Share

Bab 386

Author: Emilia Sebastian
Keadaan di dalam hutan menjadi hening untuk sejenak. Kemudian, baru terdengar tawa mengejek yang rendah.

“Yang kamu bilang benar. Aku memang nggak layak.” Adika memasang tampang dingin dan melanjutkan, “Tapi, kamu lebih nggak layak lagi. Kamu mau pakai informasi orang itu untuk paksa aku? Sayangnya, aku nggak akan masuk jebakanmu.”

Seusai berbicara, Adika langsung mengangkat tangannya. Beberapa prajurit Pasukan Bendera Hitam pun segera muncul dan mengepung Laras.

Laras sontak merasa terkejut. Firasat buruk juga mulai menyelimuti hatinya. “Mau apa kamu?”

Adika menjawab dengan dingin, “Kamu seharusnya berterima kasih dengan baik pada Sahana. Kalau bukan demi dia, aku sudah penggal kepalamu dari awal.”

Seusai berbicara, Adika berbalik dan memberi perintah, “Bawa dia pergi, lalu ikat dia dengan baik sebelum serahkan dia pada Bupati Nugraha. Suruh Bupati Nugraha awasi dia dengan baik. Selama dia nggak mati, terserah bagaimana Bupati Nugraha mau menghukumnya. Tapi, kalau orangnya sampai kabu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 1

    “Kak, makan dong! Kenapa kamu nggak makan?”Di ruang bawah tanah yang remang-remang, Syakia Angkola yang tubuhnya dipenuhi luka tergeletak di lantai dalam keadaan sekarat. Leher dan anggota tubuhnya diikat dengan rantai besi hingga dia tidak bisa melarikan diri.Di hadapan Syakia, seorang gadis yang mengenakan gaun kuning sedang memegang semangkuk makanan anjing dan menggodanya seperti menggoda seekor anjing. Gadis yang tersenyum cantik ini adalah adiknya, Ayu Angkola.Ayu berkata kepada dayang di belakangnya dengan tidak senang, “Lihat, kakakku benar-benar nggak berguna. Dia bahkan nggak bisa jadi seekor anjing yang patuh. Aku sudah menyuapinya sendiri, tapi dia malah berani menolak makan?”Dayang itu segera melangkah maju dan menendang Syakia. Syakia pun meringis kesakitan.Kemudian, dayang itu menyanjung Ayu, “Nona, jangan hiraukan dia. Anjing ini mungkin masih mengira dirinya adalah putri sah Keluarga Angkola.”Ayu mencibir, “Syakia itu putri sah dari keluarga mana? Bahkan Ayah dan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 2

    Upacara kedewasaan? Bukankah upacara kedewasaannya sudah lewat? Syakia bahkan masih mengingat penghinaan-penghinaan yang diterimanya di upacara kedewasaannya.Ejekan dari para tamu, sindiran kakak-kakaknya, pembatalan pernikahan yang diajukan tunangannya, serta cercaan orang tuanya .... Syakia sudah mengalami semua ini sebelumnya. Kenapa dia masih harus melewati upacara kedewasaan lagi sekarang? Apa ini trik baru Ayu? Ayu ingin mempermalukannya sekali lagi sebelum membunuhnya?Napas Syakia sontak menjadi terengah-engah. Namun, pada saat dirinya hampir kehilangan kendali atas emosinya, dia tiba-tiba mematung.Tunggu sebentar!Mata Syakia membelalak lebar. Dia menatap kedua tangannya yang masih utuh, lalu menunduk untuk melihat kedua kakinya. Kemudian, rasa tidak percaya yang kental muncul di wajahnya. Bukankah tangan dan kakinya sudah dilumpuhkan? Kenapa sekarang dia baik-baik saja? Mana mungkin bisa begini?Perlu diketahui bahwa sebelumnya, urat tangan dan kaki Syakia telah dipotong.

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 3

    Syakia duduk di depan meja rias. Tidak ada dayang yang melayaninya, jadi dia hanya bisa berdandan sendiri. Dia menoleh ke arah datangnya suara, lalu menyapa dengan acuh tak acuh sambil menahan rasa muaknya, “Kak Kama.”Orang yang menerjang masuk dengan marah itu tidak lain adalah Kama. Dia memelototi Syakia sambil berseru, “Jawab aku, kamu yang merusak pakaian resmi Ayu? Kenapa kamu begitu kejam? Kamu jelas-jelas tahu hari ini juga hari upacara kedewasaan Ayu, tapi kamu malah merusak pakaian resminya!”Ketika Kama menuduh Syakia, orang yang paling dibenci Syakia itu menjulurkan kepalanya dari belakang Kama dengan ekspresi bersalah.“Kak Kama, sudahlah. Bukannya aku sudah menjelaskannya padamu? Kak Syakia bukan melakukannya dengan sengaja.”Ayu berperawakan langsing, bertampang imut, dan selalu terlihat lembut. Ditambah dengan sepasang matanya yang memelas, siapa yang mungkin tidak kasihan padanya? Dia mengetahui keunggulannya itu, juga mengetahui semua orang di Kediaman Adipati merasa

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 4

    Syakia pun tersandung dan menabrak meja rias. Dia menggigit bibirnya erat-erat. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah banyak dicelakai oleh Ayu. Begitu melihat tampang Ayu sekarang, dia langsung tahu bahwa Ayu pasti ingin menggunakan trik kotor lagi. Dia memungut pakaian resmi itu dari lantai.“Aku juga nggak tahu apa yang kulakukan sampai Ayu bisa bereaksi seperti itu. Gimana kalau Ayu jelaskan padaku?”“Kamu sendiri yang tahu paling jelas apa yang sudah kamu perbuat!” bentak Kama sebelum Ayu sempat berbicara.Tatapan Syakia terlihat makin dingin. Dulu, dia tidak menyadarinya. Sekarang, dia merasa Kama sangatlah buta. Kama bahkan tidak dapat membedakan siapa sebenarnya yang melakukan trik kotor, padahal dia sudah menyaksikan seluruh kejadiannya sendiri. Mungkin saja dia juga hanya akan tetap percaya pada ucapan seseorang meskipun sudah melihat jelas.Kama memelototi Syakia untuk sesaat, lalu menepuk-nepuk pundak Ayu dan menghibur dengan nada lembut, “Ayu, jangan takut. Katakan saja apa y

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 5

    “Syakia, kamu sudah gila?”Ayu yang mengira dirinya masih memiliki kesempatan untuk merebut pakaian resmi itu pun tidak bisa berkata-kata saking marahnya. Dia merasa Syakia seperti sedang menggunting pakaiannya.Syakia menghentikan gerakannya, lalu menyahut sambil masih tersenyum, “Aku lagi gunting baju. Bukannya kalian sudah lihat? Buat apa kalian bereaksi begitu berlebihan?”Kama berseru marah, “Kamu masih berani tanya kenapa reaksiku begitu berlebihan? Pakaian ini kami pesan khusus untukmu! Apa yang kamu lakukan! Kenapa kamu mengguntingnya!”“Karena sudah nggak ada yang mau.” Syakia lanjut menggunting dan menjawab, “Aku nggak mau, Ayu juga nggak mau. Barang yang sudah nggak diinginkan tentu saja harus dibuang.”Ekspresi Syakia terlihat sangat dingin hingga Kama merasa agak asing.‘Siapa bilang aku nggak mau?’ seru Ayu dalam hati. Dia hanya tidak ingin Kama curiga, makanya dia sengaja menolak. Siapa sangka Syakia akan bertindak segila ini? Ayu jelas-jelas sudah memutuskan untuk meng

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 6

    Pria yang datang itu bertubuh tinggi dan tegap. Dia mengenakan jubah berwarna biru tua. Penampilannya terlihat berwibawa dan wajahnya juga tampan. Namanya Abista Angkola. Dia adalah kakak pertama Syakia dan putra sulung Keluarga Angkola.“Syakia, kamu sudah sadari kesalahanmu?” tanya Abista sambil menatap Syakia dengan dingin.Aura intimidasi yang dipancarkan Abista membuat Syakia hampir tidak bisa bernapas. Dulu, dia sangat bodoh dan mengira dirinya merasa terintimidasi karena Abista memiliki perawakan tinggi dan tegap. Setelah melihat Abista membungkuk untuk menyejajarkan pandangannya dengan Ayu demi mendengar keluhannya, Syakia baru mengerti bahwa di mata kakaknya, dirinya berstatus lebih rendah.“Aku nggak ngerti maksud Kakak. Apa salahku? Harap Kakak menjelaskannya.”Syakia bukannya tidak melihat pakaian resmi yang dipegang Abista. Jadi, dia tentu saja bisa menebak maksud kedatangan Abista. Namun, memangnya kenapa meskipun begitu? Atas dasar apa Abista membuatnya mengaku salah ta

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 7

    Panji berjalan ke arah Syakia dengan tampang marah dan sepertinya ingin mencari masalah. Di belakangnya, Ayu membuka mulut dengan takut dan berseru “jangan”. Namun, dia sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik untuk menghentikan Panji.Setelah bertemu pandang dengan Syakia, Ayu bahkan terlihat bangga. Sangat jelas bahwa dia merasa bangga dan ingin mengatakan bahwa dirinya dapat membuat Panji membelanya dengan mudah. Sayangnya, sebelum Panji sampai di depan Syakia, suara seseorang yang berat dan dalam sudah terdengar dari arah panggung ....“Syakia, Ayu, waktunya sudah tiba. Cepat kemari untuk mulai upacaranya!”Syakia menoleh ke arah datangnya suara. Di atas panggung, seorang pria paruh baya yang mengenakan jubah berwarna hijau dan terlihat sangat berwibawa sedang duduk di kursi utama. Dia sedang menatap ke arah Syakia dan Ayu dengan ekspresi dingin. Orang itu tidak lain adalah ayahnya Syakia dan adipati militer, Damar Angkola.Pada saat ini, Panji yang berencana untuk mencari masal

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 8

    Saat naik ke panggung, Abista awalnya masih menatap kedua adiknya dengan ragu. Namun, setelah bertemu pandang dengan tatapan Ayu yang penuh harapan, dia hanya tersenyum dengan tidak berdaya.Siapa suruh Syakia sendiri yang pencemburu dan tidak bisa menerima Ayu. Oleh karena itu, Abista tidak lagi ragu dan langsung berjalan melewati Syakia untuk memberikan bunganya kepada Ayu. Setelahnya, Kama, Kahar, Ranjana, dan seluruh anggota Keluarga Angkola juga memberikan bunga mereka kepada Ayu.Seperti di kehidupan sebelumnya, Syakia tidak menerima sekuntum bunga pun, sedangkan Ayu dikelilingi dengan bunga pemberkatan. Namun, Syakia sama sekali tidak merasakan apa-apa. Bagaimanapun juga, dia sudah mengetahui hasil seperti ini dari awal. Jadi, dia sama sekali tidak menaruh harapan.Pada saat giliran Panji, dia bukan hanya menggenggam sekuntum bunga seperti orang lain, melainkan buket besar berisi bunga-bunga yang indah. Dia melirik Syakia sekilas, lalu langsung memberikan buket bunga itu kepada

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 386

    Keadaan di dalam hutan menjadi hening untuk sejenak. Kemudian, baru terdengar tawa mengejek yang rendah.“Yang kamu bilang benar. Aku memang nggak layak.” Adika memasang tampang dingin dan melanjutkan, “Tapi, kamu lebih nggak layak lagi. Kamu mau pakai informasi orang itu untuk paksa aku? Sayangnya, aku nggak akan masuk jebakanmu.”Seusai berbicara, Adika langsung mengangkat tangannya. Beberapa prajurit Pasukan Bendera Hitam pun segera muncul dan mengepung Laras.Laras sontak merasa terkejut. Firasat buruk juga mulai menyelimuti hatinya. “Mau apa kamu?”Adika menjawab dengan dingin, “Kamu seharusnya berterima kasih dengan baik pada Sahana. Kalau bukan demi dia, aku sudah penggal kepalamu dari awal.”Seusai berbicara, Adika berbalik dan memberi perintah, “Bawa dia pergi, lalu ikat dia dengan baik sebelum serahkan dia pada Bupati Nugraha. Suruh Bupati Nugraha awasi dia dengan baik. Selama dia nggak mati, terserah bagaimana Bupati Nugraha mau menghukumnya. Tapi, kalau orangnya sampai kabu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 385

    Orang yang muncul di luar kereta kuda tidak lain adalah Laras.“Pangeran Adika, aku nggak melakukan apa-apa terhadapmu. Buat apa kamu begitu mewaspadaiku?” tanya Laras sambil tersenyum tipis.Adika mengernyit dan berkata dengan tidak senang, “Kalau ada yang mau kamu katakan, cepat katakan. Kalau nggak, pergi sana.”Sikap Adika yang dingin ini benar-benar berbeda dari senyum yang ditunjukkannya secara refleks tadi.Laras pun mendengus dalam hati, ‘Ngapain kamu sok hebat? Sekarang, kamu memang perlakukan Kia dengan sangat berbeda dari wanita lain. Tapi, nggak ada yang bisa jamin keistimewaan seperti ini nggak akan kamu berikan kepada wanita lain. Gimanapun, semua pria di dunia ini sama saja.’Laras menekan kebencian dalam hatinya, lalu tersenyum lembut dan berkata, “Iya, aku tahu Pangeran nggak suka sama aku. Tapi, ada sebuah kesepakatan yang mau kubuat dengan Pangeran.”Meskipun Laras berkata seperti itu, Adika tetap tidak meliriknya. Adika hanya menjawab dengan nada yang sangat dingin

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 384

    Adika bersandar di sisi Syakia dengan santai. Dia memejamkan matanya dan terlihat sangat menikmati pijatan Syakia. Dia pun menjawab semua pertanyaan itu dengan lugas, “Cukup, nggak terlalu kuat, nggak kejambak, masih sedikit sakit. Tapi, kepalaku nggak begitu sakit lagi karena dipijat Kia.”Syakia pun menghela napas lega setelah mendengarnya. Untungnya, dia masih ingat pengetahuan mengenai titik akupunktur di puncak kepala yang diajarkan Shanti kepadanya. Setelah menggabungkannya dengan beberapa teknik, pijatannya sepertinya benar-benar bermanfaat.Syakia yang mengira pijatannya benar-benar bermanfaat pun menatap puncak kepala Adika dengan serius dan fokus mempelajari tekniknya dan titik-titik akupunktur itu.Setelah sesaat, suasana di dalam kereta kuda sepertinya sudah sepenuhnya hening. Keheningannya mencapai titik di mana meskipun terdapat suara roda berputar di luar, napas lembut di dalam kereta kuda juga dapat terdengar.Syakia melirik Adika, lalu menyadari Adika sudah memejamkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 383

    “Sakit kepala? Ada apa ini? Sakitnya datang dan pergi atau terus-menerus sangat sakit?”Setelah mendengar Adika berkata kepalanya sakit, Syakia tidak lagi peduli pada panggilan Adika yang terlalu mesra itu dan buru-buru menanyakan keadaannya.“Datang dan pergi, seperti ada banyak orang yang berbicara di dalam kepalaku. Ribut dan sakit sekali.”Adika menatap Syakia lekat-lekat. Saat ini, pria yang biasanya sangat gagah dan dapat diandalkan itu terlihat sangat rapuh. Dia bagaikan seekor serigala besar yang terluka dan hanya bisa melolong kepada manusia di depannya untuk menunjukkan betapa sakit dirinya.Syakia tidak pernah melihat sisi Adika yang selemah ini. Bahkan pada saat dia melihat penyakit Adika kambuh untuk yang pertama kalinya di tepi sungai, Adika juga masih tetap bisa mempertahankan sedikit kesadarannya. Sekarang, Adika sepertinya sepenuhnya menunjukkan sisi lemahnya setelah sakit kepadanya.Syakia pun mengelus kepalanya dengan khawatir, lalu memeriksa denyut nadinya. “Sakitny

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 382

    Laras melirik Syakia dengan penuh keengganan untuk berpisah. Setelah itu, dia melirik Adika dan gadis di samping meja itu dengan agak dingin.‘Tambah satu lagi. Tapi, nggak masalah. Semuanya masih belum berakhir,’ gumam Laras dalam hati.Tidak lama setelah Jiwan pulang ke rumahnya, ada orang yang mengantarkan surat perjanjian penjualan diri Laras ke penginapan. Selain itu, ada juga selembar surat pemutusan hubungan selir yang terlihat cukup resmi.Setelah menerima kedua surat tersebut, Laras pun meninggalkan penginapan ini. Syakia menyuruh Hala untuk mengikutinya beberapa saat. Alasannya tidak lain adalah untuk mengawasinya.“Gimana?” tanya Syakia setelah Hala kembali.“Sepertinya, dia masih menyimpan sedikit uang. Dia beli sedikit makanan, lalu membungkusnya dan berjalan keluar dari tembok kota. Sepertinya, dia berencana untuk kembali ke ibu kota.”Kembali ke ibu kota ....Kalika berjarak sangat jauh dari ibu kota, apa Laras berencana untuk berjalan kaki pulang ke ibu kota? Selain itu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 381

    Kali ini, kata-kata yang sama itu diucapkan oleh Syakia. Dia menghentikan ayah dan anak Keluarga Pianda, lalu hendak bertanya, “Jadi, Laras dan putramu ....”“Habis pulang, aku akan langsung suruh orang antar kemari surat perjanjian penjualan diri Nona Laras. Aku juga akan suruh putraku untuk tulis surat pemutusan hubungan selir sebagai bukti!”Sejak dulu, hanya ada surat pemutusan hubungan istri, tetapi tidak ada surat pemutusan hubungan selir. Meskipun begitu, surat seperti itu juga harus ada hari inI!Jiwan juga sudah sepenuhnya ketakutan. Dia takut menyinggung kedua tokoh menakutkan ini lagi. Jika tidak, bukan hanya nyawa putranya yang akan melayang, tetapi seluruh Keluarga Pianda juga akan lenyap!Syakia mengangkat alisnya. Berhubung Jiwan sudah berkata seperti itu, tidak ada lagi yang perlu dikatakannya. “Antarkan secepat mungkin, jangan ulur waktu kami.”Setelah mendengar ucapan itu, Jiwan tahu bahwa bencana kali ini sudah benar-benar berakhir. Dia pun menghela napas lega dan be

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 380

    Setelah menilai situasi saat ini, Wisnu pun bersyukur pilihannya tidak salah. ‘Ternyata Putri Suci memang suka bercocok tanam. Dengar-dengar, Putri Suci juga sedang belajar ilmu pengobatan. Semua ini adalah bentuk dari menolong sesama manusia. Putri Suci memang cantik dan baik hati sesuai reputasinya!’ puji Wisnu dalam hati. Dia tahu bahwa Syakia belajar ilmu pengobatan, tetapi tidak tahu bahwa Syakia juga belajar ilmu racun.Setelah memberikan hadiah, Wisnu langsung berpamitan dan langsung pergi. Dia sama sekali tidak melirik para pejabat yang berlutut di depan pintu dan tidak berhenti memberi isyarat mata padanya.Para pejabat itu hanya bisa saling memandang, lalu lanjut berlutut hingga kaki mereka terasa nyaris patah. Namun, tidak ada seorang pun yang berani berdiri.Ada orang yang hanya bergerak sedikit. Namun, ketika mendongak, mereka langsung bertemu pandang dengan tatapan Adika. Tatapan itu sangat mengintimidasi dan sama sekali tidak ada orang yang dapat menahannya. Oleh karena

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 379

    Begitu mendengar ucapan itu, Jiwan Pianda buru-buru bangkit dan menerima setumpuk laporan keuangan itu. Kemudian, dia segera menyuruh orang untuk mempersiapkan segala sesuatu. Meskipun dia telah pergi, orang lainnya yang masih berlutut di depan pintu tetap tidak berani bergerak.“Kenapa mereka masih belum pergi?” tanya Syakia dengan bingung.Adika menjawab, “Karena mereka terlalu ribut, aku suruh mereka untuk berlutut di depan pintu. Habis aku selesaikan masalah ini, aku baru akan hadapi mereka.”Adika ingin memberi pelajaran kepada sekelompok orang ini supaya mereka mengerjakan tugas mereka dengan baik, bukan ikut campur dalam hal tidak penting seperti ini.Suara Adika tidak terlalu kuat atau kecil, tetapi terdengar oleh semua orang yang berada di depan pintu. Dalam sekejap, beberapa pejabat itu sontak gemetar ketakutan dan tidak berhenti berkeringat dingin. Jika tahu masalahnya akan menjadi seperti ini, mereka tidak akan tergiur oleh uang yang ditawarkan Jiwan dan setuju untuk datan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 378

    Setelah mendengar tidak perlu membuat surat perjanjian, Eira merasa agak sedih. Jika dia bisa membuat surat perjanjian menjual diri kepada Syakia, dia akan benar-benar menjadi orang milik Syakia. Kelak, ke mana pun Syakia pergi, dia juga boleh mengikutinya secara terang-terangan.Sayangnya, Syakia tidak membuat surat perjanjian. Eira mau tak mau menekan perasaan kecewanya. Namun, meskipun tidak ada surat perjanjian menjual diri, dia juga akan bekerja dengan baik. Suatu hari nanti, dia pasti bisa menjadi orang milik Syakia.Setelah berpikir begitu, Eira pun menyemangati diri, lalu mulai mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakannya di kamar Syakia. Dia adalah satu-satunya dayang Syakia. Dia yang harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di sekitar Syakia.Seusai beres-beres, Syakia pun turun dengan diekori seseorang.Pada saat ini, Adika sedang duduk di aula penginapan. Di meja di hadapannya, terdapat setumpuk laporan keuangan, sedangkan di depan pintu aula, berlutut sekelompok

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status