Share

Bab 497

Penulis: Emilia Sebastian
“Hala.”

Sebuah sosok hitam tiba-tiba mendarat di sisi Abista. Hala mengulurkan tangan untuk memeriksa Abista sejenak, lalu berkata pada Syakia, “Sudah mau mati.”

Syakia pun kebingungan. Sudah mau mati?

Syakia mengerutkan keningnya. Setelah ragu sesaat, dia baru menghampiri Abista dan mengulurkan tangan untuk memeriksa denyut nadi Abista yang tergeletak di lantai.

Tunggu. Syakia pun membelalak, lalu menatap Abista dengan terkejut.

‘Ada apa ini? Dia keracunan? Siapa yang berani meracuni putra sulung Adipati Pelindung Kerajaan? Selain itu, kenapa denyut nadi ini terasa agak familier?’ gumam Syakia dalam hati.

Ketika Syakia hendak memeriksa denyut nadi Abista dengan saksama, Abista yang pingsan tiba-tiba bergerak. Selanjutnya, denyut nadi yang awalnya kacau dan lemah juga kembali normal. Situasi ini benar-benar aneh.

“Syakia, apa itu kamu?”

Pandangan Abista agak kabur karena baru sadar. Ketika melihat orang di depannya, dia secara refleks mengulurkan tangan untuk menarik tangan orang itu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 504

    “Ah!” Kahar menjerit kesakitan, lalu buru-buru menghindari cambukan selanjutnya. “Siapa yang begitu buta hingga berani memukulku!”Kahar langsung menoleh ke arah orang yang memegang cambuk dengan murka. Begitu melihat orangnya, dia langsung terpaku di tempat.“Cempaka? Kenapa kamu ada di sini?”Cempaka yang memegang cambuk mencibir, “Kalau aku nggak ada di sini, bajingan buta sepertimu mau bantu putri haram itu untuk lanjut menindas Kia-ku sampai kapan?”Ketika melihat Cempaka sudah kembali, Kahar awalnya merasa lumayan gembira. Bagaimanapun juga, Cempaka adalah tunangannya, juga teman sejak kecil.Dulu, Kahar dan Cempaka bisa bertunangan juga karena mereka menaruh perasaan untuk satu sama lain. Oleh karena itu, ketika melihat Cempaka yang sudah lama tidak ditemuinya, reaksi pertama Kahar tentu saja adalah gembira.Siapa sangka, Kahar malah langsung mendengar Cempaka memakinya dan Ayu dengan marah. Kahar pun langsung mengernyit.“Kita sudah nggak ketemu setengah tahun, tapi temperamen

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 503

    Pada saat ini, Cempaka sedang bersandar di kereta kuda sambil memegang cambuk. Begitu mendengar suara, dia langsung menoleh.“Kak Abista? Kenapa kamu jadi ... selemah ini?”Ketika melihat Abista berjalan keluar, Cempaka hampir mengira dirinya salah mengenali orang. Wajahnya yang pucat pasi, langkahnya yang lemah .... Jika bukan karena dia sangat akrab dengan kakak beradik Keluarga Angkola, dia mungkin akan salah mengenali Abista sebagai Ranjana yang selalu sakit-sakitan.Begitu mendengar kata “lemah”, Abista pun tersedak dan terbatuk sejenak. Setelah napasnya kembali teratur, dia baru memaksakan seulas senyum dan menjawab, “Belakangan ini, aku lagi sakit, makanya raut wajahku kurang bagus. Cempaka jangan terkejut, ya.”Abista hanya menjelaskan dengan asal. Dia tidak mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya keracunan. Setelahnya, Abista baru bertanya, “Oh iya, kalau sudah sampai di depan pintu, kenapa kamu nggak langsung masuk? Di luar dingin. Kakak sudah suruh orang siapkan tungku pengh

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 502

    “Siapa? Siapa yang berani buat keributan di Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan! Cepat pergi! Kalau nggak, jangan salahkan kami bertindak nggak sungkan!”Salah seorang pengawal gerbang memegang tongkat kayu dan hendak pergi mengusir orang. Siapa sangka, pada detik berikutnya, pengawal di belakang Cempaka malah menghunuskan pedang mereka yang tajam.Pengawal gerbang yang awalnya terlihat galak itu langsung tercengang dan mundur selangkah secara refleks. Dia menelan air ludah dan bertanya, “Kalian tahu ini tempat apa? Beraninya kalian menghunuskan pedang di luar gerbang Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan!”“Aku rasa, kamu yang bodoh, tuli, dan buta! Kalau nggak ngerti kata-kataku, memangnya kamu juga nggak kenali wajahku?” Cempaka melangkah maju dan memelototi pengawal gerbang itu dengan tatapan tajam.Pengawal gerbang lainnya tiba-tiba teringat Cempaka itu siapa, lalu buru-buru melangkah maju dan berkata dengan hormat, “Hormat, Nona Cempaka! Dia ini orang baru dan nggak pernah ketemu

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 501

    Di Gunung Selatan di luar ibu kota. Dalam Kuil Bulani.“Sahana, ada sepucuk surat untukmu!”Hari ini, ketika Syakia sedang menyalin sutra, Maya berjalan masuk dengan kegirangan.“Surat? Dari siapa?” tanya Syakia dengan bingung sambil menerimanya.“Nggak tahu. Di amplop, cuma tertera kata ‘Sumarno’. Pokoknya, surat ini untukmu. Katanya, kamu pasti kenal sama orangnya.”Sumarno? Syakia pun terkejut. Selain Deska, hanya ada seseorang bermarga Sumarno lagi yang dikenalnya. Apa mungkin itu dia?Setelah teringat orang yang sudah lama tidak ditemuinya itu, Syakia langsung merasa gembira. Dia meletakkan kuasnya, lalu buru-buru membuka amplop itu.Sebelum mengeluarkan surat di dalam, Syakia sudah mencium aroma bunga. Ternyata isi amplop bukan hanya ada surat, tetapi ada juga sebuah bunga kering beraroma. Ketika melihat bunga kering beraroma itu, Syakia langsung tersenyum.Melihat Syakia yang tersenyum seperti ini, Maya bertanya dengan penasaran, “Siapa yang kirim surat ini sampai kamu sudah sen

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 500

    “Syakia!”Air mata mulai menetes dari sudut mata Abista. Pada akhirnya, sebelum sepenuhnya tidak sadarkan diri, dia hanya bergumam, “Jangan ... tinggalkan Kakak.”...Setelah keluar dari istana, Syakia tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menengadah ke langit. Beberapa saat kemudian, dirinya baru kembali tenang. Dia pun menoleh ke arah Hala yang menemaninya dari tadi.Syakia tersenyum dan berkata, “Hala, kamu nggak usah khawatir. Aku sudah nggak apa-apa.”Hala menatap senyuman Syakia yang sangat dipaksakan itu, lalu terdiam sejenak sebelum berkata, “Jangan sedih. Aku akan selalu berpihak padamu.”‘Nggak peduli apa pun yang kamu lakukan, aku akan percaya padamu,’ tambah Hala dalam hati.Setelah tertegun sejenak, Syakia baru tersadar bahwa Hala berkata begitu karena percakapannya dengan Abista sebelumnya. Dia pun tersenyum. Kali ini, senyumannya tidak sejelek sebelumnya lagi.“Iya, aku tahu. Makasih, Hala.”Setelah sesaat, Syakia kembali ke kereta kuda. Begitu naik ke kereta kuda, dia l

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 499

    Setelah Abista mengucapkan kata-kata itu, Syakia jelas terkejut untuk sejenak. Setelahnya, dia memasang ekspresi penuh ejekan dan berkata dengan dingin, “Sayangnya, nggak ada obat untuk mengobati rasa penyesalan di dunia ini.”Begitu mendengar jawaban Syakia, Abista akhirnya tidak dapat menahan darah di tenggorokannya lagi dan langsung memuntahkannya.Jari Syakia bergerak sedikit, tetapi tatapannya tidak berubah. Sementara itu, Hala pun melirik Syakia.Setelah memuntahkan darah, Abista terlihat sangat lemas. Keadaannya saat ini bahkan terlihat lebih lemah daripada Ranjana yang sakit. Anehnya, meskipun begitu, Abista masih dapat berdiri tegak di tempat, seolah-olah ada sesuatu dalam tubuhnya yang menopangnya supaya dia tidak tumbang.Setelah berdiri di tempat untuk beberapa saat, napas Abista baru kembali teratur. Dia menyeka bekas darah di sudut mulutnya, lalu menggigit bibirnya yang pucat dan menatap Syakia lagi.“Gimana ... kabar Kama akhir-akhir ini?”Syakia hanya menjawab dengan a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status