Share

Bab 4 | Rencana Jahat Luis

Peduli setan dengan aturan dari para pengawal, Alice tahu jika jalannya tak akan semulus jalan tol. Jadi, sebelum menerima penolakan, sekitar pukul empat pagi tadi, Alice menyelinap masuk ke kamar Luis; mencuri buku nikah mereka.

“Oh tidak mungkin, Nyonya pasti membohongi saya.”

“Kenapa aku harus membohongimu? Kamu bisa memeriksa sendiri. Silakan,” balas Alice dengan senyum merekah, terus saja menyodorkan buku pernikahan Alice dan Luis.

Sekretaris Luis akhirnya menerima. Dia menurunkan pandangan ragu ke arah buku kecil itu, sembari meneguk kasar ludahnya saat pantulan matanya meraup potret foto formal pasangan suami istri.

Dan foto lelaki itu memang, ... Luis Pietro.

“Astaga! Ja-jadi Anda ....”

“Kamu sudah tahu siapa aku kan? Tolong tunjukan di mana ruangan Tuan Luis. Jangan sampai aku meminta suamiku memecatmu.” Alice menyambar cepat, seakan tahu arah tujuan perkataan wanita berpakaian formal itu, yang masih menatap Alice lekat, “aku janji, tidak akan membuat masalah.”

Setelahnya, sekretaris Luis dengan berat hati mengangguk mengizinkan Alice menemui Luis.

Alice berjalan bersisian dengan si sekretaris seksi milik Luis Pietro, hingga sebuah pintu besar nan gagah ditunjuk dengan gaya hormat.

“Di sini ruangan Tuan Luis, Nyonya. Saya akan memberitahu Tuan Luis kalau Nyo—”

“Tidak, tidak perlu. Aku ingin memberi dia kejutan. Pergilah, terima kasih,” potong Alice sedikit panik, lantas mengibaskan tangan sengaja ingin mengusir.

Si sekretaris seksi hanya bisa mengangguk hormat untuk kesekian kali, sembari membungkukkan tubuh, dia akhirnya memutuskan kembali ke tempat kerja lagi.

Berharap sikap kurang ajarnya pada Alice tadi, tak mempersulit dirinya di keesokan hari.

Alice mulai mengatur napas gugup bercampur takut berulang kali. Telapak tangan wanita itu bahkan sudah basah kuyup.

Ia juga sudah menyiapkan mental, jika pada akhirnya akan dicekik ataupun dibanting oleh Luis. Asal sang suami mau menerima kehamilannya.

“Tenang Alice, tenang. Semua akan berjalan baik. Dia sudah sedikit berubah. Kamu tidak perlu khawatir. Fuhh ... semoga-semoga! Tuhan berkati aku.”

Alice pikir, Luis sudah sedikit berubah. Lelaki tampan itu selalu memperlakukan Alice lembut saat menginginkan tubuhnya.

Dan kali ini, Alice berharap sang calon anak, akan mendapat pengakuan dari ayah kandungnya.

Jemari lentik yang tertekuk, sudah akan mengetuk pintu ruang kerja Luis, tetapi gerakan itu seketika terurungkan saat melihat sinar cahaya keluar dari dalam ruang kerja Luis, yang ternyata pintu tersebut tak benar-benar tertutup sehingga menyisakan sedikit celah.

Tangan Alice perlahan turun, untuk sedikit mendorong pintu kayu coklat berkilap tersebut, agar ia bisa mengintip.

Namun, ia tiba-tiba membeku di tempat saat telinganya menangkap suara Luis, sedang berbicara dengan asisten pribadi lelaki itu.

“Kapan Davina akan pulang? Apa kau sudah mengirimi dia uang?”

“Satu Minggu lagi, Tuan. Ya, saya sudah melakukannya, sesuai dengan perintah Tuan Luis. Lalu, apa Tuan benar-benar akan menikahi Nona Davina?”

Luis terdengar tengah mengetuk-mengetukkan ujung pena di permukaan meja. Gumaman rendah terdengar sebelum menjawab, “Ya. Sebentar lagi, setelah aku puas bermain dengan tubuh Alice.”

“Bukankah Tuan Luis sudah mulai menyukai Nyonya Alice?”

“Menyukai? Kau gila?” Luis tertawa mencibir. “Aku hanya memanfaatkan tubuh wanita kampungan itu, karena Davina sedang liburan ke luar negeri.”

“... dia merajuk padaku memintaku menikahinya. Sedangkan aku tidak bisa memanggil wanita bayaran, karena kakek sedang memata-mataiku. Yah, satu-satunya jalan memang hanya tubuh Alice.”

Kedua tangan yang terjulur di kedua sisi tubuh Alice, seketika mengepal kuat mendengar perkataan Luis.

Kebencian di raut wajah kecil wanita itu kian bertambah untuk Luis, yang juga telah meleburkan harapan di hati Alice; berharap Luis akan mengakui anak yang dikandung Alice.

Semenjijikan itukah tubuh Alice hingga hanya menjadi alat pelampiasan nafsu oleh seorang Luis Pietro?

Sang asisten pribadi Luis tampak masih berdiri terdiam. Dia tak melakukan perubahan ekspresi wajah apa pun, saat bola mata basah berkilat Alice melihat dari sisi wajah sampingnya.

Telinga Alice kembali menangkap kelanjutan kalimat Luis.

“Kau sudah mendapat laporan ke mana saja Alice pergi?”

Sang asisten pribadi akhirnya kembali mengangguk.

“Saya mendapat laporan jika Nyonya Alice sempat pergi ke apotek. Para pelayan rumah juga mengatakan kalau kondisi tubuh Nyonya Alice beberapa hari yang lalu sangat lemah,” lapor sang asisten pribadi.

“Lalu? Apa dia akan mati, maksudmu?” tanggap Luis lagi.

“Kata pelayan, kemungkinan besar Nyonya Alice hamil, Tuan Luis,” jawab sang asisten pribadi takut-takut, dengan kepala sedikit menunduk.

Di detik itu juga, dia memberanikan diri mengangkat kepala.

“Jika benar, ... Apa Tuan Luis akan membiarkan Nyonya Alice hamil?”

“Apa aku terlihat peduli? Kalau itu sampai terjadi, rencanakan kecelakaan untuk Alice, pastikan dia keguguran. Aku tidak mau bayi itu ada. Kau tahu maksudku ‘kan? Pastikan janin itu mati ... apa pun caranya, kau mengerti?” pungkas memerintah Luis, dengan menekan seluruh kalimatnya, sembari mengusap dagu.

Jemari Alice kian bergetar lemah, bola mata bulat indahnya berkaca-kaca basah. Ia kemudian mengangkat tangan, untuk menyentuh perutnya yang masih rata.

Di sana sudah ada nyawa hasil dari percintaan dirinya dan Luis, benarkah Luis akan setega itu membunuh calon pewarisnya?

“Kamu bukan manusia, Tuan Luis! Ka-kamu, kamu ... melebihi seorang iblis! Ba-bagaimana bisa, dia merencanakan membunuh darah dagingnya sendiri seperti ini? Astaga, Tuhan. Pria macam apa yang sudah aku nikahi,” gumam Alice lirih dengan nada bergetar ketakutan.

Kepala Alice menggeleng berat dengan wajah memerah lembab. Langkahnya tampak bergerak mundur tak imbang.

Sesekali Alice hampir jatuh tersandung oleh kakinya sendiri, hingga akhirnya tumit heels wanita itu tanpa sengaja terselip di karpet lantai, dan hampir saja tubuh Alice jatuh jika tak ditangkap oleh sekretaris Luis yang baru datang.

“Nyonya! Nyonya, tidak apa?”

Alice menoleh berat, dadanya kembang kempis mengingat apa yang baru saja ia dengar dari Luis. Ia buru-buru memaksa berdiri, tanpa meninggalkan kata, wanita itu pergi begitu saja.

Namun, setelahnya, Luis justru keluar setengah berlari heboh dari pintu ruangannya, diikuti sang asisten pribadi. Lelaki itu menatap lekat sang sekretaris yang masih menatap ke arah lift.

“Kenapa kau berteriak begitu kencang, hah?!” Luis membentak, sebab jantungnya mendadak berdegub lebih kencang, saat ia sempat menangkap sosok tak asing masuk ke lift.

Dan sang sekretaris membalik tubuh, kemudian menunduk penuh ketakutan ke arah Luis.

“Ma-maafkan saya, Tuan Luis. Tadi ada seorang wanita yang mengaku sebagai istri Anda. Dia menunjukkan buku nikah, juga ... berdiri cukup lama di depan pintu ruang kerja Anda,” ungkap jujur sang sekretaris dengan terbata, “dan hampir saja terjatuh.”

Sang sekretaris sungguh takut, jika Alice hanya seorang penipu dan telah mencuri informasi dari perusahaan ini.

“Istriku?” Penjelasan terakhir dari sang sekretaris membuat rahang Luis mengetat kuat. Ponsel yang berada di genggaman seketika dibanting ke lantai, “siapa namanya?”

“Ny-Nyonya A-Alice Gracia, Tuan.”

“Alice! Beraninya dia datang ke sini. Siapkan mobil. Aku ingin pulang.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status