? Dan apakah pembunuhan itu menyangkut seluruh anggota keluarga mereka atau hanya sebagian saja?.
Saat ini Arsya dan Sera berada didalam kantor milik Sera. Arsya akan mengerjakan pekerjaannya disini bersama Sera. Mereka nampak duduk kursi kerja, dengan tangan yang sibuk berkutat dengan laptop. Memang disana terdapat 2 kursi jadi mereka duduk berdempetan dan menaruh laptopnya diatas meja.Di hadapan mereka sudah ada beberapa tumpukan berkas yang harus segera tanda tangani. Bahkan masing-masing asisten sudah mereka suruh untuk membantu menyelesaikan ini, namun tetap saja masih banyak yang belum terurus mengingat bukan hanya 1 dan 2 perusahaan yang mereka kelola.Arsya melirik Sera, perempuan itu nampak merenggangkan otot-otot tanganya. Pasti istrinya itu capek, sehabis dari rumah sakit mereka langsung kesini niatnya ingin kemansion menjenguk Reta tak jadi. Jika mereka pergi maka pekerjaan akan semakin menumpuk."Apa kau capek?" tanya Arsya menatap mata Sera.Sera mengangguk,
15 Februari 20**Seorang anak kecil perempuan berumur 4 tengah berlari mengelilingi taman. Reta, ya di adalah Reta yang saat itu berumur 4 tahun. Reta kecil berlari dengan riang, tanganya memegang erat boneka kecil berwarna coklat.Reta tampak bernyanyi kecil, rambutnya yang terurai indah ikut terbang kebawa angin. Dirinya memakai dress selutut berwarna soft pink dipadukan dengan sepatu yang sangat cantik berwarna senada. Namun saat dirinya asik bernyanyi tiba-tiba ada yang menarik telinganya, seketika ia berhenti dan menangis karena telinganya terasa sakit.Saat melihat kebelakang ia dikejutkan dengan seorang perempuan melototkan mata kearahnya. Nyali Reta menciut setelah melihatnya, dia ibu tirinya yang sangat membenci dirinya."Hiks hiks lepasin," Reta menangis, tangannya mencoba melepaskan jeweran itu."ANAK TAK TAU DIUNTUNG, BUKANYA BERSIHIN RUMAH MAL
Batu yang dibawa Arsya terbelah menjadi dua bagian, didalamnya terdapat kertas digulung memanjang. Dengan segera Sera mengambil kertas yang tertancap di batu itu. Saat dirinya ingin membukanya tanganya dengan cepat dicekal oleh Arsya.Arsya melarang Sera membuka kertas itu disini, akhirnya mereka masuk kedalam mansion menuju kamar Sera berada. Sesampainya disana mereka langsung menutup jendela dan kordenya, tak lupa mereka mengunci pintunya. Sampai saat ini tak ada bodyguard disini, lantas kemana perginya mereka semua?."Kita buka," ujar Arsya, mereka duduk di pinggir kasur. Seketika suasana menjadi mencekam, suara guntur menyapu indra pendengaran kedua manusia berbeda jenis kelamin itu."Saya berada disekitar kalian, saya orang yang selalu mengirimkan kalian petunjuk. Jangan mencari saya dan menebak-nebak siapa saya sebenarnya. Saya akan keluar diwaktu yang sangat tepat. Tenang saja, saya akan terus mengirim