25 Desember 2020
Kevin berkeliling menikmati suasana natal dan tahun baru. Orang-orang banyak yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Banyak juga hiasan natal disegala penjuru. “Sepertinya masih sama. Pembangunan gereja di sini masih sangat minim.” Kevin berkeluh dalam hati. Walaupun dirinya bukanlah umat yang patuh, tapi melihat agamanya sering jadi bahan permasalahan di negeri ini, tentunya Kevin turut bersedih. Berharap negeri adil kepada seluruh agama seperti janji dan sumpahnya pada Pancasila dan undang-undang.
Masih melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan yang rendah, mobil kesayangannya saat ini hanya berada di kecepatan 40 kilometer per jam. Disela kenikmatannya, Kevin melihat ada tiga mobil hitam yang sudah terparkir di kanan jalan. Tepatnya berada di sela-sela dua Gedung yang berdiri hampir sejajar. Bagian depan hanya terlihat cukup untuk dua mobil saja, namun bagian belakangnya mungkin muat untuk banyak mobil. “Gedung apa ini?” Kevin bergumam dalam hati. “Rasanya baru kali ini aku melihat Gedung ini. Ini bukan daerahku, aku dilarang berpatroli di sini. Untung saja ini hari libur.” Kevin segera mencari tahu lagi lebih dalam mengenai perkumpulan itu.
Interpol memiliki alat pendeteksi peluru. Kevin mengeluarkannya dan memeriksa kepada perkumpulan itu lewat alatnya. “Fuck!!” Kevin terkejut dengan yang dilihatnya. Alat itu mendeteksi amunisi. Setiap kamera yang diarahkan ke amunisi atau alat peledak lainnya akan menimbulkan efek merah pada layar. Kevin bergegas untuk melaporkannya kepada kantor. Sebelum itu sepertinya dia harus menjauh terlebih dahulu. Menancapkan gasnya lalu meninggalkan tempat itu.
Mengambil telepon dan menelepon kantor. “Keadaan darurat. Laporan dugaan penyerangan sekelompok orang bersenjata lengkap!!” Kevin dengan nada tergesa-gesanya itu. Namun terdengar markas tidak terlalu menanggapinya dengan serius. Kevin tersulut emosinya saat mengetahui bahwa markas tidak terlalu mengacuhkan laporan itu. Memutar otak, kemudian mengambil keputusan untuk bergerak sendiri. Kevin segera menuju rumah dinasnya. Mengambil senjata dan kemudian membuntuti apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Seluruh senjata saat ini sudah berada di mobilnya. Armor untuk anti peluru, helm anti peluru, dan masker untuk menutupi identitasnya. Kevin melakukan ini demi keamanan, walaupun tindakannya adalah suatu pelanggaran karena tanpa perintah dari atasan, apalagi di wilayah yang bukan kekuasaannya. Namun segala resiko itu dia terima dengan lapang dada.
Saat mendatangi tempat itu ternyata mereka sudah tidak ada. Semuanya menghilang begitu saja. Kevin memutuskan untuk memasuki tempat tadi dan mencari tahu yang sebenarnya terjadi. Hanya ada tempat kosong disitu. Tidak ada senjata, pintu rahasia, peluru, maupun orang-orang. Namun sialnya pintu tadi tiba-tiba saja terkunci. “Bajingan.” Kevin berlari menuju ke pintu tersebut. Berusaha membuka namun terkeunci. Kevin menggedor-gedor pintu itu berharap segera terbuka. Sialan pintu itu terkunci. Terdengar suara langkah dari belakang, Kevin menyadari itu. “Oke, bersiap.” Ujar Kevin dalam hatinya.
Sebuah pukulan menggunakan kayu. Sayangnya Kevin menyadari dan menghindarinya segera. Setelah itu kemudian satu pukulan di bagian perut, tendangan di bagian kaki kanan. Tendangan itu melumpuhkan lawan. Dia mulai hilang keseimbangan. Kevin memanfaatkan itu dengan tinjuan putar miliknya. Bhamm. Lawan langsung tergeletak. “Katakan siapa namamu!!” Kevin menodongkan pistolnya kepada musuh. “Katakan atau mati?” Kevin menempatkan tangan pada pelatuknya tanda siap untuk menekan dan membunuh. Keroco seperti itu bukan tandingan Kevin.
Stun gun tiba tiba saja menyambar Kevin. Sebuah alat untuk melumpuhkan terbaik. Dalam hitungan detik saja Kevin sudah tidak berdaya dan pingsan. Ternyata itu berasal dari belakang, lawan yang dilumpuhkan Kevin adalah umpan saja. Teknik yang biasa digunakan tapi sayangnya Kevin tidak menyadari itu.
Ruangan itu adalah markas bawah tanah Nera. Upaya untuk misi Natal tadi adalah rencana Nera, dan orang-orang yang berkumpul itu sedang bersiap untuk melakukan misi. Sayangnya ruang itu sebenarnya memiliki pintu penghubung ke lantai atas namun keredupan cahaya disitu membuat pintu itu tidak dapat dilihat oleh Kevin. Ini bukan salahnya, Kevin pasti tidak menduga bahwa itu akan terjadi oleh karena itu dia menyimpan senjatanya pada mobil.
Kevin dibawa oleh mereka ke tempat Nera untuk dikurung. Sepertinya tidak ada yang mengetahui keberadaan Kevin setelah ini. Kecuali ada pasukan dari kantor yang mulai memikirkan laporannya itu.
2 Januari 2021Abiwangsa terduduk di penjara bawah tanah, menahan rasa sakit yang luar biasa. Dia tahu bahwa Ranggono telah menyiksanya dengan kejam. Tiba-tiba, pintu penjara terbuka dan Nera berdiri di sana."Ayah, aku datang untuk menyelamatkanmu," kata Nera dengan nada yang tegas.Abiwangsa terkejut. Dia percaya bahwa Nera akan datang untuk menyelamatkannya. "Tapi bagaimana kamu bisa tahu aku ada di sini?" tanyanya."Aku mendengar tentang apa yang terjadi dari polisi kepada pasukanmu," jawab Nera. "Aku tidak bisa membiarkanmu terus menderita."Abiwangsa tersenyum. Dia merasa sangat beruntung memiliki anak seperti Nera. "Terima kasih," katanya dengan suara tegas.Nera mengangguk dan menyuruh Abiwangsa untuk mengikutinya. Mereka berdua bergegas menuju markas Ranggono. Saat mereka tiba di sana, Abiwangsa merasa sangat marah. Dia bertekad untuk membalaskan dendamnya.Nera melihat ke arah Abiwangsa dan tersenyum. "Siap," katanya dengan nada yakin. "Kita pasti bisa melewati ini."Abiwang
26 Desember 2020Nera menyadari bahwa tindakan yang diperintahkannya berisiko sangat tinggi. Bisa saja itu membuat Abiwangsa tertangkap. Terlebih lagi sampai detik ini belum ada kabar dari ayahnya itu. Mungkin Ayahnya memerlukan waktu sedikit lebih lama. Atau juga barangkali ayahnya sedang menikmati kemenangannya.“Hei.” Nera memanggil dua ajudan yang ada di depannya itu. Mereka kemudian menanggapi panggilan dari Nera dan segera untuk menghadapnya.“Apakah sudah ada kabar?” Nera kemudian lanjut bertanya kepada ajudannya itu.“Belum tuan putri. Dari pasukan lain belum memberikan kabar juga.” Ajudan itu seperti khawatir dengan bosnya.“Jika sudah berganti hari cepat hubungi markas polisi daerah. Tanyakan mengenai kejadian di sana.”“Baik Tuan putri.” Ajudan itu kembali ke tempatnya.Nera memejamkan mata. Berpikir tentang apa langkah selanjutnya. Tubuhnya yang belum stabil membuatnya tiak bisa banyak bertindak. Dia hanya bisa mengatur semua kegiantannya melalui kasur ini. Melalui peranta
28 Desember 2020Tubuhnya kini memar sebagian. Mukanya sudah tidak beraturan lebam akibat pukulan dari para penjaga penjara. Jika satu lawan satu mungkin saja mereka sudah habis. Sayangnya tangan dan kaki diikat disebuah penyangga. Abiwangsa kemudian dihajar habis-habisan. Mereka semua tertawa, sedangkan Abiwangsa dalam hatinya penuh amarah luar biasa. Mungkin jika dia lepas nyawa para manusia-manusia itu sudah melayang entah kemana.Saat ini Abiwangsa hanya menikmati pandangan matanya yang sudah mulai membaik. Hidungnya masih terus mengeluarkan darah. Sedangkan lidahnya terus merasakan asin darah. Sungguh penyiksaan yang luar biasa. Rencana Abiwangsa untuk menyerang itu membuahkan sebuah kegagalan. Kegagalan besar. Persiapan lima hari ternyata tidak bisa membuat Ranggono hancur. Kehebatannya perlu diakui.Dari tangga turun Ranggono dengan membawa secangkir teh. Uapnya terlihat, sepertinya itu masih hangat. Atau saja baru dituangkan. Langkahnya semakin mendekat ke sel Abiwangsa. Tatap
25 Desember 2020Abiwangsa menyiapkan pasukan untuk menyerang Ranggono dikediamannya. Sayangnya bukan hanya Raga yang memiliki bantuan polisi, Nera juga sudah menyuap polisi untuk tidak ikut campur masalah ini. Itulah mengapa laporan dari Kevin diabaikan begitu saja. Polisi daerah setempat tidak terlalu perduli pada laporan kosong itu. Mereka masih bersantai saja di kantor dan akan mulai bergerak sesuai kesepalatan dengan Abiwangsa.“Seluruh pasukan sudah bersiap?” Abiwangsa mengomandoi sendiri jalannya penyerangan ini.Ouh iya. Misi natal ini adalah misi yang luar biasa besarnya. Perencanaan balas dendam hanya dengan persiapan lima hari. Nera meminta Abiwangsa untuk turun langsung dengan menjadi pemimpin penyerangan. Abiwangsa tentu senang harus terlibat langsung. Semenjak kehadiran Nera dalam hidupnya, Abiwangsa tidak pernah lagi merasakan panasnya medan pertempuran. Si pembunuh berdarah dingin itu sepertinya sedang merindukan masa lalunya.“Pak semuanya siap.” Ajudan pribadinya itu
25 Desember 2020Kevin berkeliling menikmati suasana natal dan tahun baru. Orang-orang banyak yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Banyak juga hiasan natal disegala penjuru. “Sepertinya masih sama. Pembangunan gereja di sini masih sangat minim.” Kevin berkeluh dalam hati. Walaupun dirinya bukanlah umat yang patuh, tapi melihat agamanya sering jadi bahan permasalahan di negeri ini, tentunya Kevin turut bersedih. Berharap negeri adil kepada seluruh agama seperti janji dan sumpahnya pada Pancasila dan undang-undang.Masih melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan yang rendah, mobil kesayangannya saat ini hanya berada di kecepatan 40 kilometer per jam. Disela kenikmatannya, Kevin melihat ada tiga mobil hitam yang sudah terparkir di kanan jalan. Tepatnya berada di sela-sela dua Gedung yang berdiri hampir sejajar. Bagian depan hanya terlihat cukup untuk dua mobil saja, namun bagian belakangnya mungkin muat untuk banyak mobil. “Gedung apa ini?” Kevin bergumam dalam hati. “Rasanya b
20 Desember 2020Dokter keluar ruangan dengan diikuti asistennya. Abiwangsa masih duduk menantikan kabar terbaru dari Dokter. “Nera sudah sedikit membaik. Baru saja dia sadarkan diri.” Kali ini kabar baik membuat Abiwangsa tersenyum. Kekejaman dan pembunuh berdarah dingin hanya julukan untuk semua pesaingnya, namun untuk si anak gadisnya dia hanya bapak-bapak yang tidak berdaya apa-apa. “Terimakasih.” Abiwangsa segera masuk dengan tergesa-gesa.Pintu ruangan tebuka dan sedang terbaring Nera dengan beberapa bagian tubuhnya yang dibalut perban. Operasi yang dialaminya sangat berat. Tembakan itu mengenainya dengan jarak yang lumayan dekat. Nyawanya bisa saja tidak tertolong, bahkan peluang kematian Nera jauh lebih besar daripada Raga.“Gimana udah enakan?” Abiwangsa menanyakan Nera dengan nada yang khawatir. Nera hanya tersenyum kecil melihat raut wajah khawatir ayahnya. “Sejak kapan ayah mengkhawatirkanku? Pasti takut aku mati ya.”. Bersama dengan itu Nera berusaha untuk bangun dari tem