"Siapa lagi, pria yang menyatakan cinta padamu?"
"Astaga, maksudmu Lee Ji Wook!" seru Aria sambil menutup mulutnya yang membuka lebar. "Dia sudah tidak di sini saat pesta prom. Ji Wook mengambil kuliah di Munich. Sekarang dia bahkan sudah sibuk kursus pra kuliah untuk belajar bahasa Jerman. Hanya sekali seminggu dia berkirim kabar."
Keheningan sesaat menggantung di antara mereka. Aria mengerutkan kening, melepaskan pandangan penuh selidik ke arah Axel.
"Mengapa kau bertanya seperti itu? Jangan-jangan kau yang diam-diam masih berhubungan dengan Sophia," cetus Aria curiga.
Axel terkesiap, matanya membulat menatap tajam ke dalam mata Aria.
"Sejak dulu aku justru selalu menghindari ular betina macam Sophia. Dan sejak kejadian di depan laboratorium waktu itu ia sudah tidak berani lagi menampakkan diri di depan kita. Aku bahkan sudah lupa padanya sampai kau menyebut namanya tadi."
Aria tertawa keras. "Aku hanya bercanda. Aku suka wajahmu yang kage
Axel DelacroixJika tampan adalah sebuah dosa besar. Maka Axel Delacroix akan dijebloskan ke neraka paling dalam. Rambut pirang bercahaya, alis tegas, rahang kukuh dan tubuh yang seolah dipahat Tuhan dengan kesempurnaan adalah bukti ia berada di atas standar ketampanan dunia.Banyak yang berkata lelaki rupawan biasanya memiliki kepala yang kosong. Lagi-lagi, Axel adalah pengecualian. Jangan ragukan kapasitas otaknya yang memiliki skor TOEFL IBT 114 dan IQ 151 itu.Axel memiliki pandangan mata yang selalu membuat setiap wanita meleleh. Begitu tajam sekaligus memabukkan.Setiap Axel memasuki kantor Crown Land Development, otomatis semua mata langsung mengarah kepadanya. Setiap langkah seolah membawa daya pikat tersendiri.Tersenyum? Jangan mimpi! Mungkin dunia bisa tertimpa hujan badai yang maha dahsyat jika Axel sampai melengkungkan bibirnya ke atas. Semua keputusan dalam bisnis dilakukan dengan tegas dan tanpa basa-basi.Meskipun ia seperti suhu di planet Uranus, tak terhitung banyak
Ketika kenikmatan membutakan, apa yang menjadi rantai pengingat bahwa semua hanya ilusi semata?Ada desahan terhenti kala suara ketukan terdengar bergema di sepanjang koridor pagi itu. Lipstik yang dipulas tergesa, rambut yang ditata sekenanya, juga baju yang dirapikan sebisanya, selesai tepat sebelum pintu ruangan diketuk untuk yang kedua kali.Axel Delacroix bangkit tak acuh dari kursi malas menuju meja kerja. Tubuh pria itu dihempaskan ke kursi putar bersandaran tinggi yang empuk. Mata biru cerahnya berkilat memerintahkan wanita yang telah dibuat berantakan sejak pukul tujuh pagi itu untuk segera pergi sekaligus membukakan pintu untuk tamunya."Sampai jumpa lagi." Wanita itu mengerling manja sebelum membuka pintu dan mempersilakan seorang pria dengan setelan jas abu-abu tua untuk masuk ke dalam.Sang wanita mengangguk sopan dan bergegas meninggalkan ruangan, meski ia heran mengapa pria itu datang ke kantor pagi-pagi sekali."Siapa wanita itu?"Suara seringan kapas menyapa Axel yang
Mysha mengutuki kecerobohannya sambil kembali mengaitkan jari-jari tangan di depan tubuh. Napasnya masih menderu, akibat aksinya tak sampai semenit lalu. Tanpa sadar, dia mengaitkan anak rambut yang terjatuh pada telinga. Dalam hati dia menyalahkan keberadaan Axel yang membuat fokusnya beralih. Mysha masih berusaha mengusir getaran yang memenuhi seluruh tubuh ketika mendengar suara bariton milik Axel. "Kau tidak apa-apa?" Mysha tersentak dari pikiran liarnya ketika mata abu-abu Michael menatapnya khawatir, membuat jantungnya melompat-lompat. Berada di antara dua pria tampan ini tidak baik untuk kesehatan. Michael jelas tidak memiliki aura otoritas yang membuat semua wanita bertekuk lutut, tapi dia punya kehangatan yang membuat para perempuan meleleh. Apa yang kupikirkan?! Mysha buru-buru mengembalikan kesadarannya ke kantor beraroma musk maskulin yang sepertinya berasal dari tubuh Axel. Ototnya memang tertutup oleh jas dan kemeja tapi dia dapat membayangkan betapa– Cukup! "A-aku
Axel masih berbincang serius dengan William, direktur CLD sekaligus teman baik selain Michael di perusahaan yang telah melesatkan kariernya. Jika Axel menduduki posisi CEO dengan susah payah mengikuti berbagai rangkaian tes, maka William sebaliknya. Jabatan Direktur Utama ia miliki karena ayahnya salah satu pemegang saham.Axel atau William mungkin sama-sama tak pernah habis pikir bagaimana mereka bisa menjadi teman akrab. Sifat mereka bagai bumi dan langit. Axel yang selalu santai, William yang serius. Kesamaan diantara mereka, tentu ketampanan dan daya pikatnya yang membuat para wanita rela berbaris dan mengejar-ngejar untuk diajak kencan.William memiliki postur tubuh jangkung dan atletis, hasil latihan di gym selama bertahun-tahun, rambut cokelat yang selalu terpangkas rapi, iris mata hijau yang mengingatkan pada warna air di Pantai Green Bay, serta kedua lesung pipi yang terlihat bukan hanya saat tersenyum tapi juga ketika dia bicara. Sorot mata tajam membuat dirinya semakin memi
Axel masih berbincang serius dengan William, direktur CLD sekaligus teman baik selain Michael di perusahaan yang telah melesatkan kariernya. Jika Axel menduduki posisi CEO dengan susah payah mengikuti berbagai rangkaian tes, maka William sebaliknya. Jabatan Direktur Utama ia miliki karena ayahnya salah satu pemegang saham.Axel atau William mungkin sama-sama tak pernah habis pikir bagaimana mereka bisa menjadi teman akrab. Sifat mereka bagai bumi dan langit. Axel yang selalu santai, William yang serius. Kesamaan diantara mereka, tentu ketampanan dan daya pikatnya yang membuat para wanita rela berbaris dan mengejar-ngejar untuk diajak kencan.William memiliki postur tubuh jangkung dan atletis, hasil latihan di gym selama bertahun-tahun, rambut cokelat yang selalu terpangkas rapi, iris mata hijau yang mengingatkan pada warna air di Pantai Green Bay, serta kedua lesung pipi yang terlihat bukan hanya saat tersenyum tapi juga ketika dia bicara. Sorot mata tajam membuat dirinya semakin memi
Mysha melangkah masuk ke kantornya gontai dan menghempaskan dirinya di atas kursi kerja yang nyaman, mengistirahatkan kepala dan pundaknya yang pegal. Oh, seandainya saja ada pria tampan yang memijatnya….Stop!Pikiran liar membuat wanita itu mengingat kembali alasan mengapa dia tiba di kantor pagi buta, sebelum semua orang yang cukup waras bangun. Ia bahkan melihat wajah terkejut satpam ketika dia meminta kunci gedung. Ugh! Mysha tidak bisa tidur semalaman, memikirkan hal yang nyaris saja dia lakukan bersama Axel, pimpinannya. Tanpa sadar Mysha menyentuh bibirnya yang dipulas lipgloss dan pelembab, apa harusnya dia menerima saja ciuman Axel?Tidak!Mysha menggelengkan kepalanya keras-keras, mengusir bayangan keluar dari otak. Dia punya alasan mengapa dia harus bertahan dari pesona Axel bagaimana pun caranya, salah satunya adalah ajaran keras dari ibunya untuk menjaga harta paling berharga seorang wanita dan hal lain adalah karena dia belum pernah berciuman. Bagaimana kalau Axel tahu
Michael mendorong pintu ruang kerja Mysha, kemudian masuk dan menghempaskan tubuhnya di sofa empuk di depan meja kerja General Manager itu, bahkan sebelum dipersilakan. "Ini, minumlah!" Michael menyodorkan segelas hot espresso yang dibawanya. Aroma nikmat kopi menguar, menggelitik saraf-saraf indera penciuman Mysha. "Untukku?" tanya Mysha. Pertanyaan bodoh, pikir Mysha. Jelas tidak ada siapa-siapa lagi di ruangan itu selain mereka berdua. Lagi pula jika bukan untuknya, mengapa Michael menyuruhnya minum. "Eh-maksudku, kau tak perlu repot-repot." Mysha tergagap. "Tak masalah. Aku dengar dari security, hari ini kau datang jam empat pagi. Demi Tuhan, Mysh! Kau tak harus bekerja terlalu keras. Aku tak ingin melihat kantung mata yang semakin dalam di sini," ujar Michael sembari menyentuh bagian bawah mata Mysha dengan lembut. Mysha refleks menarik mundur wajahnya dari jemari kukuh nan lembut itu. Ia tak ingin ada gosip-gosip yang menyangkutpautkan Michael dengan dirinya. Apalagi ia baru
Tak sampai dua menit Axel sudah berdiri di antara Mysha dan Michael. Sontak wanita berambut panjang yang digelung bawah itu terkejut dan menarik tangannya segera. Mysha bisa merasakan hawa penuh kemarahan ditujukan ke arahnya. Mata biru Axel terasa membekukan. Hanya ada kebisuan yang merebak di antara mereka selama beberapa saat. "Ikut aku!" Tanpa basa-basi Axel menarik tangan Mysha untuk bangkit berdiri. Membuat wanita itu tersentak naik dalam keterkejutan. "What are you doing?!" Michael turut bangkit dan menahan tangan Axel untuk menarik Mysha lebih jauh. "It's my business. Jangan ikut campur!" Masih terus menatap Mysha, Axel memuntahkan ketidaksukaannya. "No, you're not! Mysha sedang makan siang bersamaku, jadi ini urusanku juga!" Meski Michael memiliki suara selembut sutra, baru kali ini Mysha mendengarkan nada tegas melindungi yang begitu kental. Mysha bisa merasakan tangannya bergetar ketika kedua pria di hadapannya berusaha saling posisi dengan sikap yang tetap terlihat e