Laura tersenyum kecil. "Keluarga Samson tidak akan lagi menggunakan alasan membesarkan aku untuk memintaku membalas mereka. Ini tidak buruk dan menyapu bersih semua hubunganku dengan keluarga Samson.""Keluarga Adams juga akan menuntut keluarga Samson karena penganiayaan terhadapmu. Keluarga Samson sudah tamat jika keluarga Adams bertindak.""Hmm…." Laura merenung memandang keluar jendela kantornya.Apakah keluarga Samson berakhir seperti ini begitu saja? Di kehidupan sebelumnya, sebelum dia meninggal, keluarga Samson sangat berjaya setelah memeras setiap tetes kehiduapn dirinya, mengambil saham dan warisan yang ditinggalkan Kakek Billy, membiarkannya menyaksikan Amel sekarat tanpa memiliki uang, dan Viola mengambil rumah dan suaminya. Keluarga Samson menguras setiap inti kehidupannya dan mereka masih berjaya ketika dia meninggal.Mereka keluarga besar yang bahkan membuatnya takut. Rasanya tidak nyata melihat kejayaan keluarga Samson jatuh seperti ini begitu saja."Direktur, apa kamu
"Aku bukan Kak Tristan, aku akan menghajar Lucian Wilson habis-habisan.""Sean, ingat kamu sekarang Letnan Kolonel. Lucian Wilson bisa melaporkanmu atas kekerasan," balas Dean. "Biar aku yang melakukannya. Jarum suntik meski tidak cukup melukai, bisa menyebabkan kematian jika salah diberi obat.""Anak-anak, jangan lakukan itu…." Allen menegur mereka, lalu melanjutkan kalimatnya dengan suara rendah. "Lakukan diam-diam dan jangan tinggalkan jejak."Para pria mendiskusi rencana pembunuhan pada Lucian tapi terdiam ketika mendapat tamparan satu persatu di kepala mereka dari matriarch Adams. ...Laura menarik Lucian menjauh dari aula pesta dan mendorongnya ke dinding, mendesis menatapnya tajam. "Apa kamu gila? Kenapa kamu muncul terang-terangan di depan keluargaku? Tahukah kamu kalau keluarga sangat membencimu.""Aku tahu." Lucian berkata dengan tenang. "Tapi aku ingin menghadapi mereka. Aku tidak ingin bersembunyi seperti pengecut dan takut menghadapi mertuaku.""Mertuaku?" Laura dibuat
"Lucian Wilson, apa yang kamu lakukan di sini?" Seluruh keluarga Adams menunjukkan ekspresi tidak suka."Aku datang bersama sekretarisku. Dia mendapat undangan khusus dari Tristan Adams," jawab Lucian.Mendengar itu, wajah seluruh anggota keluarga Adams berubah. Mereka menatap Lucian dengan tatapan aneh dan heran. Bisik-bisik mulai terdengar di antara mereka."Undangan khusus? Siapa yang diundang Tristan?""Sepertinya orang yang spesial bagi Kak Tristan. Dia tidak pernah membuat undangan khusus.""Apa dia seorang wanita atau pria?"Sementara itu, Laura menatap Lucian dengan cemas dan gugup. Mengapa ia berani muncul di depan seluruh anggota keluarganya? Apakah Lucian ingin mengungkapkan rencana mereka untuk rujuk kepada keluarganya?Willy menyadarkan Laura dari lamunannya dengan pertanyaan, "Laura, apa kamu tahu siapa yang diundang Kakakmu secara khusus?""Uhm, kenapa tidak tanya Tuan Wilson?" Laura menjawab dengan suara sangat formal dan datar, seolah ingin menunjukkan jarak dengan
“Ah…” Laura mengangguk mengerti, melirik Lucian di sudut matanya, lalu menarik diri.“Nona Moore, terima kasih sudah datang.” Tristan menatap Mia tanpa ekspresi.“Uhm… iya,” Mia membalas acuh tak acuh.“Laura, kenapa kamu tidak mengajak Nona Moore berkeliling? Kalian berdua harus berbaur dengan para tamu,” perintah Tristan.“Uhm ya…” Laura menatap Tristan dan Lucian, lalu menggigit bibir bawahnya cemas. Ia takut mereka berdua akan berdebat dan Lucian mengatakan sesuatu tentang hubungan mereka pada Tristan.“Laura…” Tristan meliriknya di sudut mata dan menyipitkan mata tajam.Lucian mengangguk sambil tersenyum pada Laura seolah berkata untuk tidak khawatir.Laura memaksakan senyum dan mengangguk, meraih tangan Mia.“Mia, bagaimana kalau kita ke meja prasmanan?”Mia terlihat tidak nyaman berada di sana dan segera mengangguk pada Laura.Kedua wanita itu meninggalkan Tristan dan Lucian yang memancarkan aura dingin.Laura berharap mereka berdua tidak akan bertengkar. Dia tidak tahu apa yang
Willy tampak sangat menyukai sikapnya. “Aku akan memberitahu Dean tentang juniornya ini. Dan ini putriku, Laura ….” dia memperkenalkan Laura dengan antusias pada Viktor.Pria itu terlihat seusia dengan Laura, dia mengulurkan tangan padanya dengan senyum sopan. “Halo Nona Adams, senang bertemu denganmu.”Laura membalas senyum tenang dan meraih tangannya. “Halo Tuan Viktor …..”“Kalian berdua bisa mengobrol. Kalian anak muda harus saling mengenal.” Willy mengedipkan mata pada Laura.Ah, Laura jadi mengerti mengapa Willy memperkenalkannya dengan beberapa Tuan Muda.“Uhm … Ibu, sepertinya aku lupa menyapa Kak Tristan. Maaf, aku akan menyapa Kak Tristan dulu.”Mata Willy melebar menatapnya tajam.Viktor terlihat tidak tersinggung dan tersenyum ramah pada Laura. “Kalau begitu, aku juga ingin menyapa Dokter Dean. Dia baru saja datang. Aku sudah menunggu untuk menyapanya. Nyonya Adams, Ibu, aku pergi dulu.” Dia berbalik pergi seolah-olah dia sangat ingin pergi dari tempat itu.“Anak itu ….” N
Suasana di dalam mobil sangat panas, penuh dengan suara kecupan basah.“Kita harus menghentikan ini,” desah Laura, melepaskan bibirnya dan mendorong dada Lucian.Meski tangannya sedang terluka, Lucian begitu lihai melepaskan kaus yang dikenakan Laura hingga hanya bra yang masih menempel di tubuhnya.“Hmm ….” Lucian tak mendengarkan, bibirnya berpindah ke leher Laura, mencium dan menghisapnya dengan keras hingga menimbulkan tanda merah kecil di kulit lehernya mulus.“Uhmm ….” Laura mengerang dan menahan dada Lucian. “Mari hentikan. Tidak di sini …..” dia berbisik seraya melihat keluar jendela mobil.Ini masih siang hari, beberapa mobil lewat di jalan dan suara klakson kendaraan seakan menegur mereka, membuat Laura malu dan khawatir jika kaca jendela tembus pandang.“Jangan khawatir. Tidak ada yang peduli dan kacanya gelap.” Lucian terus melanjutkan penjelajahannya di lekuk payudara Laura dan meraba-raba tubuhnya dengan tangannya.“Ta-tapi … euhm ….”Suara protes Laura teredam di dalam