Desahan saling bersahutan menyelimuti kamar mereka saat ini. Bagi Amar sendiri, rintihan Sara justru menambah gairah sensualnya semakin bergejolak. Bahkan terdengar sangat merdu di telinga Amar.
Amar mulai menghentakkan tubuhnya ke badan Sara. Ia sempat merasa kesulitan karena merasa ada sesuatu yang mengganjal, namun Amar berhasil melewati hambatan itu dengan sempurna.
‘’Ahhh … saakit’’ teriak Sara dengan nada mendesah. Amar tidak mempedulikan teriakannya kali ini, ia justru semakin menguatkan hentakannya itu. Amar semakin beringas melakukan permainannya, melihat Sara yang sudah tidak merintih kesakitan lagi, ia mulai lega karena akhirnya Sara bisa menikmati permainannya.
Secercah darah seketika tumpah di atas kasur. Amar tersenyum puas karena sudah menerobos pintu masuknya. ‘’Sayang, tahan bentar ya! P
‘’Selera mama? Maksudnya?’’ ‘’Iya, mama kamu! Perhiasan ini milik mama kamu, kan?’’ Sara melihat beberapa kalung berantai emas, yang mana kalung itu memiliki model liontin yang berbeda-beda. Liontin tersebut ada yang berbentuk kelopak bunga, mata burung, berlian merah, dan ada juga yang berupa huruf inisial. Tidak hanya itu, di dalam kotak tersebut juga ada tiga buah gelang tangan, serta tiga buah gelang kaki. Kedua jenis gelang tersebut juga sama-sama terbuat dari emas. ‘’Wait, Baby! Ini semua untuk kamu, sayang!’’ jawab Amar dengan nada lembut. ‘’Kamu tau? Ini saya sendiri yang langsung memesankan untukmu. Kalau ada yang kamu tidak suka dari beberapa model perhiasan ini, bisa aku pesankan lagi ke toko emas kepercayaanku.’’ Amar menyambung pe
Sara mengambil sebuah piring yang bertumpuk berwarna putih, lalu dikasihkanlah piring tersebut kepada suaminya. Tidak hanya Amar, Sara juga menyiapkan piring tersebut untuk mama mertuanya juga. Sara mengambil nasi dengan hati-hati, lalu menuangkannya di atas piring. Tidak lupa juga ia menyertakan lauk yang Amar sukai. ‘’Kamu Cuma makan cumi saus tiram, aja?’’ Sara tercengang, karena mendapati Amar yang hanya makan nasi, dan cumi saus tiram saja. Mengingat di depan wajahnya saat ini terdapat banyak sekali macam-macam makanan. Sara melihat ada satu menu yang menurutnya aneh. ‘Aku baru tau, kalau pizza aslinya seperti ini,’ batin Sara dalam hati. 
‘’Mas, dan adek kayaknya lebih cocok, Ma! Iya, kan dek?’’ Mama Wulan tertawa gelih ketika mendengar Amar mengatakan itu dengan sangat kaku, paggilan itu terasa tidak terlalu pantas diucapkan oleh Amar yang memiliki suara berat.Amar melanjutkan tangannya untuk memasukkan pizza ke dalam mulut istrinya. Kali ini, Sara membiarkan suaminya untuk menyuapinya. Dalam hitungan detik, gigitan pizza berhasil mencuci mulutnya. ‘’Rasanya bener-bener enak, Mas!’’ seru Sara pada Amar. Ia sudah dimabukkan dengan cita rasa pizza itu. Ini adalah pertama kalinya Sara memakan pizza, karena biasanya ia hanya bisa melihatnya dari iklan televisi. Potongan daging sapi, dan sosis, yang dipadukan dengan saus mozzarella membuat cit
‘’Ma, Apa kau tidak berniat mengajakku? Apa posisiku sudah tergantikan oleh menantu mama, sekarang?’’ tutur Amar dengan wajah muram. Ia sedikit cemburu karena mamanya seperti sengaja meninggalkannya, terlebih lagi barang belanjaan yang ia pegang cukup menguras keringat.Wulan tertawa terpingkal, ia tidak pernah melihat wajah anak laki-lakinya cemberut seperti seorang wanita. ‘’Amar, apa kamu pantas cemburu dengan istrimu sendiri? Begitu kah? Lebih baik sekarang kamu bawakan semua barang belanjaan mama, ke kasir depan.’’Amar mengerutkan keningnya, ia tidak menyangka bahwa mamanya lebih menyayangi menantunya itu, dari pada anaknya sendiri. Namun Amar juga senang, karena kehadiran Sara di dalam hidupnya, juga membawa kebahagiaan tersendiri untuk mamanya. Dul
‘’Kau kenapa?’’ Amar melihat Sara yang sedang termenung di atas ayunan taman belakang miliknya. Taman itu berukuran 6m2x6m2. Cukup berfungsi jika dipakai untuk menenangkan jiwa, atau sekedar melepas penat. ‘’Dulu, aku mengenalmu sebagai seseorang yang sangat dingin. Bahkan begitu angkuh. Namun setelah kita sering bertemu, kau bilang menyukaiku. Dan sekarang ketika aku sudah menjadi istrimu, kau begitu baik, dan memperlakukanku dengan lembut ….’’ Sara tidak melanjutkan perkataannya, ia masih mengambil napas di tengah-tengah pembicaraannya. ‘’Lalu? Kau berpikir bahwa sikapku palsu?’’Amar memperhatikan wajah sayu
‘’Iya, Ma! Sara sendiri yang ingin tau soal, Michi.’’ Kondisi tiba-tiba menjadi hening. Sebagai seorang menantu, ia cukup tahu diri. Sara tidak ingin membahas soal Michi kepada mama mertuanya itu. Sara sudah mempersiapkan hatinya untuk bertemu dengan Michi. Jikalau pun nanti Amar lebih memilih Michi, Sara tidak akan marah. Karena bagaimana pun jua, Michi sudah menjadi ibu dari anak-anaknya. Dan yang pasti, harus ada yang dipilih antara Michi, dan Sara. Sang supir menancap pedal gasnya dengan kecepatan normal. Kali ini ia sedang membawa keluarga besar bosnya. Maka dari itu, ia harus lebih berhati-hati dalam mengemudi.Di dalam mobil, Amar han
‘’Semua fasilitas yang saya berikan, apa masih kurang?’’ tanya Amar dengan nada tinggi. Selama ini ia selalu mencukupi kebutuhan Sara, bahkan lebih dari sekedar cukup. Namun kali ini, ia harus mendengar dari mulut Sara sendiri, kalau ia ingin seperti wanita di luar sana. Berkarir, dan menikmati prosesnya sebagai wanita karir. Dulu, ia tidak menyukai dengan kebebasan. Namun kali ini dirinya mempunyai alasan tersendiri untuk bebas menghirup udara segar di luar. Bahkan rumah seluas 2200 meter, tidak bisa membuat hatinya merasa cukup. ‘’Mas, semua yang kamu berikan sangatlah cukup. Bahkan, lebih. Kamu suamiku, namun kita jarang bertemu. Semenjak kita menikah, kamu hanya mengasihku waktu tiga hari untuk bisa meras
‘’Kau sudah bangun?’’ tanya Amar yang sedang melihat istrinya baru keluar dari dalam kamarnya. Sara tidak menjawab. Ia langsung mencuci muka, lalu mempersiapkan beberapa berkas yang ia perlukan untuk hari ini. Amar yang sedari tadi berdiri di depannya, ia sama sekali menganggap seperti sebuah patung. ‘’Makanlah sebelum berangkat! Jangan sampai kamu pingsan, lalu merepotkan banyak orang.’’Sara melihat ke arah Amar. Ia sedikit kaget karena suaminya seperti sedang mendukung rencananya itu. Namun ia tidak berani menyimpulkan, karena selama ini ia tidak akan mudah membaca pikiran suaminya. ‘’Apa kau mengijinka