SANG MENANTU TERBUANG

SANG MENANTU TERBUANG

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-10-30
Oleh:  langitkelabuBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
10Bab
12Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Arya Dirgantara seorang pria miskin yang menjadi Menantu Sampah di keluarga bangsawan Atmadja. Arya adalah sasaran empuk caci maki, perlakuan kasar, dan hinaan setiap hari, terutama dari istrinya, Kinanti Atmadja. ​Titik balik terjadi ketika Kinanti menceraikannya demi pria kaya raya, menghancurkan sisa-sisa hati Arya. Perpisahan ini melepaskan rantai yang mengikatnya. ​Arya, dengan kepribadiannya yang baru dingin, licik, pintar, anti-naif, dan mahir dalam pertarungan, mulai menapaki jalan baru. Ia menggunakan kecerdasan dan kekuatan terpendamnya mulai membangun kerajaan bisnis, dan secara perlahan mengungkap identitas rahasianya yang ternyata terhubung dengan dunia gelap, menjadikannya seorang mafia bisnis yang ditakuti. ​Perjalanan yang penuh liku, pengkhianatan, romansa yang rumit. Saat Arya mencapai puncak kekuasaan. Kinanti menyadari kesalahannya dan berusaha mengejarnya kembali, tetapi Nasi sudah menjadi Bubur.

Lihat lebih banyak

Bab 1

KINANTI, DAN SARAPAN DI NERAKA

Langit di atas kota Jakarta pagi ini terasa dingin dan mendung, seolah ikut merasakan kebekuan di dalam sebuah rumah megah di kawasan Pondok Indah, kediaman keluarga Atmadja.

Di ruang makan mewah yang dihiasi lampu kristal dan meja marmer putih, aroma roti panggang dan kopi Arabika seharusnya menciptakan suasana hangat, namun bagi Arya Dirgantara, sarapan selalu terasa seperti duduk di atas bara api, dikelilingi oleh sekelompok algojo.

Arya, berusia 25 tahun, duduk di sudut meja, mengenakan kemeja lusuh yang sedikit kebesaran—satu-satunya pakaian formal yang ia miliki.

Rambut hitamnya sedikit gondrong, menutupi sebagian wajah tirus yang menyimpan bekas-bekas kelelahan.

Di mata anggota keluarga Atmadja, ia adalah gambaran sempurna dari kata ‘sampah masyarakat’ yang entah bagaimana bisa menikahi permata mereka.

Di ujung meja, duduklah Bramantya Atmadja, kepala keluarga dengan perut buncit dan wajah angkuh, tampak sibuk membaca koran bisnis dengan dahi berkerut.

Di sebelahnya, Nyonya Laras, sang ibu mertua, menatap Arya dengan tatapan jijik yang tak pernah pudar, seolah kehadiran menantu malang itu telah mengotori perabotan antiknya.

​“Arya, berikan aku garam itu,” perintah Kinanti, suaranya tajam seperti pecahan kaca.

​Kinanti Atmadja. Wanita itu. Istri Arya. Mengenakan gaun sutra yang memamerkan leher jenjangnya, dengan riasan sempurna yang menonjolkan mata elang dan bibir merah berani.

Kinanti adalah tipe wanita yang diciptakan untuk kemewahan; cantik, memikat, tetapi berhati sekeras batu, terutama padanya.

Arya segera meraih botol garam, tetapi karena terburu-buru, tangannya yang kaku menyenggol gelas air putih. Klang! Gelas itu jatuh dan pecah di atas lantai marmer, airnya membasahi karpet persia mahal di bawah meja.

​Hening. Sunyi yang mematikan, lebih mematikan dari suara tembakan.

​“Dasar ceroboh!”

​Suara Laras melengking, memecah kesunyian. Ia meletakkan sendok garpu peraknya dengan kasar.

​“Lihat, Bram! Kelakuan menantu tidak berguna ini! Bahkan hanya untuk mengambil garam pun ia tidak becus! Itu karpet kesayanganmu dari Italia, Arya!”

​Wajah Bramantya terangkat dari koran. Matanya menatap Arya dengan pandangan menghina yang tidak berusaha disembunyikan.

​“Arya,” desis Bramantya, nadanya datar namun menusuk, “Tidakkah kau tahu harga karpet itu bisa memberimu makan selama sepuluh tahun? Kau bahkan tidak layak menyentuh udaranya. Ambil lap dan bersihkan sekarang!”

​Arya segera beranjak dari kursinya, mengambil lap yang tergeletak di dekat dapur, dan berlutut di lantai yang dingin, mulai mengelap pecahan kaca dan air.

Darahnya mendidih, tetapi ia memilih diam. Diam adalah satu-satunya perisai yang ia miliki di rumah ini. Ia tidak ingin melihat sorot mata Kinanti, tetapi bayangan pantulan gaun sutranya di lantai membuat kepalanya semakin tertunduk.

​“Cepat sedikit, pecundang,” Kinanti akhirnya bersuara, menggunakan sebutan yang hampir menjadi nama panggilannya. Ia menyesap kopinya dengan elegan, seolah pemandangan suaminya berlutut membersihkan pecahan kaca adalah hal yang biasa—dan memang, itu adalah rutinitas yang biasa.

​“Kau tahu, Arya,” Kinanti melanjutkan, suaranya kini terdengar seperti belati yang diasah,

“Aku benar-benar muak. Kau menyandang nama Atmadja, tapi kau hanya mempermalukan kami. Ayah sudah memberimu pekerjaan di gudang, tapi kau selalu terlambat. Kau bahkan tidak mampu membeli kopi enak di warung, apalagi membelikanku perhiasan. Aku bahkan tidak tahu kenapa dulu aku setuju menikah denganmu hanya karena Ayah merasa berhutang budi pada Panti Asuhanmu.”

​Arya merasakan urat di lehernya menegang. Ia ingin sekali membentak, ingin bertanya, apakah kau tidak melihat sedikit pun kebaikan di hatiku?

​Ia berdiri setelah selesai membersihkan, tangannya gemetar, bukan karena takut, tetapi karena emosi yang tertahan.

​“Maafkan aku, Kinanti. Aku akan bekerja lebih keras hari ini,” ujar Arya dengan suara serak.

​Kinanti hanya tertawa kecil, tawa yang menusuk hingga ke ulu hati.

“Bekerja keras? Kau hanya tukang angkut barang, Arya. Berhentilah bermimpi. Lihatlah Daniel. Pria itu jauh lebih sukses, tampan, dan berasal dari keluarga terpandang. Dia adalah masa depanku yang seharusnya. Sedangkan kau…” Kinanti menghela napas dramatis,

“...Kau adalah kesalahan masa laluku.”

Daniel. Nama itu selalu menjadi belati yang mencabik-cabik hati Arya. Daniel Kusumo, putra tunggal dari keluarga Kusumo yang kaya raya, kolega bisnis Bramantya. Pria yang dengan bangga Kinanti pamerkan sebagai ‘calon pasangan sejati’-nya, meskipun mereka masih terikat pernikahan.

​“Kinanti, jaga bicaramu,” Bramantya mengingatkan, tetapi tanpa ketegasan. Seolah ia hanya menjalankan kewajiban sebagai seorang ayah di depan si menantu.

​Kinanti mengibaskan tangan.

“Untuk apa, Ayah? Semua orang tahu status kami. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengirim sampah ini keluar dari rumah kita.”

​Arya terdiam sejenak. Ia menatap Kinanti dengan tatapan yang lama. Tatapan yang bukan lagi berisi cinta yang buta, tetapi kekecewaan yang telah mengeras menjadi es.

​Di tengah tatapan dingin itu, sebuah bayangan aneh melintas di benak Arya.

​Bukan bayangan Kinanti, bukan juga wajah Bramantya yang sinis. Tapi, bayangan yang kabur...sebuah aula besar yang gelap, suara tembakan yang memekakkan telinga, dan bau amis darah yang menyengat. Secepat kilat, bayangan itu lenyap, meninggalkan sakit kepala berdenyut dan sensasi aneh di telapak tangannya, seolah ia baru saja memegang senjata berat.

​Apa itu tadi?

​Ia menggelengkan kepala, mencoba mengusir halusinasi aneh tersebut. Mungkin ia hanya kurang tidur.

​“Aku sudah selesai,” kata Arya, suaranya lebih dingin dari yang ia kira.

​Tanpa menunggu respon, ia berbalik dan melangkah cepat menuju pintu belakang. Ia harus segera berangkat bekerja di gudang Atmadja, pekerjaan yang membuatnya lebih mirip kacung daripada karyawan.

​Saat ia berjalan melewati koridor panjang, ia tak sengaja menabrak seorang pelayan yang membawa keranjang pakaian kotor.

​“Maaf, Tuan Arya!” Pelayan itu membungkuk ketakutan.

​“Tidak apa-apa,” jawab Arya. Tiba-tiba, mata Arya menangkap sebuah benda kecil yang jatuh dari saku celana kerjanya yang baru ia ambil dari keranjang.

​Sebuah kepingan logam hitam.

​Benda itu berbentuk seperti koin kuno, tetapi permukaannya berukir. Arya segera mengambilnya. Di bawah cahaya yang remang-remang, ia melihat ukiran naga berkepala dua yang sedang melilit huruf T dan Z. Koin itu dingin, berat, dan terasa familiar di genggamannya, seolah kepingan itu adalah bagian yang hilang dari ingatannya.

​Apa ini? Aku belum pernah melihatnya.

​Ia cepat-cepat menyembunyikannya di saku kemeja. Sebuah insting primitif, naluri bertahan hidup yang entah dari mana asalnya, menyuruhnya untuk menjaga koin ini sebagai rahasia.

Tepat saat ia hendak membuka pintu belakang, suara teriakan Kinanti dari ruang makan kembali terdengar, lebih keras dari sebelumnya.

​“Ayah, aku sudah putuskan! Hari ini aku akan menemui pengacara! Aku tidak tahan lagi! Aku ingin bercerai dengan Arya dan menikah dengan Daniel!”

​Langkah Arya terhenti.

​Meskipun ia sudah tahu ini akan terjadi, mendengar kata-kata itu diucapkan dengan lantang, dengan nada lega dan gembira, tetap meremukkan sesuatu di dalam dirinya. Pria malang itu bersandar di pintu, menelan pahitnya kenyataan.

Cinta yang telah ia berikan selama tiga tahun, kesetiaan yang ia pertahankan di tengah caci maki, kini hanya berujung pada pengkhianatan dan penolakan.

​Cukup.

​Sesuatu di dalam diri Arya patah. Bukan dengan suara keras, melainkan dengan keheningan yang mematikan. Patahan yang melepaskan segel yang telah lama tertutup.

Rasa sakit di hatinya tiba-tiba berubah menjadi rasa hampa, lalu menjadi amarah dingin yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

​Ia menegakkan tubuhnya. Punggungnya yang selalu membungkuk kini tegak. Matanya yang selalu menyimpan rasa takut dan lelah kini memancarkan api yang membeku.

​“Silakan, Kinanti. Lakukan sesukamu,” bisik Arya pada angin, sebuah janji yang hanya ia yang mendengarnya.

Arya melangkah keluar, meninggalkan rumah megah itu untuk menuju gudang di kawasan industri, membawa serta kepingan logam misterius, patahan hati yang baru, dan sebuah tekad baru yang dingin.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
10 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status