Share

Episode 4

20 Desember 2020

Dokter keluar ruangan dengan diikuti asistennya. Abiwangsa masih duduk menantikan kabar terbaru dari Dokter. “Nera sudah sedikit membaik. Baru saja dia sadarkan diri.” Kali ini kabar baik membuat Abiwangsa tersenyum. Kekejaman dan pembunuh berdarah dingin hanya julukan untuk semua pesaingnya, namun untuk si anak gadisnya dia hanya bapak-bapak yang tidak berdaya apa-apa. “Terimakasih.” Abiwangsa segera masuk dengan tergesa-gesa.

Pintu ruangan tebuka dan sedang terbaring Nera dengan beberapa bagian tubuhnya yang dibalut perban. Operasi yang dialaminya sangat berat. Tembakan itu mengenainya dengan jarak yang lumayan dekat. Nyawanya bisa saja tidak tertolong, bahkan peluang kematian Nera jauh lebih besar daripada Raga.

“Gimana udah enakan?” Abiwangsa menanyakan Nera dengan nada yang khawatir. Nera hanya tersenyum kecil melihat raut wajah khawatir ayahnya. “Sejak kapan ayah mengkhawatirkanku? Pasti takut aku mati ya.”. Bersama dengan itu Nera berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya. Badannya masih belum stabil, itu membuat Nera kesulitan untuk bangun.

“Sudah jangan banyak gaya kamu.” Abiwangsa memberikan ledekan kepada Nera yang sedari tadi belum berhasil untuk bangun. “Badanmu itu masih lemah. Menurutlah untuk sekali ini saj a.” Nera lantas tersenyum malu melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu. Bagaimanapun anak satu-satunya adalah hal yang paling menjadikannya manja walaupun sama seperti ayahnya, jika berada di luar dia sangat lah psikopat, namun jika di dalam rumahnya dia hanya putri kecil ayah.

“Aku sudah berapa hari terbaring ayah?” Nera lantas memperhatikan sekitar dan menemukan bahwa jam sudah menunjukkan waktu siang. Namun di jam itu tidak terdapat tanggal, hanya sedikit hiasan saja. Hiasan Natal. Lima hari lagi Natal tiba.

“24 jam lagi kamu akan bertemu hari yang sama pada saat kamu terakhir membuka mata.” Abiwangsa berupaya memberikan bahasa kiasan yang elegan dan penuh misteri. “Bahasamu iku loh pak. Ojo akeh gaya.” Nera tertawa kencang saat melihat ayahnya yang penuh misteri itu malah menimbulkan kesan konyol. Abiwangsa ikut tertawa melihat itu. Kenangan keluarga yang sudah jarang sekali dirasakan. Kesibukan masing-masing setelah resmi membagi wilayah kekuasaan, tidak sedikit Nera dan Abiwangsa terlibat adu mulut karena masalah daerah kekuasaan itu.

Nera dan Abiwangsa mempunyai kekuasaan yang berbeda. Mereka menjalankan operasi pada tempat yang dahulunya sama, namun setelah Nera berkuasa Abiwangsa memutuskan untuk membagi wilayahnya. Itulah awal mula perpecahan Abiwangsa dan Nera. Semuanya bermula saat Nera merasa bahwa kekuasaan Abiwangsa terlalu lambat dalam bekerja. Nera adalah orang yang memiliki sifat perfeksionis.

Tapi itu tidak membuat kekeluargaan Abiwangsa dan Nera menjadi retak. Di rumah dan di luar adalah dua hal yang tidak bisa disamakan. Profesional dibutuhkan seorang pemimpin yang baik.

“Sekarang bagaimana selanjutnya?” Abiwangsa sudah mulai mengeluarkan inti dari ucapannya kepada Nera. Itulah yang sebenarnya diinginkan oleh Abiwangsa. Menghancurkan Raga dan Ranggono.

“Selamat datang di misi Merry Christmas” Nera tersenyum jahat mengatakan itu. Sepertinya badan yang hancur tidak membuat otak balas dendamnya tumpul. Kekejamannya itu sudah melekat sekali dalam tubuhnya.

“Hmm, kayaknya ayah ketinggalan sesuatu.” Abiwangsa tersenyum melihat anaknya sudah mempunyai semangat untuk balas dendam.

“Mendekatlah. Akan kulibatkan ayah dalam misi ini.” Abiwangsa lantas mendekat ke mulut Nera. Sepertinya Nera merencakan sesuatu. Abiwangsa tersenyum mendengarnya.

“Mudah saja. 40% keuntungana bulan ini, gimana?” Abiwangsa memanfaatkan ini untuk mendapatkan keuntungan juga.

Jancuk. Yasudahlah.” Nera kesal bukan main karena tingkah jahil ayahnya. Sangat pandai membaca peluang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status