Cahaya sinar matahari begitu lembut masuk melalui celah-celah jendela kamar Asih. Sinarnya yang terasa begitu hangat menyapu pori-pori kulit wanita yang meringkuk di samping pintu kamar. Perlahan Asih membuka netranya, bangkit dengan tangan yang memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Sepertinya sebuah benda keras sudah menghantam kepalanya semalam, membuat Asih tidak sadarkan diri.
"Aduh ...!" lirih Asih berjalan terseok-seok menuju rajang. Lalu membaringkan tubuhnya di atas pembaringan.
Beberapa saat Asih memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Netranya masih terpejam, namun benaknya mencoba untuk mengingat-ingat kejadian semalam yang ia alami. Asih melirik pada jendela kaca yang berada di samping ranjang. Tidak ada apapun, semuanya aman. Tirai yang semalam berterbangan oleh angin kencang juga masih rapi pada tempatnya.
Asih mendengus berat, "Apa ya semalam itu, kenapa sama persis dengan yang terjadi di kamar koso
Sudah beberapa hari semenjak kejadian malam itu, Asih tidak pernah lagi melihat Wini di rumah Tejo. Wanita lumpuh yang kerap kali bersantai di depan layar televisi itu tiba-tiba menghilang dan tidak pernah muncul lagi. Bahkan, di tempat-tempat favorit Wini pun, wanita itu tidak pernah muncul lagi."Aku akan pergi malam ini, jaga rumah baik-baik!" tutur Tejo sekilas melihat pada Asih yang sedang sibuk menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Iya Mas," balas Asih mengangguk lembut. "Oh, iya Mas, sepertinya sudah beberapa hari ini aku tidak melihat Mbak Wini. Kemana ya, Mas, dia?" seloroh Asih menatap lekat pada Tejo yang terlihat begitu santai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Iya, beberapa hari yang lalu aku membawa Wini berobat dan kata dokter Wini harus ditinggal di sana untuk mempercepat proses kesembuhannya," tutur Tejo."Berobat? Di mana, Mas?" celetuk Asih."Jauh dari sin
Wini sudah mengemasi semua baju-baju miliknya ke dalam koper. Ia sudah menghubungi seseorang untuk menjemputnya tanpa sepengetahuan Tejo. Ini adalah kesempatan Wini meninggalkan rumah Tejo saat Tejo sedang tidak ada di rumah.Malam semakin merangkak naik. Asih sudah mengurung dirinya di kamar sejak tadi sore. Karena hujan turun cukup deras sepanjang hari. Sungguh ini adalah waktu yang tepat sekali untuk Wini kabur. Wini menarik kopernya menuju pintu kamar. Langkah Wini terkejut saat melihat Tejo tiba-tiba muncul di balik pintu kamarnya yang terbuka.Wajah Wini mendadak pucat. Tejo menampakan seringainya di depan Wini, berjalan masuk ke dalam kamar."Mas!" lirih Wini, bibirnya bergetar ketakutan. Wini menarik beberapa langkah kakinya ke belakang."Aku tahu, kamu akan menjadi benalu di rumah ini, Win!" sergah Tejo, tersenyum sinis.Tubuh Wini bergetar hebat, dadanya bergemuruh. Tan
Tejo sudah kembali, Asih menatap lelaki berkumis tebal itu berjalan melewatinya. Wajahnya terlihat kesal, menghempaskan tubuhnya duduk pada bangku yang berada di depan ruangan televisi cukup kasar."Ada apa, Mas?" tanya Asih."Tidak ada apa-apa," balas Tejo datar. Wajahnya terlihat berpikir keras. Satu tangannya memijat keningnya beberapa kali.Tok! Tok!"Tuan!""Ada apa?" tanya Tejo menatap pada lelaki yang berdiri di ambang pintu dengan wajah takut. Kedua tangannya meremas ujung baju yang ia kenakan."Itu Tuan, para pelanggan komplain," tutur lekaki itu dengan wajah takut."Complain kenapa?" cetus Tejo. Wajahnya perlahan memerah."Kelapa yang kita kirim busuk semua, Tuan!""Apa? Bagaimana bisa!" Tejo menaikan nada suaranya. "Memangnya sebelum dikirim kalian tidak memeriksanya dulu!" decih Tejo,
Asih mengemasi semua barang-barangnya lalu memasukkannya ke dalam koper. Wajahnya terlihat panik dan terburu-buru."Aku harus segera pergi meninggalkan rumah ini dan aku harus memberitahukan pada warga jika Tejo sudah membunuh Wini. Agar arwah Wini tidak menghantuiku lagi," lirih Asih ketakutan.Setelah memasukkan barang-barangnya, Asih bergegas membawa koper itu keluar dari dalam kamar. Dengan langkah cepat ia menuruni anak tangga, sebelum Tejo kembali ke rumahnya."Tejo benar-benar seperti psikopat!" gerutu Asih masih tidak menyangka jika Tejo akan berbuat senekad itu pada istrinya sendiri.Asin tercekat saat melihat lelaki berkumis tebal itu justru muncul dari balik pintu rumah yang ia buka.Tejo menjatuhkan tatapannya kepada koper yang berada di belakang punggung Asih. Kemudian kepada wanita yang berdiri di depannya dengan tatapan heran."Asih, kena
Aroma bensin sangat menyengat masuk dalam indra pernapasan. Entah berapa liter bensin yang sudah Tejo siraman pada kayu-kayu bakar itu yang sudah pesan dan ia susun di belakang rumah.Perlahan Asih membuka netranya yang terasa sangat lengket sekali. Wanita itu terkejut, saat mendapati kedua tangan dan kakinya terikat pada ranjang. Mulut wanita itupun tersumpal oleh kain yang membuatnya merasa sangat mual sekali.Eh ... Eh ...Asih berusaha menggerakkan kedua tangannya yang terikat. Ia pun berusaha untuk berteriak. Namun, usahanya percuma saja. Asih tergugu, butiran bening jatuh membasahi pelipisnya."Asih .... !"Deg!Suara panggilan itu lagi. Asih mencari keberadaan Wini, arwah penasaran yang belakangan ini terus menghantuinya. Kedua netra Asih membeliak saat melihat tubuh Wini tiba-tiba melayangkan di atas tubuhnya.Hah .....
Rumah mewah milik Tejo hangus terbakar tidak tersisa. Begitu juga dengan gudang kelapa milik juragan kaya raya itu. Semua rata dengan tanah, dilahab si jago merah. Bahkan Tejo yang jatuh di atas bara api pun tidak dapat di selamatkan. Lelaki itu hangus terbakar menjadi arang.Perlahan Asih membuka netranya dari obat bius yang berangsur menghilang. Rasa perih dan sakit semakin menjalar pada sekujur tubuh Asih yang dibalut oleh kain perban. Luka bakar pada wanita itu hampir menjalar di sekujur tubuhnya.Asih mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia sama sekali tidak bisa menggerakkan tubuhnya, semua terasa perih dan sangat sakit sekali."Neng, ini ibu, Neng!" ucap wanita paruh baya yang terlihat senang melihat Asih telah sadar. Netranya berkaca-kaca melihat Asih sudah sadar."Bu!" lirih Asih menggerakkan bibirnya sangat pelan sekali. Karena tidak hanya tubuh Asih yang dipenuhi oleh luka bakar.
Prapto berlari tergopoh-gopoh menghampiri Lastri yang sedang berada di dalam gudang kelapa. Wajahnya panik setelah mendengar kabar tentang kematian Tejo dan semua harta benda Tejo yang habis terbakar tidak tersisa."Ada apa, Prapto!" sergah Lastri terkejut dengan kedatangan menantunya."Bu, ada kabar buruk, Bu!" sergah Prapto dengan nafas yang masih tersengal."Ada apa, Prapto?" Lastri mengalihkan tatapannya dari buku nota yang ada di tangannya, kemudian melihat pada Prapto."Kabar buruk, Bu! Pak De Tejo meninggal dunia!" cetus Prapto setelah nafasnya sedikit berangsur normal."Apa!" Lastri membungkam mulutnya yang menganga dengan mata membeliak. "Prapto, jangan asal bicara kamu, darimana kamu dapat berita seperti itu, Prapto!" pekik Lastri dengan wajah kesal."Benar, Bu, sumpah! Saya tidak bohong!" tukas Prapto penuh keyakinan.Nota yang
Perlahan Prapto menarik gagang pintu kamar Lastri. Bayangan manusia berbulu hitam tengah bergumul dengan Lastri di atas ranjang."Astaghfirullahaladzim!" batin Prapto. Satu tangan lelaki itu mengusap dadanya yang masih terkejut. Seketika tubuh Prapto bergetar ketakutan.Lastri terlihat menikmati permainan dengan makhluk yang dipenuhi bulu hitam itu. Bahkan erangan Lastri semakin keras terdengar sangat menjijikan. Prapto perlahan menarik gagang pintu kamar Lastri dan menutupnya kembali.Jantung Prapto hampir terlepas dari tempurungnya. "Apa yang sebenernya ibu lakukan dengan mahluk itu!" batin Prapto ketakutan. Dengan sangat hati-hati sekali Prapto memutar tubuhnya menuju lantai bawah.____Subuh buta Prapto sudah meninggalkan rumah. Setelah ia menyiapkan semua keperluan Indah. Saat ia pergi lelaki itu juga sudah memasrahkan istrinya kepada Bibik pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Last