Mendengar itu, wajah Zachary tampak semakin serius. Dia memahami maksud tersembunyi di balik kata-kata Janice.Mulai sekarang, mereka bukan lagi keluarga, bahkan hubungan saudara jauh pun tidak dihitung."Janice, kamu pasti sangat tertekan.""Paman, tolong jaga ibuku dengan baik." Janice tersenyum, menitipkan pesan.Ivy ingin menegur Janice. Namun, mengingat mereka bertiga harus makan di dapur hari ini, dia akhirnya menyadari bahwa dirinya telah membebani putrinya.Dia yang membuat Janice harus kembali berkali-kali untuk menanggung penghinaan ini. Dia pun memasang senyuman. "Jaga dirimu baik-baik.""Aku pergi." Janice mengambil tasnya dan pergi tanpa menoleh ke belakang.....Beberapa saat kemudian, kepala pelayan datang ke dapur. "Tuan, Nyonya, Nona Rachel sudah mau pergi.""Hm, kami akan segera ke sana." Zachary merapikan pakaiannya dan menggandeng Ivy keluar.Kepala pelayan segera berkata, "Tuan Anwar minta Nona Janice ikut mengantar tamu.""Janice ada urusan, dia sudah pergi duluan
Jason sedang tidak fokus sehingga hanya mengiakan pelan sebelum berbalik pergi.Dari balik jendela mobil, Rachel menatap punggungnya yang semakin menjauh. Tiba-tiba, hatinya terasa hampa.Rachel mencengkeram dada dan mulai batuk. Melihat itu, Norman segera mengambil sebotol air untuk disodorkan. "Bu, kamu baik-baik saja?""Aku baik-baik saja, cuma terkena angin." Rachel menggenggam botol air mineral di tangannya dengan gelisah. "Apa aku mengatakan sesuatu yang salah tadi?"Norman tetap tenang. "Nggak, Pak Jason memang selalu sibuk dengan pekerjaannya.""Hmm."Setelah mengantar Rachel pulang, Norman mengemudikan mobil kembali ke rumah Jason di River Bay. Dia baru selesai merapikan dokumen yang dikirim dari kantor saat Jason kembali.Melihat pria yang baru masuk itu, Norman sontak terbelalak tidak percaya. "Pak, kamu ...."Jason meliriknya dengan dingin, lalu menyerahkan sesuatu di tangannya. "Bawa ke laundry.""Baik."....Peluncuran produk baru Amanda berlangsung sukses, bahkan wartawa
[ Kamu juga nggak tahu? Saat kuliah, banyak wanita yang mengejarnya, tapi dia sama sekali nggak peduli. ][ Setelah kecelakaan mobil, dia tiba-tiba berubah dan langsung mengatakan dia punya seseorang yang disukai. Saat itu, aku masih terbaring di ranjang rumah sakit. Aku merasa sedih untuk waktu yang lama. ][ Bukankah itu berarti kamu? ]Janice mengetik kalimat itu, tetapi segera menghapusnya. Perkataan seperti itu seharusnya keluar dari mulut Jason sendiri. Apa haknya untuk menyimpulkan sesuatu?Janice membalas dengan jujur.[ Kamu juga tahu hubungan ibuku dengan Paman Zachary. Saat Jason lulus kuliah dan kembali ke dalam negeri, aku baru pergi ke rumah Keluarga Karim. Aku benar-benar nggak tahu. ][ Aku lupa, maaf. ][ Aku ada pekerjaan yang harus diselesaikan, sudah dulu ya. ][ Oke. ]Setelah menaruh ponsel, Janice menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Setelah waktu yang lama, dia tetap tidak bisa menggambar desain yang diinginkannya.Tepat saat itu, Amanda mendekat dan mene
Suasana di meja makan terdiam cukup lama. Janice terpaku menatap pria di hadapannya, ingin memastikan apakah dia hanya bercanda.Namun, detik berikutnya, manajer restoran buru-buru datang. "Maaf, pelayan salah meletakkan nomor meja. Ini meja nomor 26."Janice langsung menoleh ke belakang, melihat pria di meja 27 yang ternyata sedang menunggunya.Dia menggigit bibir, merasa agak canggung, lalu menoleh kembali ke pria di depannya. "Maaf, Pak. Sepertinya aku salah meja. Semoga ... kencan butamu sukses."Dari cara pria itu berpakaian, Janice langsung tahu dia adalah seseorang yang kaya raya dan bukan orang yang bisa dia usik.Setelah berkata demikian, Janice segera bangkit dan pindah ke meja yang benar. Setelah meminta maaf kepada klien, Janice langsung duduk.Kebetulan, seorang wanita yang mengenakan koleksi terbaru dari peragaan busana musim ini baru saja duduk di meja 26.Begitu duduk, wanita itu langsung berkata, "Kamu cukup tampan. Tapi, banyak miliarder yang mengejarku. Tergantung be
Paling tidak, wanita yang diperkenalkan harus lebih cantik dari Janice, 'kan? Sepertinya akan sulit untuk mencari wanita seperti itu.Janice dan Landon bertukar nomor telepon, lalu dia berdiri untuk pergi. Landon menawarkan dengan sopan, "Perlu aku antar?"Janice tersenyum sopan. "Kamu adalah klienku. Nggak pantas kalau kamu mengantarku. Aku bisa naik taksi sendiri. Sampai jumpa."Landon melihat punggungnya yang semakin menjauh, tanpa sadar tersenyum. Menarik juga.Saat itu, ponselnya berdering. "Kak, gimana calon pasangan kencan butamu?""Yang mana?" Landon mengingat Janice, senyuman di wajahnya semakin dalam."Kak, kamu tersenyum ya? Berarti berhasil.""Besok kamu akan tahu.""Baiklah. Tapi saat bertemu besok, kamu nggak boleh menyulitkannya ya? Aku nggak mau dia terikat cuma karena utang budi."Mendengar itu, ekspresi Landon menjadi agak dingin. Namun, demi tidak membuat adiknya sedih, dia tetap menyetujuinya. "Oke."....Keesokan paginya, Janice bangun lebih awal untuk bersiap. Sem
Landon turun lebih dulu dari mobil, lalu mengulurkan tangannya ke arah Janice yang masih di dalam.Janice menyesuaikan posisi tubuhnya sambil berpegangan pada kursi. "Aku bisa sendiri."Landon tidak menurunkan tangannya. "Apa kamu lupa kalau hari ini kamu adalah pendampingku?"Mendengar itu, Janice tidak lagi menolak. Lagi pula, kontrak senilai 20 miliar sudah ditandatangani.Setelah Amanda mengetahuinya, dia bahkan menggandakan bonus Janice. Makanya, Janice harus lebih profesional.Janice meletakkan tangannya di telapak tangan Landon dan perlahan turun dari mobil. Namun, sepatu hak tinggi barunya terasa kurang nyaman. Tumitnya sedikit terpeleset, menyebabkan tubuhnya kehilangan keseimbangan dan jatuh ke arah Landon.Landon langsung melingkarkan lengan di pinggang Janice. "Aku akan menyuruh Zion beli sepatu datar. Kamu juga nggak pendek, nggak perlu menyiksa diri sendiri.""Terima kasih." Janice tersenyum penuh rasa terima kasih.Saat itu, terdengar suara yang sangat familier dari arah
Anwar sepertinya sengaja ingin mempermalukan Janice, sama sekali tidak peduli dengan para tamu di sekitarnya, termasuk kakak beradik Keluarga Luthan itu.Setiap kata yang diucapkannya bagaikan mengandung racun, menghantam Janice tanpa ampun.Di bawah tatapan banyak orang, Janice merasa sangat tertekan. Tiba-tiba, sebuah tangan merangkul pinggangnya, menariknya selangkah ke depan."Pak Anwar, apa kamu punya masalah dengan pasangan yang kubawa?""Pasangan?"Tatapan Anwar dipenuhi kecurigaan, bahkan bercampur dengan sedikit penghinaan. Benar saja, wanita tidak tahu malu ini sudah menggoda pria lain.Bagaimana mungkin Janice tidak memahami arti tatapan Anwar? Dari sudut matanya, dia melirik wajah dingin Jason. Hanya dalam beberapa saat, tenaganya terasa terkuras banyak. Bahkan, hawa dingin menusuk hingga tulangnya.Janice tersenyum sinis. "Kak Landon, kalau memang nggak memungkinkan, gimana kalau aku pergi dulu? Aku juga nggak ingin makan dengan suasana seperti ini."Begitu dia memanggil k
Setelah keluar dari kamar mandi, Janice tidak segera kembali ke ruang privat. Dia merasa dirinya tidak cocok dengan suasana di dalam sana.Terutama karena Anwar selalu menatapnya dengan tatapan suram, seolah-olah mendesaknya untuk segera pergi.Janice berjalan menuju area istirahat di sisi lain koridor. Begitu membuka pintu kaca, angin dingin menerpa wajahnya. Dia menyusutkan lehernya, lalu memeluk diri sendiri dan bersandar pada pagar sambil memandang pemandangan di kejauhan.Setelah hatinya lebih tenang, Janice teringat akan tugas yang belum selesai dan bersiap untuk kembali. Namun, begitu dia berbalik, dia langsung menabrak dada pria yang keras dan dingin.Janice mendongak, lalu bertemu dengan tatapan pria yang dingin dan dalam. Dalam sekejap, hatinya terasa dingin, membuat giginya bergemeletuk.Janice mundur selangkah, berusaha tetap tenang saat menatap pria itu. "Paman, ada apa?"Jason tidak langsung menjawab. Dia maju selangkah demi selangkah, memojokkan Janice hingga punggungnya
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se