Dari balik reruntuhan dinding gudang, di kegelapan yang tersisa, sepasang mata yang memancarkan aura dingin dan menusuk mengamati setiap gerakan Lucas. Itu adalah Grandmaster Xena.Dia merasakan dengan jelas bentrokan energi yang baru saja terjadi, kekuatan dahsyat yang dilepaskan oleh Lucas dalam bentuk Pralaya Bhuminya. Ada keraguan yang mulai menggerogoti hatinya.Mungkinkah Lucas benar-benar melampaui perkiraannya?Saat Lucas menghancurkan Dario dengan energi yang begitu dahsyat, Xena merasakan getaran kekuatan yang bahkan membuatnya sedikit gentar. Dia, yang selama ini dikenal sebagai salah satu yang terdekat dengan level immortal, merasakan ancaman yang nyata dari pemuda di depannya.Pertarungan barusan bukanlah pertarungan biasa. Itu adalah pertunjukan kekuatan yang melampaui batas manusia normal. Instingnya sebagai seorang petarung berpengalaman mengatakan bahwa konfrontasi langsung dengan pria itu saat ini akan menjadi pertaruhan yang sangat besar.Tanpa mengucapkan sepatah k
Lucas membeku. Suara itu. Senyum itu.“Dario…” gumamnya pelan. “untuk apa kau datang?”“Aku hanya ingin bertemu denganmu dan menunjukan jika aku masih hidup dan telah berkembang,,” Dario melangkah masuk. Udara di sekelilingnya bergetar halus, lalu terdengar crack! Petir kecil menyambar di udara, menyatu dengan aura biru keperakan yang mulai mengelilingi tubuhnya.Lucas mengepalkan tinjunya. Chakra Bhuminya masih aktif, tapi tak stabil. Pertarungan barusan telah menguras terlalu banyak.“Jadi, kau ke sini untuk bertarung denganmu?” tanya Lucas dingin.Dario tertawa. “Untuk mengakhiri ini, tentu saja. Lynch hanya pembuka jalan. Kau target sesungguhnya. Selama kau hidup, dendam ini akan selalu bersemayam di dadaku.”Petir membungkus tangan Dario seperti cambuk-cambuk tipis. Udaranya kini berbau logam.Julian maju satu langkah. “Dario, cukup. Masalah lalu, biarkan berlalu.”“Ciih! Tidak mungkin bisa!” ucap Dario. “apa yang sudah kamu lakukan padaku, harus mendapatkan balasannya.”Ketua Lu
Darah menetes dari sudut bibir Lynch, tapi matanya menyala ganas.“Cukup main-mainnya,” desis Lynch. Kemudian dia merentangkan kedua lengannya.Angin di dalam gudang berubah.Aura hitam pekat mulai merambat dari tubuhnya, seperti kabut iblis yang merayap naik dari tanah neraka. Suara-suara aneh berbisik di udara, seperti ratapan roh-roh terperangkap.Julian mundur dua langkah. “Itu … teknik Ilmu Hitam Timur Tengah,” gumam Lucas, matanya menyipit. “kau sudah menjual jiwamu, Lynch.”Lynch tersenyum bengis. “Dan kau belum tahu harga yang harus kau bayar karena telah membangkitkan modeku ini.”Tubuh Lynch berubah. Otot-ototnya mengembang, urat-urat mencuat seperti akar pohon. Mata kirinya memucat, dan dari punggungnya, sepasang tonjolan keras muncul, bukan sayap, tapi seolah tulang yang mencuat liar.“The Obsidian Blade!” Julian berteriak. “kau harus pergi! Ini bukan pertarungan yang adil!”Emilio mengerutkan keningnya. Dia mendengar dengan jelas kali ini, Julian memanggil Lucas dengan pa
Dua pria itu berlutut dengan tangan terangkat, wajah mereka penuh debu dan darah. "Ampun... kami menyerah..." salah satu dari mereka terisak.Kai melangkah perlahan ke arah mereka. Napasnya sudah mulai teratur kembali. Wajahnya tetap dingin, tapi tangan kanannya masih mengepal.Dia menatap keduanya. Remuk, lemah, nyaris tak mampu berdiri. Mereka memang tak lagi mengancam.Kai mendesah. "Pergilah... sebelum aku berubah pikiran."Keduanya segera bergerak, namun sebelum sempat bangkit sepenuhnya—Doooor! Doooor!Dua peluru menembus kepala mereka. Darah memercik ke tanah.Kai terkejut. Ia menoleh cepat. Seorang pria berpakaian gelap, salah satu dari anggota Veleno, menurunkan senjatanya."Apa yang kamu lakukan?!" bentak Kai.Pria itu melirik dingin. "Orang-orang seperti mereka tidak pantas diberi pengampunan."Kai mengepalkan rahangnya. "Tapi mereka sudah menyerah. Kita tidak —”"Tidak tega? Kalau hatimu lemah, jangan masuk ke dalam lingkaran ini," katanya memotong, lalu berjalan pergi ta
Ketua kelompok musuh, sedikit tegang. Sebab peluru mereka sudah menipis.Mereka menganggap remeh karena tidak membawa peluru yang banyak. Mereka pikir pasukan Lucas tidak akan kuat dan banyak.Minimnya informasi membuat mereka menjadi salah mengambil keputusan “Bagaimana ini bos?” tanya pria gempal.“Jika sudah habis, kita serang dengan tangan kosong. Kita tidak bisa kembali!” ucap ketua kelompok.“Baik!”Teriakan nyaring terdengar dari sisi timur rumah.“Raaaghh!”Salah satu musuh menerobos pagar dengan brutal, melempar granat asap ke tengah halaman. Asap pekat menyebar cepat, menutupi pandangan. Kai menyipitkan mata. Ia tahu itu bukan untuk membunuh. Tapi untuk menculik.Mereka mengincar satu target.Angeline.Kai mengangkat tangan, memberi sinyal. Tiga anak buahnya langsung bergerak membentuk formasi segitiga, melindungi pintu depan.Namun dari balik asap, dua sosok melompat keluar dengan kecepatan kilat. Hitam, gesit, dan mematikan.“Dua orang ke kanan!” seru salah satu penjaga.
Dua puluh orang diperintahkan oleh Jukain untuk tetap tinggal, bersiaga di perimeter rumah Angeline. Sedangkan sekitar 15 orang dikerahkan untuk mencari keberadaan mertuanya Lucas, termasuk Julian.."Jangan tinggalkan rumah ini tanpa pengawalan," pesan terakhir Julian pada semua orang sebelum berangkat.Lalu ia mendekati seorang pria muda berseragam hitam yang berdiri paling belakang.“Kai,” ucap Julian singkat.Kai berdiri tegak. Usianya belum lewat dua puluh lima. Wajahnya bersih, bahkan terlalu bersih untuk lingkungan seperti ini. Tapi tatapannya tenang. Tak ada keraguan."Mulai sekarang, kamu yang memimpin di sini."Beberapa pasang mata sempat berpaling. Mereka tahu, Kai bukan orang lama. Bahkan baru dua minggu bergabung. Tapi tidak satu pun dari mereka memprotes.Kalau Julian sudah menunjuk seseorang, maka orang itu pasti punya alasan.Kai hanya mengangguk. "Siap."Julian menepuk bahunya sekali, lalu pergi.Setelah itu, Julian dsn pasukan mulai bergerak untuk mengejar kelompok ya
Tiga kendaraan berlapis baja meluncur cepat menembus jalanan kota yang mulai lengang. Di dalam salah satunya, Lucas duduk diam di kursi penumpang depan, pandangannya tertuju ke luar jendela. Angin malam meniupkan bau tanah dan bahaya yang semakin dekat.Bukit Selatan menjadi tujuan mereka. Tempat sunyi yang jauh dari pemukiman. Tempat yang sudah Lucas siapkan sebagai arena terakhir,njika semua rencana gagal.Troy mengendarai mobil di depan mereka. Di belakang, Moretti dan sepuluh orang petarung terbaik dari Veleno dan Brotherhood duduk dalam diam. Wajah mereka dingin. Mata mereka tajam. Semua tahu, malam ini bukan malam biasa.“Percepat. Kita harus sampai duluan sebelum mereka,” kata Lucas. Suaranya pelan, tapi tidak bisa dibantah.Troy mengangguk dan menginjak pedal gas lebih dalam. Dalam hitungan menit, kendaraan mereka menyusuri jalan sempit menuju bukit. Lampu-lampu dari mobil menembus kabut tipis yang menggantung di udara.Sementara itu, Troy telah lebih dulu mengirimkan perintah
Sabrina menegang. Napasnya seolah berhenti sesaat saat mendengar ucapan Lucas tadi.“Sebentar lagi akan terjadi? Apa maksudmu?” tanyanya cepat. Nada suaranya bergetar. Wajahnya pucat, seperti seseorang yang baru saja mendengar kabar akan datangnya badai, tapi belum tahu dari mana datangnya.Lucas memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam sebelum membuka suara.“Bahaya itu sudah bergerak. Dan aku yakin, dalam beberapa jam ke depan, mereka akan sampai di kota ini,” ucapnya pelan, namun pasti.Sabrina menelan ludah. Hawa malam yang tadi hanya dingin kini berubah menjadi menggigit. Dia menggenggam ujung bajunya sendiri, berusaha menahan getar di jari-jarinya.“Bahaya … dari mana? Siapa?” tanya Sabrina lagi. Kali ini suaranya benar-benar terdengar cemas.Lucas menggeleng pelan. “Kalau aku bisa menjelaskan semuanya, aku akan. Tapi ini rumit, Sab. Terlalu banyak pihak yang bisa terlibat. Aku hanya tahu satu hal, perwakilan dari Dominus Noctis sedang bergerak. Tidak semuanya tapi me
Lucas memandangi wajah Angeline, bingung dan berat. Matanya menatap dalam, seolah berharap bisa membaca isi hati istrinya dari sorot itu. Tapi yang dia dapatkan hanyalah dinding dingin yang tak bisa ditembus.“Apa maksudmu?” tanyanya pelan, seperti seseorang yang baru saja kehilangan peta di tengah hutan gelap.Angeline menyilangkan tangan. Nada suaranya tajam, namun matanya mengandung luka yang tak bisa disembunyikan. “Kamu tidak tahu atau kamu pura-pura tidak tahu?”Lucas menggeleng-gelengkan kepalanya seraya berkata, “Aku benar-benar tidak tahu, Angeline. Apa yang kamu pikir aku sembunyikan?”Angeline menutup mata sesaat. Napasnya masuk pelan, lalu keluar dengan ledakan frustrasi.“Kupikir aku sudah cukup pintar membaca orang, Lucas. Tapi ternyata aku salah besar. Aku pikir … menikah denganmu adalah langkah tepat. Tapi mungkin itu keputusan paling bodoh dalam hidupku,” kata Angeline tanpa melihat mata Lucas.Kata-kata itu mengguncang Lucas. Tapi dia tidak membalas. Tidak membela di