Laras tahu bahwa Syakia sedang marah. Mungkin saja karena ucapannya tadi, mungkin juga karena Syakia teringat masa lalu. Laras pun tidak lagi berbicara. Dia menatap Syakia mengoleskan obat dan membungkus lukanya dalam diam.“Di mana dayangmu itu? Kenapa dia nggak kelihatan?” tanya Syakia setelah mengobati Laras, seolah-olah baru mengingat hal ini.Laras terdiam sejenak, lalu menjawab dengan jujur, “Dia sudah mati.”“Mati?” Syakia merasa sangat terkejut.“Di hari aku dibawa ke kediaman Keluarga Pianda, Bayu hendak langsung melecehkanku. Aku nggak menurut dan dia pun memukulku. Dayangku dipukul sampai mati demi melindungiku.”Saat berbicara, ekspresi Laras terlihat sangat tenang. Dia seolah-olah sama sekali tidak peduli pada kematian dayang itu.Syakia melirik Laras dan tidak berbicara lagi.Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara dari luar. Langkah kaki itu terdengar makin dekat dengan gang ini dan para pengawal itu juga berjalan masuk.Syakia sontak terkejut dan menoleh untuk me
“Kak, makan dong! Kenapa kamu nggak makan?”Di ruang bawah tanah yang remang-remang, Syakia Angkola yang tubuhnya dipenuhi luka tergeletak di lantai dalam keadaan sekarat. Leher dan anggota tubuhnya diikat dengan rantai besi hingga dia tidak bisa melarikan diri.Di hadapan Syakia, seorang gadis yang mengenakan gaun kuning sedang memegang semangkuk makanan anjing dan menggodanya seperti menggoda seekor anjing. Gadis yang tersenyum cantik ini adalah adiknya, Ayu Angkola.Ayu berkata kepada dayang di belakangnya dengan tidak senang, “Lihat, kakakku benar-benar nggak berguna. Dia bahkan nggak bisa jadi seekor anjing yang patuh. Aku sudah menyuapinya sendiri, tapi dia malah berani menolak makan?”Dayang itu segera melangkah maju dan menendang Syakia. Syakia pun meringis kesakitan.Kemudian, dayang itu menyanjung Ayu, “Nona, jangan hiraukan dia. Anjing ini mungkin masih mengira dirinya adalah putri sah Keluarga Angkola.”Ayu mencibir, “Syakia itu putri sah dari keluarga mana? Bahkan Ayah dan
Upacara kedewasaan? Bukankah upacara kedewasaannya sudah lewat? Syakia bahkan masih mengingat penghinaan-penghinaan yang diterimanya di upacara kedewasaannya.Ejekan dari para tamu, sindiran kakak-kakaknya, pembatalan pernikahan yang diajukan tunangannya, serta cercaan orang tuanya .... Syakia sudah mengalami semua ini sebelumnya. Kenapa dia masih harus melewati upacara kedewasaan lagi sekarang? Apa ini trik baru Ayu? Ayu ingin mempermalukannya sekali lagi sebelum membunuhnya?Napas Syakia sontak menjadi terengah-engah. Namun, pada saat dirinya hampir kehilangan kendali atas emosinya, dia tiba-tiba mematung.Tunggu sebentar!Mata Syakia membelalak lebar. Dia menatap kedua tangannya yang masih utuh, lalu menunduk untuk melihat kedua kakinya. Kemudian, rasa tidak percaya yang kental muncul di wajahnya. Bukankah tangan dan kakinya sudah dilumpuhkan? Kenapa sekarang dia baik-baik saja? Mana mungkin bisa begini?Perlu diketahui bahwa sebelumnya, urat tangan dan kaki Syakia telah dipotong.
Syakia duduk di depan meja rias. Tidak ada dayang yang melayaninya, jadi dia hanya bisa berdandan sendiri. Dia menoleh ke arah datangnya suara, lalu menyapa dengan acuh tak acuh sambil menahan rasa muaknya, “Kak Kama.”Orang yang menerjang masuk dengan marah itu tidak lain adalah Kama. Dia memelototi Syakia sambil berseru, “Jawab aku, kamu yang merusak pakaian resmi Ayu? Kenapa kamu begitu kejam? Kamu jelas-jelas tahu hari ini juga hari upacara kedewasaan Ayu, tapi kamu malah merusak pakaian resminya!”Ketika Kama menuduh Syakia, orang yang paling dibenci Syakia itu menjulurkan kepalanya dari belakang Kama dengan ekspresi bersalah.“Kak Kama, sudahlah. Bukannya aku sudah menjelaskannya padamu? Kak Syakia bukan melakukannya dengan sengaja.”Ayu berperawakan langsing, bertampang imut, dan selalu terlihat lembut. Ditambah dengan sepasang matanya yang memelas, siapa yang mungkin tidak kasihan padanya? Dia mengetahui keunggulannya itu, juga mengetahui semua orang di Kediaman Adipati merasa
Syakia pun tersandung dan menabrak meja rias. Dia menggigit bibirnya erat-erat. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah banyak dicelakai oleh Ayu. Begitu melihat tampang Ayu sekarang, dia langsung tahu bahwa Ayu pasti ingin menggunakan trik kotor lagi. Dia memungut pakaian resmi itu dari lantai.“Aku juga nggak tahu apa yang kulakukan sampai Ayu bisa bereaksi seperti itu. Gimana kalau Ayu jelaskan padaku?”“Kamu sendiri yang tahu paling jelas apa yang sudah kamu perbuat!” bentak Kama sebelum Ayu sempat berbicara.Tatapan Syakia terlihat makin dingin. Dulu, dia tidak menyadarinya. Sekarang, dia merasa Kama sangatlah buta. Kama bahkan tidak dapat membedakan siapa sebenarnya yang melakukan trik kotor, padahal dia sudah menyaksikan seluruh kejadiannya sendiri. Mungkin saja dia juga hanya akan tetap percaya pada ucapan seseorang meskipun sudah melihat jelas.Kama memelototi Syakia untuk sesaat, lalu menepuk-nepuk pundak Ayu dan menghibur dengan nada lembut, “Ayu, jangan takut. Katakan saja apa y
“Syakia, kamu sudah gila?”Ayu yang mengira dirinya masih memiliki kesempatan untuk merebut pakaian resmi itu pun tidak bisa berkata-kata saking marahnya. Dia merasa Syakia seperti sedang menggunting pakaiannya.Syakia menghentikan gerakannya, lalu menyahut sambil masih tersenyum, “Aku lagi gunting baju. Bukannya kalian sudah lihat? Buat apa kalian bereaksi begitu berlebihan?”Kama berseru marah, “Kamu masih berani tanya kenapa reaksiku begitu berlebihan? Pakaian ini kami pesan khusus untukmu! Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu mengguntingnya!”“Karena sudah nggak ada yang mau.” Syakia lanjut menggunting dan menjawab, “Aku nggak mau, Ayu juga nggak mau. Barang yang sudah nggak diinginkan tentu saja harus dibuang.”Ekspresi Syakia terlihat sangat dingin hingga Kama merasa agak asing.‘Siapa bilang aku nggak mau?’ seru Ayu dalam hati. Dia hanya tidak ingin Kama curiga, makanya dia sengaja menolak. Siapa sangka Syakia akan bertindak segila ini? Ayu jelas-jelas sudah memutuskan untuk meng
Pria yang datang itu bertubuh tinggi dan tegap. Dia mengenakan jubah berwarna biru tua. Penampilannya terlihat berwibawa dan wajahnya juga tampan. Namanya Abista Angkola. Dia adalah kakak pertama Syakia dan putra sulung Keluarga Angkola.“Syakia, kamu sudah sadari kesalahanmu?” tanya Abista sambil menatap Syakia dengan dingin.Aura intimidasi yang dipancarkan Abista membuat Syakia hampir tidak bisa bernapas. Dulu, dia sangat bodoh dan mengira dirinya merasa terintimidasi karena Abista memiliki perawakan tinggi dan tegap. Setelah melihat Abista membungkuk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Ayu demi mendengar keluhannya, Syakia baru mengerti bahwa di mata kakaknya, dirinya berstatus lebih rendah.“Aku nggak ngerti maksud Kakak. Apa salahku? Harap Kakak menjelaskannya.”Syakia bukannya tidak melihat pakaian resmi yang dipegang Abista. Jadi, dia tentu saja bisa menebak maksud kedatangan Abista. Namun, memangnya kenapa meskipun begitu? Atas dasar apa Abista membuatnya mengaku salah ta
Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah. Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”Syakia menoleh ke arah datangnya suara. Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masal
Laras tahu bahwa Syakia sedang marah. Mungkin saja karena ucapannya tadi, mungkin juga karena Syakia teringat masa lalu. Laras pun tidak lagi berbicara. Dia menatap Syakia mengoleskan obat dan membungkus lukanya dalam diam.“Di mana dayangmu itu? Kenapa dia nggak kelihatan?” tanya Syakia setelah mengobati Laras, seolah-olah baru mengingat hal ini.Laras terdiam sejenak, lalu menjawab dengan jujur, “Dia sudah mati.”“Mati?” Syakia merasa sangat terkejut.“Di hari aku dibawa ke kediaman Keluarga Pianda, Bayu hendak langsung melecehkanku. Aku nggak menurut dan dia pun memukulku. Dayangku dipukul sampai mati demi melindungiku.”Saat berbicara, ekspresi Laras terlihat sangat tenang. Dia seolah-olah sama sekali tidak peduli pada kematian dayang itu.Syakia melirik Laras dan tidak berbicara lagi.Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara dari luar. Langkah kaki itu terdengar makin dekat dengan gang ini dan para pengawal itu juga berjalan masuk.Syakia sontak terkejut dan menoleh untuk me
“Cepat tangkap mereka! Meski harus cari ke seluruh Kalika, mereka harus tertangkap!”Dalam semalam, seluruh Kalika dilanda kekacauan. Semua orang mengatakan bahwa selirnya Bayu Pianda, putra keluarga terkaya di Kalika itu telah melarikan diri padahal baru tiba beberapa hari. Jadi, semua orang dapat melihat pengawal Keluarga Pianda yang tidak berhenti mencari orang pada tengah malam.Meskipun sudah mengerahkan seluruh tenaga untuk berlari secepatnya, mereka tetap tidak dapat berlari cepat. Melihat ada makin banyak orang yang mengejar dari belakang, Syakia pun menarik Laras dan berbelok ke sebuah gang kecil untuk bersembunyi.“Gimana? Sudah kelihatan orangnya?”“Di depan nggak ada, di belakang juga nggak ada.”“Geledah semua tempat! Tuan Bayu sudah kasih perintah orangnya harus tertangkap. Kalau mereka berani melawan, langsung pukul saja sampai mati!”“Baik!”Pengawal-pengawal itu segera menyebar untuk mulai menggeledah.Syakia yang bersembunyi di sudut melirik ke luar. Untuk sementara,
Melihat sekelompok orang itu tidak akan lanjut memukul Laras, Syakia baru mengalihkan perhatiannya dan berbisik pada Hala, “Ayo jalan. Sudah saatnya kita pulang.”Syakia adalah seorang biksuni, juga telah mempelajari ilmu pengobatan dari Shanti. Dia datang ke tempat ini hanya tidak ingin melihat Laras dipukul sampai mati. Berhubung orangnya tidak akan mati, masalah ini sudah sama sekali tidak berhubungan dengannya.Ketika Syakia hendak berbalik untuk pergi, tiba-tiba terdengar suara lagi dari arah sekelompok orang itu.“Aku bisa ampuni nyawamu, tapi kamu ....”Bayu menyentuh wajah Laras, lalu lanjut berkata sambil tersenyum mesum, “Berhubung kamu nggak bersedia turuti kemauanku, aku akan hadiahkan kamu kepada beberapa pelayanku ini. Apalagi, mereka sudah habiskan banyak tenaga untuk menangkapmu kembali malam ini. Jadi, kamu layani saja mereka dengan baik.”“Hahaha! Terima kasih atas hadiahnya, Tuan!”Wajah Laras seketika memucat. “Coba saja kalau kamu berani! Aku ini putri menteri sekr
“Plak!”Di dalam halaman rumah yang gelap, beberapa pelayan mengangkat obor dan mengepung Laras yang baru ditangkap kembali karena melarikan diri sebelumnya. Mereka membiarkan majikan mereka memukul Laras sesuka hatinya.“Dasar wanita jalang! Kamu sudah jadi selirku, tapi masih berani berani bersikap layaknya wanita bangsawan di hadapanku? Kamu kira kamu itu siapa? Kamu itu cuma putri selir yang rendahan! Beraninya kamu melawanku! Kamu tahu berapa harga ayahmu menjualmu?”Pria bertubuh gemuk itu mencolek dahi Laras dengan jarinya yang gemuk. Dia lanjut berujar dengan tampang seolah dirinya sangat rugi, “Putri selir sepertimu dijual dengan harga 10.000 tael! Kalau bukan karena reputasi ayahmu, kamu kira kamu bernilai 10.000 tael? Cih! Pelacur papan atas di rumah bordil jauh lebih cantik dari kamu!”Laras menopang bagian atas tubuhnya sambil menahan rasa sakit. Dia menatap pria gemuk di hadapannya dan ada kilatan sinis yang melintasi matanya. Namun, setelahnya, dia segera menunjukkan tam
Eira menggeleng. “Bukan, Bupati Nugraha memang sudah mengaturkan segala sesuatu untukku dengan baik, juga memberiku kompensasi. Tapi, mereka selalu melihatku dengan tatapan penuh iba. Bupati Nugraha juga sama.”Eira sudah tahu mengenai kejadian kakaknya. Setelah menerima pukulan yang datang bertubi-tubi, perasaannya sekarang sangat sensitif. Dia dapat merasakan dengan jelas apa yang tersembunyi dalam tatapan orang-orang itu.Ada yang mengasihaninya, ada yang menghinanya, dan ada yang membencinya. Eira mengetahui semuanya. Dia membenci tatapan-tatapan seperti itu. Jadi, dia pun melarikan diri.Hanya saja, Eira tidak memiliki tujuan. Satu-satunya orang yang teringatnya hanyalah Putri Suci yang menyelamatkannya hari itu. Ketika mendengar namanya, tatapan Putri Suci tidak dipenuhi rasa kasihan, hinaan, ataupun kebencian, melainkan empati. Putri Suci berempati padanya.Begitu teringat hal ini, Eira yang tidak memiliki tujuan pun tidak bisa mengendalikan diri dan berusaha menyusul Syakia. Se
Siapa yang datang untuk mencari mati?Setelah menyadari ada orang yang masuk ke kamarnya, Syakia tidak langsung keluar, melainkan terlebih dahulu mendengar pergerakan di luar dari dalam ruang giok. Hala juga berada di luar. Jika orang yang datang berniat jahat, Hala pasti akan langsung menjatuhkannya.Di luar dugaan, Syakia tidak mendengar suara apa-apa lagi setelah beberapa saat. Dia juga tidak mendengar ada orang yang bertarung. Apa orang yang datang adalah orang yang dikenalnya?Syakia pun tertegun sejenak. Setelah memastikan orang itu belum mendekati tempat tidurnya, Syakia diam-diam keluar dari ruang giok dan langsung berbaring kembali ke tempat tidur.Seperti sudah menyadari kemunculannya, pada detik berikutnya, sebuah lilin dalam kamar pun menyala. Dalam sekejap, seluruh ruangan menjadi terang, juga menyinari orang yang masuk ke kamarnya di tengah malam itu.“Eira?” Saat melihat jelas sosok di sudut ruangan itu, Syakia seketika bertanya dengan terkejut, “Kenapa kamu ada di sini?
Kama langsung menghabiskan sup obat yang pahitnya seolah-olah bisa membuat orang berubah bentuk itu.Setelah melihat Kama menghabiskan obat itu, Syakia mulai meracik obat lagi sambil bertanya, “Kamu masih mau kembali?”Kama langsung menggeleng tanpa ragu dan menjawab, “Kakak sudah bilang, di mana kamu berada, di situ pula aku akan berada.”“Nggak usah buat keputusan seburu-buru itu. Kamu seharusnya tahu, kalau kamu masih ingin kembali ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan, ini adalah kesempatanmu.”“Selama kamu pura-pura bodoh, lalu bersandiwara seperti racunnya belum ditawarkan dan kamu masih kehilangan semua ingatan seperti sebelumnya, gerbang rumah itu akan selalu terbuka untukmu dan kamu bisa kembali lagi.”“Brak!” Kama tiba-tiba meninju sebuah papan dalam sangkar besi. Dia memandang Syakia sambil menggertakkan gigi. “Aku nggak dapat melakukannya, juga nggak mau kembali ke sana. Aku cuma mau bersamamu.”Syakia tersenyum mengejek. “Apa gunanya kamu ikuti biksuni sepertiku?”“Yang p
Satu jam kemudian, kelompok Syakia baru berangkat untuk meninggalkan Kabupaten Nirila lagi. Kali ini, perjalanan mereka sangat lancar.Dua hari kemudian, rombongan ini tiba di Kalika. Mereka masih tinggal di tempat peristirahatan sebelumnya.Setelah makan malam bersama Adika, Syakia pun kembali ke kamarnya. Baru saja dia berbaring di tempat tidur dan hendak tidur, dia tiba-tiba melompat turun lagi.“Ya Tuhan! Aku sudah melupakannya!”Syakia buru-buru masuk ke ruang giok. Setelah sekian hari, dia akhirnya teringat pada Kama yang sudah diberi obat dan ditinggalkannya di dalam ruang giok.Saat masuk ke menara, Syakia melihat Kama yang sedang dikurung di sangkar besi dan memainkan jarinya saking merasa bosan.Benar, berhubung tidak dapat keluar, juga tidak menemukan orang untuk diajak berbicara, Kama merasa sangat bosan hingga mencapai tahap hanya bisa bermain dengan jarinya. Untungnya, entah apa yang sudah diberikan kepadanya sebelumnya, Kama masih merasa sangat kenyang sampai sekarang.
Begitu mendengar ucapan itu, Syakia pun terdiam. Dia menatap Eira di hadapannya dengan perasaan campur aduk. Tidak ada seorang pun yang menyangka bahwa Eira adalah adiknya Ardi.Namun, ini juga sangat wajar. Dalam insiden Kabupaten Nirila, Eira diculik, orang tuanya dibunuh, sedangkan kakaknya langsung bunuh diri setelah membalaskan dendamnya. Semua orang tanpa sadar mengira bahwa Eira juga telah meninggal. Tak disangka, dia masih hidup, meskipun memang sudah nyaris tewas.“Kamu ... selalu bersembunyi selama beberapa hari terakhir?”Dinilai dari tampang Eira, dia sepertinya masih belum tahu bahwa kakaknya sudah pulang.Sesuai dugaan, Eira mengangguk. “Iya. Tebakan Putri Suci benar lagi.”Saat melihat ekspresi khawatir Syakia, mungkin saja karena Syakia baru saja menolongnya, Eira sama sekali tidak mewaspadai Syakia. Dia pun tidak tahan dan hendak menceritakan semua hal. Setelah tersenyum, wajahnya yang terlihat sangat kurus itu menunjukkan ekspresi menderita.“Sebelumnya, aku diculik o