Yuni berdiri di depan pagar, matanya yang belok melihat ke Kumi.
“Siang Tante,” sapa Kumi ramah.
“Hati-hati Kak, dia tukang gossip, jangan disuruh masuk,” bisik Khandra. “Oh ya, Khandra punya uang, uang Kakak sebaiknya disimpan saja.”
“Beneran? Darimana dapat uangnya?” Kumi mengernyitkan dahi.
“Aku buat stiker dan kujual online. Hasilnya kutabung buat bayar kuliah nanti,” kata Khandra bangga. “Kakak mau makanan apa, biar sekalian Khandra belikan.”
Ada gerimis di mata Kumi, ia terharu dengan kebaikan adiknya. “Tidak usah, Kakak tidak pengen apa-apa.”
Khandra lalu mengambil motornya dan pergi tanpa memedulikan Yuni.
Yuni marah diabaikan oleh Khandra. Dia menumpahkan kekesalannya pada Kumi. ”Apa adikmu memang songong begitu, lewat di depan orang tua gak permisi, main nyelonong saja.”
“Ohw mungkin Tante gak denger, Khandra kan pake motor dan pake helm.” Bela kumi. “Maaf ya Tan saya mau istirahat,” pamitnya santai.
Kumi masuk ke kamarnya. Ia meraba sprei dan boneka beruang besar di atas tempat tidurnya. Lembut dan harum bunga lavender.
Ibu memang suka menyemprokan parfum aroma bunga lavender di semua kamar anak-anaknya. Kata Ibu supaya anak-anaknya tidur nyenyak.
“Mandilah dulu Kumi, setelah itu makan,” ujar Ibu, wajahnya melongok di pintu kamar Kumi.
Kumi mengangguk, badannya memang terasa lengket setelah berenang di sungai. Ia mengambil handuk dan berlama-lama menggosok badannya sambil merenung di kamar mandi.
“Nduk… kamu mau telurnya di dadar apa di ceplok?” Putri bertanya pada Kumi. Karena dia tak mendengar suara air di kamar mandi sejak Kumi masuk. Letak kamar mandi dan dapur memang berseberangan.
“Ceplok saja Bu,” jawab Kumi dari dalam. Ia tahu Ibu mencemaskan keadaan dirinya. Ibu mengajaknya bicara hanya untuk memastikan dirinya baik-baik saja.
Mendengar suara air yang mengalir, Putri lega. “Ibu nanti malam tidur sama kamu ya Nduk?”
“Gak usah, Kumi kan tidurnya seperti kuda. Ibu nanti gak bakalan betah.”
Sutomo yang mendengar percakapan istri dan anak itu tertawa. “Bu, biarin anaknya mandi, kok malah diajak ngomong terus,” tegur Sutomo halus.
“Biarin, Ayah kayak gak tahu istrinya lagi seneng anak wedoknya di rumah lagi,” elak Putri sambil mengulek sambel terasi.
Kumi mendengarkan percakapan Ayah dan Ibunya, hatinya teriris. Cinta yang mereka tunjukkan satu sama lain memang sangat sederhana. Kumi tak pernah melihat riak keruh pada mata Ibu. Perhatian-perhatian kecil yang dilakukan Ayah seperti menemani anak-anaknya belajar sudah membuat hati Ibu meleleh.
Seketika dia membandingkan perkawinannya yang baru seumur jagung tapi menyisakan jejak trauma yang sangat dalam pada hidupnya. Wanita muda itu menangis tergugu di bawah pancuran air. Dadanya menjadi sesak membayangkan masa depan yang akan dijalaninya kelak bersama sang buah hati.
“Nduk, jangan lama-lama mandinya, kasihan bayi dalam kandunganmu nanti masuk angin,” ucap Ibu. Ia mendengar suara tangisan dari dalam.
“Nggih Bu.” Kumi menyelesaikan mandinya dan bergerak ke kamarnya dengan kepala menunduk.
Setelah berganti pakaian. Ia melihat foto pernikahannya bersama Arka di atas nakas di samping tempat tidurnya, yang dibingkai dengan frame kayu model vintage. Ia ingat foto itu diambil oleh Khandra.
Kegetiran kembali mengguncang hatinya dan membuat keresahannya kian pekat. Meski mereka dijododkan sikap Ibu dan mertuanya sangat berbeda jauh. Di rumah mertuanya tak ada sama sekali foto pernikahan mereka. Bulir-bulir bening kembali menetes dari mata Kumi.
Kumi memperhatikan dengan seksama, dalam foto itu tak ada sama sekali kebahagiaan yang tergambar di wajahnya. Di sana dia terlihat sangat kaku bersanding dengan Arka yang tersenyum palsu menatap kamera.
Ia lalu mengambil gunting dan memotongnya menjadi serpihan - serpihan kecil dan membuangnya ke dalam tong sampah. Setelah itu ia memeluk Lucy – kucing yang ia selamatkan tadi dan merebahkan badannya di atas pembaringan. Lucy pindah ke perutnya dan ia nyaman tidur di sana. Kumi membiarkan, ia hendak memejamkan mata saat mendengar suara Khandra.
“Gawat Bu! Kak Kumi masuk berita gossip di televisi.”
“Kamu jangan ngawur Dra!” tegur Sutomo pada anak lelakinya.
Sementara Putri tangannya sigap mengambil remote televisi dan terkejut melihat ada video Kumi yang sedang menyelamatkan kucing. Kemudian mereka membicarakan status F******k yang viral tentang anak perempuannya.
“Khandra benar.” Putri mengeraskan volume televisi “Bagaimana ini Yah?” tanya Putri meminta pertimbangan suaminya, dia masygul dengan rentetan yang menimpa Kumi.
Sutomo tidak merespon perkataan istrinya, dia sedang serius menerima telepon. Setelah itu dia berbicara dengan hati-hati. “Mas Teguh meminta maaf dan memohon pada Ayah supaya kita mengembalikan Kumi ke rumahnya. Dia berjanji akan memperlakukan Kumi dengan baik.”
Putri langsung melengos mendengar perkataan suaminya.
“Apa Ayah percaya dengan omongan Mas Teguh? Dia bilang begitu juga saat melamar Kumi? Tapi lihat yang dia dan keluarganya lakukan pada anak kita? Kalau Ayah mau mengembalikan Kumi ke keluarga Arka langkahi dulu mayat Ibu!” kata Putri geram dengan sikap lembek suaminya.
Sutomo menarik napas panjang. Ia tahu istrinya tak bakalan setuju.
“Khandra juga tidak rela! Khandra punya penghasilan dan siap membiayai Kak Kumi serta bayinya. Ayah urusi saja perceraian Kakak. Soal gossip itu abaikan saja! Nanti juga lewat,” Khandra berapi-api membela Kakaknya.
“Stop, kalian jangan ribut lagi! Kumi mau bercerai dengan Arka dan akan bertanggung jawab dengan hidup Kumi sendiri,” kata Kumi tegas sambil menenteng tas.
Bab 10 Kumi lalu berlutut di depan ayahnya sambil berurai air mata. “Ayah, tolong sekali ini saja, bantu Kumi mengurus perceraian Kumi. Maaf, Kumi tidak bisa menyenangkan hati Ayah tapi Kumi ingin hidup bahagia sesuai dengan keinginan Kumi.” Walaupun usianya masih muda, Kumi selama ini mengamati lelaki setelah menikah kebanyakan condong kepada keluarga istrinya, karena keterikatan dengan istri dan anak perempuannya. Contohnya seperti Ibu, setiap ada masalah atau keperluan, Ibu lebih memilih bercerita pada ibunya sendiri daripada dengan mertuanya. Sementara Arka adalah anak semata wayang keluarga Teguh. Ia memahami kasih sayang mertuanya terutama mama mertuanya yang begitu besar pada Arka sehingga sulit bagi Arka untuk melepaskan perhatian dan pemikiran kedua orang tuanya. Sedikit banyak Arka mencontoh apa yang orang tuanya lakukan. Kumi bisa melihat itu, setelah tinggal bersama mertuanya. Mertuanya adalah tipe keluarga konservatif
Bab 11 “Kalau kamu tahu siapa saya, antarkan Kumi sekarang! Jika tidak aku akan memporak-porandakan hidup Kumi!” Teguh langsung menutup telponnya. Ancaman Teguh tidak membuat Sutomo gentar. Dia mencari istri dan anaknya di kamar. “Keluarga Mas Teguh mengancam kita, Bu. Dia mau membuat hidup Kumi sengsara. Tapi Ayah sudah bulat mau mengurus perceraian Kumi secepatnya,” kata Sutomo kalem, meski hatinya takut. Putri tersenyum. “Nah, gitu dong Yah. Ibu sangat bangga sekali dengan tindakan Ayah,” pujinya haru. “Soal ancaman, Ibu gak takut, kita sudah punya bukti kuat. Seandainya kita beberkan ke public apa ya mereka gak tambah malu.” “Khandra juga telah mengumpulkan beberapa foto Mas Arka bersama pacarnya,” kata Khandra tiba-tiba. Dia memberikan beberapa lembar foto pada Kumi. Kumi mengambil dan memperhatikannya. “Eh, bukankan ini tempat hotel saat kami honeymoon dulu.” Dia tersenyum kecut. “Kenapa dia Nduk? Apa
“Bukan Ayah mau mengusirmu dari rumah ini. Hanya saja, Ayah mau jujur dengan kondisi keuangan Ayah. Hingga Ayah mau pensiun, hutang Ayah di Bank masih ada. Sekarang dengan kamu pulang ke rumah dalam kondisi hamil, beban Ayah semakin berat.” Mendengar penuturan Ayah, tangis Kumi jatuh. Ia tahu kondisi keluarganya. Ibu merangkul Kumi. “Kamu di sini saja Nduk, di rumah ini. Kamu perlu dukungan kami, gak bisa menyelesaikan masalah ini sendiri.” Ibu menatap lurus-lurus wajah suaminya. dia tahu apa yang lelaki itu pikirkan. “Apa Ayah tega menelantarkan Kumi sendirian di kos. Dia sedang kesusahan dan hamil! Ibu tidak akan pernah mengijinkan Kumi keluar dari rumah ini!” “Ayah tidak usah takut kita kekurangan. Siapa tahu kehamilan Kumi membawa keberkahan bagi keluarga kita!” “Iya, Khandra setuju dengan Ibu. Khandra akan bantu Kakak. Biarkan Kakak tinggal bersama kita.” “Tapi Bu… bagaimana dengan gossip nanti?” Ayah masih keukeuh dengan pendiriannya. “Ngapain kita takut sama
“Pasti dengan wanita ini bukan?” Ibu datang dan melemparkan foto-foto Arka dan Rhea di atas meja saking jengkelnya. “Kami memang miskin, tapi kami masih punya attitude yang baik. Berani sekali Mba Rini mencaci maki dan menampar anak saya di rumah saya sendiri. Ck…ck… ck… saya makin gak respek dengan keluarga kalian!” Ingin sekali dia menjambak sanggul yang dipakai Rini. Sutomo ikut geram. “Mba Rini, biar nanti kita selesaikan masalah ini di pengadilan agama. Mba Rini pulang saja sekarang.” Shaka menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap mamanya Arka. Dia lalu menelpon Arka menggunakan video call. “Halo Arka, meeting besok saya batalkan. Saya masih ada urusan. Oh ya, apa kamu kenal dengan wanita cantik ini?” Shaka lalu menyorot ponselnya ke arah Rini. “Dia mama saya Pak,” tampak keterkejutan dalam mata Arka melihat mamanya bersama Shaka. Dia hendak bertanya tapi Shaka sudah menutup saluran telponnya. “Apakah Ibu sudah jela
Sesuai janjinya keesokan paginya Kumi pergi berbelanja di warung, Di warung Mba Narti, Kumi melihat ada Tante Yuni, Tante Ratih, dan beberapa-ibu-ibu yang tidak ia kenal. Kumi menyapa mereka. “Pagi Tante.” Kemudian ia mengambil ayam, tempe, sayur sop, dan kacang panjang. “Walah, Jeng. Saya denger-denger di sini ada yang baru jadi janda ya? Pantes saja mau keluar rumah, wong sudah siap-siap tebar pesona dan cari mangsa. Hati-hati lho Jeng, ntar suami kalian diambil. Hih… ngeri,” kata Yuni dengan sarkas. Matanya yang bulat besar melirik Kumi tak suka. Kumi tak menanggapi omongan Tante Yuni, dia membolak-balik sayuran dan melambatkan gerakannya memilih belanjaannya, lalu telinganya mendengar Tante Yuni membicarakan dia lagi. “Lihat itu ibu-ibu dia gak bereaksi, telinganya sudah budek kali ya. Jadi tambah ngeri gak sih dengan perempuan kayak gitu, kelihatan alim dan manis, tapi kelakuan kayak setan. Saya yakin dia sedang mencari laki-laki supaya bis
Bab 15 edit “Cepat katakan siapa yang membayar kamar Kakak!!” Suara Kumi naik beberapa oktaf. Khandra tak berani membalas tatapan Kumi. Lambat laun Kakaknya pasti tahu, lalu ia berkata pelan.“Ini atas permintaan Mas Shaka, Kak. Mas Shaka yang membayari semuanya, mulai dari biaya operasi sampai kamar, katanya supaya Kak Kumi dan adik bayi nyaman.” “Apa katamu? Shaka?” Kepala Kumi meneleng ke kanan. “Bagaimana Shaka tahu Kakak melahirkan. Apakah kamu yang memberitahunya?” desak Kumi masygul. Khandra mengangguk. “Tepatnya dia yang menelponku, lalu aku memberitahu kondisi Kakak.” Kumi memejamkan mata. “Kenapa Ibu dan Ayah tidak menolaknya?” katanya gusar. Kesal sekali dirinya mengetahui keluarganya memutuskan sepihak padahal mereka tahu ia tak suka merepotkan orang lain. “Jangan salahkan Ayah dan Ibu Kak. Mas Shaka yang memaksanya Kak. Katanya itu sebagai hadiah.” Khandra takut melihat wajah kakaknya yang cemberut. Percakap
Bab 16 Kumi mendesah. Dia menangkap kerinduan tersirat dalam mata Shaka. Selama ini hubungan pertemanan mereka dekat. Shaka menepati janjinya untuk tidak datang ke rumah Kumi selama dia menjalani proses perceraiannya. Namun, Shaka selalu hadir lewat makanan sehat yang dia kirimkan. Dia juga yang paling bawel menasehati Kumi untuk beristrirahat dan minum vitamin. Kumi gembira, jiwanya tenang ada lelaki yang memperhatikan dan menyayanginya, tapi di satu sisi, dia takut merengkuh kebahagiaan yang ditawarkan Shaka hanyalah ilusi. Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan orang yang tak menyukainya telah menimbulkan rasa tak nyaman pada diri Kumi dan membuatnya membangun benteng pertahanan yang kuat. Shaka menyentuh lembut tangan kanan Kumi. “Kok melamun? Apakah permintaanku terlalu berat untukmu?’ Lelaki itu terdiam. “Aku mau melindungimu dan Kaluna.” Kumi membuang napas berat, ia mengelus pipi Kaluna. Matanya mengembun, membayangkan nasib Kaluna
Bab 17 Kumi tidak mampu lagi menahan kecewa dan marahnya. Maka ia lampiaskan amarahnya pada Khandra dan Shaka. “Pergi kalian! Pergi! Tinggalkan aku sendiri!” Tanpa sadar tangannya meraih Kaluna dan mengangkatnya ke atas. Kaluna menangis keras, bayi itu meminta perhatian mommynya tapi Kumi tak bereaksi. Bahunya merosot letih setelah itu moodnya berubah menjadi buruk. Seketika dia membenci semua orang termasuk bayi mungilnya, Kaluna. Khandra dan Shaka menjadi tegang, Kaluna terus menangis sementara Kumi tetap bergeming. Matanya merah menyala. “Kak, maafkan Khandra,” ucap Khandra hampir menangis. Ia merasa sangat bersalah pada kakaknya. “Tolong jangan sakiti Kaluna, Kak.” Lelaki itu bersimpuh di lantai di dekat Kumi. Pelan-pelan air mata Kumi mengucur deras, jauh dari lubuk hatinya ia tak tega mendengar suara tangis anaknya. Shaka mendekati Kumi. Ia tetap waspada melihat ke arah perempuan itu. “Kumi, aku sayang kamu. Aku juga sayang Kaluna. Kamu jangan sedih,