"itu bukan urusan kami, tepati saja janjimu!" ketus wanita punk itu. "Ohh yaa? Mengapa kau berbicara, seakan-akan kau tidak pernah melakukan kesalahan?" Petugas polisi itu mencebik. "Aku yang salah, lepaskan dia!" balas wanita punk itu. "Tidak bisa! Kau tidak kenal Pak RK, dia tidak akan melepaskan kalian!" "Lalu mengapa kau berjanji akan melindungi kami?!" "Ini caraku melindungi kalian! Dengan tetap berada disini kalian akan aman." Wanita punk itu hanya terdiam, banyak hal yang ingin dia utarakan, namun dirinya tidak memiliki hak untuk mengatur petugas kepolisian ini. "Ada cara agar kalian bisa bebas dari sini, yakni Pak'RK mencabut laporannya. Namun, kalian akan bekerja untuknya, mengungkap pelaku sebenarnya dan kalau kalian beruntung, dia akan melepaskan kalian. Tapi, kalau tidak. Kami tidak tahu! Jadi keputusan ada pada kalian, apa kalian mau membantunya, atau ingin diproses secara hukum dan jalani hukuman tahanan." "Setelah masa tahanan, tidak ada perlindungan untuk kal
"Ikut aku, aku mau bicara beberapa hal penting denganmu!" balas RK. Rubby mengerutkan dahi dan hanya terdiam ditempatnya berdiri, yakni di depan pintu masuk kamar Aira. "Heyy ... Ayo!" Panggil RK yang sudah berjalan pergi dan berada agak jauh dari Rubby. Rubby enggan untuk mengikuti langkah kaki RK, namun dia juga penasaran, sebenarnya siapa RK, dan ada hubungan apa dia sama Aira. Mereka berjalan ke arah luar klinik dan menuju sebuah cafe yang berada di seberang jalan dari klinik tempat Aira di rawat. Rubby mengikuti langkah RK tanpa sepatah katapun. Mereka berdua tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing, dan fokus pada bunyi derap langkah kaki mereka yang beradu dengan aspal jalan. Rubby yang berjalan di belakang, menatap punggung pria gagah dengan penampilan khas seorang CEO. Yakni kemeja putih yang dibalut rompi dengan warna senada dengan celananya, dan juga jas yang bertengger dilengannya membuat RK terlihat begitu berwibawa di pandangan Rubby. Namun, ketika mengingat
RK yang baru saja masuk ke dalam ruangan disambut dengan wajah kesal Aira. Aira juga terus melihat ke arah pintu yang membuat RK bingung dan juga menoleh ke arah pintu, ingin melihat apa sebenarnya yang Aira lihat. "Apaan sii,?" ujar RK setelah menoleh dan tidak mendapati sesuatu yang aneh disana. Pintu sudah di tutup, apa masalahnya, pikir RK. "Kok gak dibawa?" tanya Aira mencebik. "Apanya?" "Bri, kok gak bareng, datangnya?" kesal Aira. "Ya ampun, kirain apaan." RK terkekeh melihat tingkah wanita yang sedang sakit dan belum boleh banyak bergerak ini. "Ya udah, kalau kangen lihat Papanya ajah!" ujar RK genit, yang membuat Aira berusaha menahan tawanya. Sebab tertawa membuat bekas jahitan diperutnya terasa sakit. Ia berusaha mencari sesuatu untuk dilemparkan ke RK, karena RK pun tidak dapat menghentikan tawanya melihat perjuangan Aira menahan tawa. "Mas udah, aku kesakitan ini!" "Lagian kalau di tahan-tahan entar malah kentut!" candaan RK membuat Aira tidak sanggup lagi menah
Aira menatap nanar, sosok yang bergelayut manja di atas tubuh RK. RK pun terlihat mengeratkan pelukannya. Meskipun Aira tahu, karena telah mendengar sendiri, RK melakukan itu karena menyangka wanita itu adalah dirinya, namun bagaimanapun Aira berusaha, bayangan pengkhianatan Ivan semakin mendominasi pikirannya. "Apa yang kau harapkan Aira? Kau bukan siapa-siapa, dan akan tetap seperti itu!" gumam Aira sembari berbalik dan hendak pergi meninggalkan ruangan itu. Namun, Donny segera menahan tangannya. "Jangan pergi!" ucap Donny yang kemudian menarik tangan Aira dan membawanya ke hadapan RK yang sedang mencumbu Laura dengan buasnya. "Boss, ini Aira sudah datang!" ujar Donny dengan suara yang sengaja di buat sebesar mungkin untuk mengagetkan RK yang sedang dikuasai nafsu yang semakin meninggi. "Apa-apaan sih kamu Donn!" kesal Laura pada Donny, karena merasa terganggu. "Apa maksudmu, mengaku-ngaku sebagai Aira?" ketus Donny. "Tidak kah kau merasa malu? RK menganggapmu seperti saudara,
Aira segera membelalakkan matanya dan menutup mulutnya tak percaya, dia telah menampar majikannya itu. Namun dalam hatinya, dia begitu enggan untuk meminta maaf, hatinya sedih karena menampar RK namun disaat yang bersamaan dirinya merasa sakit dengan perlakuan RK yang memaksanya, sedangkan beberapa saat lalu telah mencumbu Laura di depan matanya. Aira hanya terdiam mematung, Ia pasrah pada kemarahan RK setelah ini. RK yang geram, segera mendekati Aira dan menatap sepasang manik indah itu yang sudah mengembun. RK menatapnya dalam-dalam. Aira menjadi takut dan mundur ke belakang, namun RK terus maju dengan tatapan bak elang yang sedang mengintai mangsa, tatapan tajam itu mampu menusuk hingga kedalaman hati Aira. "Aira!" serak suara RK membuat Aira ketakutan, namun tetap enggan meminta maaf. Kini Aira tengah tersandar ke dinding kamar itu, RK segera mengikis jarak di antara mereka. "Aira, kau membuatku gila! Ada begitu banyak wanita yang melemparkan diri mereka padaku, namu
Aira segera menjauhkan tubuhnya dari tubuh RK, Ia menatap RK dengan tatapan menyelidik, sebab dirinya tidak pernah melupakan orang yang sudah berbaik hati membayarkan biaya operasi untuk putrinya, meskipun Kayla tetap tidak tertolong, tetapi bantuan yang datang disaat yang tepat, memanglah sulit untuk dilupakan. Apalagi saat itu dengan kondisinya yang seperti itu, membuat Aira sangat bersyukur atas kebaikan hati orang yang tidak ingin menyebutkan namanya itu. "Mas ...!" Seru Aira dengan perasaan campur aduk. "Ai dengerin aku! Entah orang lain mau ngomong apa, dan entah pandangan mereka seperti apa, tapi bagi diriku dan Bri, kamu adalah malaikat kami! Dan Tuhan seperti mengatur segalanya hingga begitu apik, hingga akupun tidak percaya, saat ini bisa memilikimu dalam pelukanku!" ucap RK mengeluarkan semua isi hatinya. "Mas ..., Aku masih gak paham! Tolong jelasin, lebih jelas lagi!" "Aii ... Kamu pikir kenapa Brian begitu mencintai kamu dan menolak ibunya dan Laura yang sudah lebih
"kenapa dia bisa ada disini, Mas?" RK hanya mengedikkan bahu menanggapi pertanyaan Aira."Bagaimana ini? Dia pasti marah sama kamu, Mas! Maafin aku yah!" Panik Aira.RK yang sejak tadi menelpon anak-anak buahnya dan sangat kesal dengan management hotel yang membiarkan tamu mereka terganggu, karena informasi pribadi yang disebar ke orang lain menjadi geram.Ditambah dengan kepanikan Aira, yang pada akhirnya merasa bersalah pada RK membuat RK semakin marah. Ia lalu mendekati Aira dan memeluknya."Heyy, its okay! Donny akan menangani ini! Aku akan menuntut hotel ini, karena sudah lancang memberikan informasi pribadiku ke orang lain.""Dia bukan orang lain, Dia maminya Bri!" ujar Aira yang membuat RK melepaskan pelukannya dan memasang wajah kesal.Aira bingung, apa yang salah dari kata-katanya? Mengapa RK begitu marah hanya karena hal ini. Banyak pertanyaan berseliweran di kepalanya, namun Ia sudah tidak ingin berkata-kata lagi, lebih baik diam pikirnya."Seperti yang sudah pernah aku kat
*Satu Bulan kemudian* "Bu, aku gugup sekali!" "Kamu sedang ngomong sama siapa, Ai?" tanya Ibu Panti sembari terkekeh geli. "Yaa, sama kalian bertiga, Ibu-ibuku tersayang! Masa aku harus bilang, Bu Ibu aku gugup sekali, jadi berasa lagi arisan," canda Aira pada ke tiga wanita paruh baya yang memiliki tempat khusus dihatinya ini. Mereka bertiga adalah Bu Panti sebagai Ibu yang telah membesarkannya, Bu Rita sebagai Ibu yang menemani hari-hari sulitnya hidup bersama Ivan, dan Bu Retno sosok yang mendukung penuh, hubungannya dengan RK, pria yang Ia besarkan dan sudah Ia anggap seperti anak sendiri. Aira merasa beruntung, memiliki ke tiga orang ini. Mereka selalu ada untuknya, hingga dirinya mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. "Bajunya kok lama banget yahh, katanya mau di antar pas malam, kok malah belum di antarkan juga," ujar Bu Retno khawatir. "Lagian ibu sih, pake dipingit segala, kalau gak kan aku bisa langsung nanya ke si bapak yang mesen bajunya." gerutu Air