"Selamat datang, Pak Jason dan Pak Landon. Belakangan ini kalian terus sibuk mencari orang, aku sempat kira kalian nggak akan datang lagi. Bagaimana? Orangnya sudah ketemu?" kata Yosep.Tatapan Jason langsung menjadi tajam dan auranya penuh tekanan. "Menurutmu?"Senyuman Yosep menjadi makin dalam dan bahkan menatap Jason dengan tatapan menantang. "Pak Jason, Pak Landon, nggak perlu terburu-buru. Orang itu pasti akan ditemukan."Hanya saja, sulit dipastikan kapan akan ditemukannya. Yang ditemukan itu orang yang masih hidup atau sudah menjadi mayat, lebih sulit lagi untuk dipastikan.Jason menatap Yosep dengan diam.Namun, Yosep tetap merasa tertekan sampai senyumannya menjadi kaku dan langsung kehilangan wibawanya. Dia ingin membalasnya, tetapi Jason malah tidak menganggapnya sebagai lawan dan langsung mengabaikannya begitu saja.Landon menatap orang-orang di sana sekilas. "Pak Yosep, kamu dan Nona Leah benar-benar pasangan yang serasi."Kali ini, bahkan senyuman di wajah Leah pun mengh
"Ya. Dia bilang aku terlalu tertekan karena belajar, jadi dia bawa aku pergi berlibur. Siapa sangka kami malah bertemu hotel bobrok, lalu ...."Setelah mengatakan sampai di sana, Blair menangis terisak-isak sambil menutupi wajahnya.Janice menatap Blair. "Ini sudah menjelang ujian akhir. Meskipun kamu merasa tertekan, pacar yang punya otak seharusnya nggak akan membawamu berlibur. Kalau sampai terjadi sesuatu, itu akan mengganggu sekolahmu dan dia juga nggak bisa menjelaskannya pada keluargamu. Lagi pula, kalau kalian nggak pilih hotel yang nggak resmi, mana mungkin hotel itu menjebak kalian. Kecuali ...."Dia hampir saja langsung berkata bahwa pacar Blair itu bukan orang yang baik.Blair mengangkat kepala dan memelototi Janice. "Kamu sama sekali nggak kenal pacarku, atas dasar apa kamu menjelek-jelekkan dia? Dia sangat baik padaku, bahkan lebih memahamiku daripada orang tuaku. Dia pasti nggak sengaja salah pesan hotel.""Nona, pihak hotel akan menelepon untuk mengonfirmasi pemesanan,
"Ya, aku akan segera memberinya obat dan membersihkan lukanya lagi," jawab Chelsea sambil membawa obat dan berjalan ke sisi ranjang Lid.Sementara itu, Janice membungkuk dan mengikuti Bram keluar. Setelah menghindari kamera pengawas, mereka membuka kontainer di samping. Orang-orang di dalam terkejut dan sempat mengira para preman itu datang lagi, sehingga semuanya meringkuk ke sudut secara serentak. Namun, ada tiga orang yang cukup berani pun berdiri di depan untuk menghalanginya.Janice menyuruh Berto untuk mengawasi arah kantor, sedangkan dia sendiri segera melangkah masuk. "Siapa yang semalam berkomunikasi dengan kami pakai sandi?""Aku," jawab seorang gadis yang sedang melindungi orang lain sambil mengangkat tangan."Cepat bawa aku menemui temanmu, aku bawa obatnya," kata Janice.Tatapan gadis itu yang tadinya penuh kewaspadaan langsung dipenuhi dengan air mata dan suaranya bahkan bergetar. "Terima ... kasih. Tubuh temanku ini memang lemah sejak kecil, dia nggak boleh kenapa-kenapa
Janice masih bingung dengan maksud Bram, tetapi sebuah pistol tiba-tiba jatuh dari atas kepalanya.Chelsea yang kebetulan menangkap pistol itu hampir saja menjerit ketakutan. Dia buru-buru melempar pistol itu kepada Janice, seolah-olah memegang benda berbahaya. "Astaga. Anak ini benar-benar berani sekali, kamu nggak takut ketahuan ya?""Mereka semua mabuk, perhatiannya hanya pada ruangan kecil di dalam kantor itu. Satu per satu dari mereka masuk ke sana setelah membuka ikat pinggang dan meletakkan pistolnya. Mereka langsung tidur begitu keluar dari sana, nggak ada yang menyadariku," jelas Bram."Jangan-jangan mereka semua buang air besar bareng?" tebak Chelsea. Pantas saja di internet ada yang bilang beberapa pria sangat suka buang air besar.Janice yang berusaha mengalihkan kembali topik pembicaraannya pun mengangkat kepala dan bertanya, "Bram, luka Lid agak bengkak, aku takut akan makin parah. Apa kamu menemukan obat?""Iya iya, cukup banyak," jawab Bram sambil menganggukkan kepala d
"Sissy, aku sudah kasih kamu sedikit keuntungan, kamu harusnya sudah boleh bangga. Kamu benar-benar pikir kamu ini nona muda ya. Saat di bawah tubuh para saudaraku, kamu nggak seperti sekarang ini," kata pria yang memimpin itu."Kalian ...."Sissy yang menahan malu dan marah pun hanya bisa berbalik dan pergi.Pria itu bergegas menutup pintu, tetapi dia tiba-tiba menyadari ujung sumpit di tangan Janice berbentuk agak aneh. "Sumpit ini ...."Janice pura-pura mengangkat tangan dengan waspada, lalu sengaja mematahkan sumpit itu. Saat diangkat kembali, sumpit itu sudah tidak berbentuk lagi.Melihat sumpit itu begitu rapuh, pria itu tidak menaruh curiga sama sekali dan langsung berjalan keluar. Namun, saat hendak menutup pintu, dia mengernyitkan alis dan sempat berhenti karena terdengar suara kecil dari atas kepala Janice.Sekrup yang tidak kuat lagi dan langsung jatuh ke bawah membuat Janice dan Chelsea merasa sangat tegang.Namun, Lid tiba-tiba pingsan, sehingga Bram segera maju dan menopa
"Hentikan! Semuanya hentikan!" teriak Sissy yang segera menghentikan anak buahnya, jelas merasa panik karena merasakan sakit di lehernya.Begitu salah satu preman itu melepaskannya, Chelsea segera berlari dan langsung menarik kedua anak itu ke sisinya. Saat ini, pintu sudah dipenuhi para preman, sehingga jelas mustahil jika mereka ingin memanfaatkan Sissy sebagai sandera untuk keluar. Apalagi posisi Sissy ini ternyata tidak begitu penting seperti yang mereka bayangkan.Janice tersenyum pada Sissy dan mengejek, "Nona kedua, lihatlah. Anak buahmu ini sama sekali nggak peduli pada keselamatanmu. Sepertinya semua kebanggaanmu itu hanya ilusi saja.""Diam!"Sissy menoleh ke arah para preman dan berteriak, "Kalian semua serang! Cepat serang!""Nggak perlu teriak, hanya orang nggak berguna yang teriak-teriak. Mereka nggak akan mendengarkanmu," kata Janice yang tanpa ampun menyingkap status palsu Sissy."Bukan! Aku ini nona kedua Keluarga Azhara!" teriak Sissy."Huh."Janice mendengus dan berk