Waaaah..... apaan itu hayoo?
Mysha tertegun melihat benda yang ada di tangannya. Dalam kotak beledu indah, napasnya tercekat, tidak menyangka akan mendapat benda tersebut. "I-ini untukku?" tanya Mysha, tangannya gemetar menyentuh garis halus anting emas berukiran rumit khas Thailand. Ada giok berbentuk ular melingkar di tengahnya. Ego Axel melambung membuat ujung bibir berkedut menahan senyum. Taktiknya kali ini berhasil. Tidak ada wanita yang tidak menyukai perhiasan, bunga, dan coklat, termasuk Mysha yang selama ini sulit ditaklukkan. Pria itu dapat melihat sorot kagum dan gembira di mata emas Mysha, dalam hati merekam baik-baik ekspresi wanita yang selama beberapa hari terakhir memenuhi pikirannya. Kali ini dia pasti berhasil. Axel tidak menjawab. Dia hanya mendorong kotak itu lebih dalam ke genggaman Mysha, tetap mempertahankan wajah dinginnya. Namun tiba-tiba dia tersentak, ketika Mysha mendorong kembali kotak merah dengan ukiran perak yang menunjukkan pengrajin pembuatnya. "Aku tidak bisa menerimanya," u
Selesai menutup telepon dari William, Axel segera membereskan dokumennya. Slide presentasi telah siap. Profitabilitas, Payback Period, Break Even Point, dan Return on Investment sudah dihitung dengan cermat. Analisis investasi juga telah dibuat selengkap-lengkapnya. Menurutnya kali ini CLD benar-benar mempertaruhkan citranya demi menggaet Nathanael Willoughby. Namun, jika proyek ini berhasil, CLD akan menjadi kekuatan bisnis properti dunia yang lebih disegani. Axel dan William yakin, proyek ini akan sukses. Dokumen-dokumen sudah disalin ke dalam CD yang berisi proposal investasi lengkap, mulai dari company profile, struktur organisasi, produk yang akan dikembangkan, target market, sampai dengan analisis investasi dan profitabilitasnya. Seharusnya Axel merasa lega, karena di balik emosinya yang sedang menggelegak, ia dapat mengendalikan semua pekerjaannya dengan baik. Namun entah mengapa, masih ada ganjalan di hatinya. Sepertinya ia terpengaruh dengan kata-kata William sebelum mengak
Mysha membaca doa sekhusyuk yang ia mampu sebelum memasuki ruangan rapat. Wanita itu duduk dengan kaku di kursi yang disediakan. Rambut yang digulung atas dengan model sedikit acak membuatnya tak percaya diri. Berkali-kali ia berusaha merapikan rambutnya. Rasanya penampilannya begitu sederhana dibandingkan kedua atasannya yang terlihat begitu berkelas. Namun, ternyata William bisa membaca kegundahan Mysha dan mengizinkan wanita itu merapikan rambutnya sebelum Mr. Willoughby dan rombongannya tiba dalam tiga puluh menit ke depan. Tidak sampai sepuluh menit, Mysha sudah kembali dengan tatanan rambut yang lebih rapi dan elegan. Ia mengepang dua rambutnya sebelum menggulungnya ke belakang sehingga terlihat lebih berkelas. Ia bersyukur sudah menguasai banyak tatanan rambut untuk berbagai acara. Salah satu yang membuatnya menghemat pengeluaran karena tidak perlu ke salon saat menghadiri pesta. Setelah kembali duduk dan menyesap sedikit air putih yang terhidang, Mysha berhasil menenangkan d
Mysha menahan napas ketika Axel menyentuh garis wajahnya, berusaha menenangkan jantung yang sudah melompat liar. Axel menjadi berani karena kesalahan ucapnya barusan. Mysha mengutuki diri dan membungkam pikiran liarnya ketika Axel mendekat. Aroma musk yang maskulin masuk tanpa permisi ke indra penciumannya, membuat kaki perempuan itu lemas. Ingin sekali dia bersandar pada dada bidang di hadapannya. Ketika Axel menunduk dan mengecup pipinya pelan, Mysha menutup mata sementara napasnya berlomba. Sensasi geli menyebar dari pipi hingga ke seluruh tubuh ketika lagi-lagi pria itu berbisik pelan, penuh gairah, di telinganya. "You finally falling for me." Suara bariton itu seakan membelai seluruh tubuhnya, membuat helaan napas lolos dari mulut yang setengah terbuka. Mysha merasakan tubuhnya meremang, menginginkan pria arogan itu saat ini juga. Arogan. Kesadaran menghantamnya keras, membuat Mysha kembali fokus. Dia menjilat bibirnya yang kering dan menelan ludah, sebelum berkata, "Saya pe
Badai perasaan memorak-porandakan dinding pertahanan yang selama ini dibangun oleh Mysha. Badai dahsyat yang disebabkan oleh senyuman tulus pria arogan di sampingnya. Senyum yang baru kali ini dilihatnya. Andai saja bibir itu lebih sering melengkungkan senyum seperti itu, bukan hanya senyum formal saat bertemu calon investor. Benak Mysha kembali berkelana, kali ini ke suatu sabana. Hanya ada ia dan Axel, seperti saat ini. Mereka menghamparkan kain, berpikinik malam hari, berbaring menikmati hamparan gemintang di langit malam. Mysha akan bersandar di dada bidang Axel, lalu lelaki itu akan menunjukkan rasi-rasi bintang. Orion, Scorpion, dan Crux. Sementara Mysha berpura-pura paham, karena ia tak bisa menarik garis-garis khayal yang dibentuk oleh bintang-bintang itu. "Are you hungry? Setelah ini, kita cari makan dulu." Sura bariton Axel memecah lamunan Mysha dan menariknya kembali ke dunia nyata. "Eh, ehm... Baik, Sir. Terserah Anda saja," jawab Mysha dengan nada formal. Ia sedang beru
Mysha menolaknya. Axel mengetuk-ngetukkan jari kesal di lengan sofa hitam berbalut kulit halus. Punggungnya diistirahatkan pada busa empuk sementara tangannya yang lain mengusap dagunya yang sengaja dicukur rapi. Dia sudah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Dengan satu set tuxedo hitam, kemeja putih dan vest serta dasi berwarna perak, membuat penampilan Axel makin gagah. Tidak sia-sia memiliki koneksi butik dan make up artist papan atas. Semua keinginan Axel dapat disediakan dalam sekejap. Pria itu menghela napas, melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Mereka akan terlambat. Mengutuki kekeraskepalaan Mysha yang menolak memakai gaun yang sudah dia pesan, pemilik butik terpaksa mengepas ulang pilihan gadis itu. Padahal, Axel yakin Mysha sangat cocok memakai gaun perak yang sudah disediakan. Gaun itu akan menonjolkan lekuk tubuhnya. CEO itu menelan ludah untuk memadamkan gairah yang sudah tersulut. Akhir-akhir ini pikirannya dipenuhi oleh Mysha
Mysha terjebak diantara Axel dan Michael, merasa tak nyaman melihat aura permusuhan kedua pria itu karena dirinya. Ia sungguh tak ingin terjadi keributan apa pun. Dengan takut-takut, Mysha memegang bahu Axel, berusaha menenangkan pria itu. Namun, Axel justru menepis tangan Mysha lalu membuatnya menyingkir hingga tersisa Axel dan Michael yang saling berhadapan. Mata kedua pria tampan itu berkilat menantang. Amarah yang bergelora seolah membakar tempat yang mereka pijak. Axel melayangkan tinjunya. Telapak tangan Axel yang terkepal hanya berjarak beberapa inci dari wajah Michael ketika seorang pria gagah berambut lebat berwarna cokelat menangkap tinjunya. "Hentikan! Sadarlah, kalian mulai menarik perhatian orang-orang. Apa kalian berani mempertaruhkan nama besar CLD karena ulah kalian?!" seru pria itu dengan suara dalam yang ditahan. Axel dan Michael menoleh ke arah sumber suara. "Will...?!" seru mereka bersamaan. Axel menurunkan tinjunya, meski masih menyimpan kekesalan. Ia tadi b
Tak memedulikan Michael yang masih berbincang dengan William, Axel kembali membimbing tangan kiri Mysha untuk menggandeng lengan kukuhnya. Alih-alih Axel merengkuh pinggul seksi Mysha, ia memilih membelai punggung tangan perempuan yang menggenggam lengannya gugup. Pria dengan daya pikat luar biasa itu berusaha membuat Mysha merasa nyaman meski ia ingin meletakkan jemarinya di tempat yang lain. "Ayo kita pamit. Tidak nyaman jika nanti Michael berulah lagi. Sebaiknya kita undur diri." Mysha tak bisa fokus apa yang dikatakan Axel saat pertama kali menyapa sang Pemilik Pesta. Perempuan itu berusaha bersikap tenang, tapi jantungnya sama sekali tidak bisa sejalan dengan keinginan. Bagaimana Mysha bisa kalem jika ia merasakan setiap gerakan otot yang disembunyikan Axel dalam balutan tuxedo mahalnya? Mysha tak bisa menghentikan khayalanan yang semakin membuatnya tanpa sadar menggenggam lengan Axel makin kuat. Membayangkan Axel perlahan membuka tuxedo-nya lalu memperlihatkan setiap lekuk tu