TWC 29
Nyonya Merry tahu rahasia DeanSebuah kamar yang luas dan mewah, dua kali lebih besar dari kamarnya di rumah Simon, menjadi miliknya sekarang. Ryu mengedarkan pandang ke area kamar dengan takjub."Ryu …." Simon telah berdiri di sampingnya.
"Ya, Bang."
"Ingat pesen abang. Jika lu ga betah tinggal di sini, rumah abang masih terbuka lebar buat lu. Dan ingat … tetaplah waspada. Karena kita tidak tahu musuh kapan akan menyerang."
Pemuda itu mengangguk mengerti. Sejak kecil dia hidup dengan Simon, membuat dia paham sifat dan karakter pria itu. Meski keras, kasar dan kejam kata orang-orang, tapi Ryu mendapatkan kasih sayang dari Simon seperti bapaknya dulu. Simon dan anak buahnya sering mabuk. Tapi, dia tidak membolehkan Ryu mengikuti jejaknya. Dia mendidik Ryu dengan keras, memasukkannya ke tempat bimbingan belajar yang bagus. Memasukkannya ke beberapa tempat beladiri untuk menempa tubuhnya dan untuk berjaga dir
Malam yang terang dengan kemerlip bintang menghiasi angkasa.Kediamam Saloka terlihat agak sibuk di banding hari sebelumnya. Beberapa pelayan terlihat hilir mudik menyiapkan makanan di atas meja prasmanan.Beberapa kerabat akan datang hari ini, termasuk putra tertua Prayoga Saloka, yaitu Andre Saloka--kakak laki-laki Agatha.Pintu gerbang terbuka lebar saat beberapa kendaraan mewah memasuki kediaman keluarga Saloka.Beberapa bodyguard tampak berdiri di depan pintu menyambut beberapa tamu kerabat dan mengarahkan mereka untuk segera masuk menuju taman belakang.Sebuah taman yang indah dengan kolam renang di tengahnya, menambah kesan eksklusif keluarga itu. Sebuah meja panjang prasmanan terletak di sisi kolam renang dengan kursi-kursi mengitari kolam beserta lampu warna-warni menghiasai taman itu.Dean dan Jason berdiri menyambut para tamu dengan senyum hangat yang dipaksakan. Bagaimana mereka bisa menerima pesta kecil ber
Hari semakin malam saat Ryu berjalan sendiri di sepanjang kolam renang. Dia masih merasa bermimpi dengan semua kenyataan ini. Satu setengah bulan yang lalu dia masih seorang gembel yang tinggal di rumah bedeng terbengkalai milik perusahaan kereta api yang kumuh di pinggir rel.Tidak berapa lama, Simon mengajaknya ke sebuah rumah yang bagus dengan fasilitas lengkap. Dan kini … setelah dia bertemu dengan sang Ibu, kehidupannya berubah menjadi sangat mewah. Berkali dia mencubit pipinya dan tetap merasakan sakit."Sampai kamu tonjok wajahmu juga tetap terasa sakit, Bro. Ini kenyataan bukan alam mimpi." Alvren muncul tiba-tiba dengan tertawa.Ryu tersenyum malu karena anak muda itu seperti mengerti isi hatinya."Belum tidur? tanya Ryu basa-basi."Kebangun karena lapar gue.""Terus udah makan?""Makanannya udah pada abis," jawabnya dengan nyengir."Cian." Wajah Ryu pura-pura prihatin."Syal
Tina mendatangi Ryu yang sedang duduk sambil membaca sebuah buku di bangku santai taman. "Tuan muda … ada telepon untuk Anda."Pemuda itu menoleh, "telepon? Dari siapa?""Nona Bella," jawab Tina singkat.Wajah Ryu langsung berbinar. Dengan semangat dia berlari menuju ruang tengah."Hallo ….""Ryu. Ya ampun, beneran ini kamu? Aku barusan saja tahu dari papaku tentang kamu. Sungguh kamu putra Tante Agatha? Beneran, Ryu? Ya ampun ….""Maaf, Anda salah sambung," kata Ryu yang membuat Bella diam. Hening."Terus ini siapa? Suaranya persis seperti Ryu," lirih Bella."Makanya kalau bicara itu pakai jeda. Jangan kek kereta api, nyerocos mulu," sahut Ryu tertawa."Syalan lu! Sini, gue pukul lu. Dasar …."Ryu tertawa mendengar umpatan gadis cantik di seberang sana. Dia bahagia mendengar suara Bella. Mereka bercanda di telepon hingga hampir dua jam. Telepon terputus
Malam semakin larut dengan hujan deras mengguyur bumi. Saat cuaca dingin seperti ini, maka yang dilakukan orang-orang adalah tidur dibalik selimutnya. Tapi tidak dengan black house. Justru tengah malam lah saat mereka untuk bekerja.Sebuah truck kontainer menurunkan muatan di tengah hujan deras. Semua anak buah black house bekerja di bawah derasnya hujan.Dipa dan Bono memberi komando pada mereka untuk menurunkan peti-peti kayu dan memasukannya dalam gudang. Setelah masuk gudang, maka di dalam ada orang-orang terpilih dan terpercaya yang membongkar semua peti itu lalu memasukkan semua isinya ke dalam sebuah ruangan rahasia.Semua itu menjadi tugas Simon dengan orang-orang kepercayaannya.Pria kekar dengan tubuh penuh tato itu menyulut sebatang rokok lalu mengisapnya."Ceng, lu itung dan catat yang bener semua barang yang masuk," perintahnya pada Aceng."Siap bos."Peti-peti kayu itu berisi
Siang yang terik dengan matahari tepat di atas kepala. Parman mengendari mobil keluar dari bandara Soekarno-Hatta. Dia baru saja menjemput keluarga majikannya yang baru saja pulang berlibur dari Los Angeles. Jason duduk di samping Parman. Agatha dan Dean duduk di bangku tengah dan Ryu duduk sendiri di belakang.Pemuda itu menyandarkan tubuhnya di jok belakang dan memejamkan mata. Dia sangat letih dan mengantuk. Perjalanan dari bandara San Fransisco ke Jakarta memakan waktu hampir dua puluh jam dengan transitnya.Sementara Dean, terlihat banyak tersenyum. Dia bahagia karena hubungannya yang sempat dingin dan jauh dengan istrinya mulai membaik setelah mereka berlibur ke luar negri. Agatha sudah mau disentuh dan liburan mereka bagai bulan madu kedua bagi Dean. Namun, Dean menyadari sikap Agatha ini karena dia bersikap baik dan sayang pada Ryu. Pria itu tersenyum simpul saat sang istri menyandarkan kepalanya di bahu kanannya.Nyonya Merry menyamb
Dua tahun kemudian. Akhir Juli 2000.Sore yang kelabu dengan awan berarak hitam bergulung di angkasa. Rintiknya mulai turun membasahi bumi bersama angin yang bertiup lumayan kencang. Alvren merapatkan jaketnya dan sedikit berlari masuk ke dalam sebuah kafe.Kacamata nya yang sedikit basah, di lepas dan di usap dengan ujung bajunya."Ryu, ada?" tanya Alvren pada seorang pelayan kafe."Sebentar, Tuan." Wanita muda itu bergegas masuk dan tak lama, seorang pemuda dengan kaos polos berwarna abu-abu keluar dan memeluk Alvren."Gue bilang ga usah kesini, biar nanti gue yang ke rumah," ujar Ryu dengan sedikit memukul bahu Alvren."Gue kangen sama menu kafe lu, Bro. Boleh gue minta makan ya.""Minta, beli dong," sahut Ryu pura-pura marah.Alvren tertawa berderai. Kemudian mereka duduk di sudut ruang dan pemuda itu memesan nasi goreng seafood dan satu gelas coklat panas."Darimana lu, hujan-
Siang yang kelabu dengan awan hitam menggumpal di angkasa. Rintiknya mulai turun membasahi bumi. Alam seakan ikut menangis menyaksikan seorang anak manusia tak bedosa tewas dengan cara mengenaskan.Area pemakaman yang dijaga ketat oleh pihak berwajib karena banyaknya media yang ingin meliput, membuat Ryu merasa jengah dan ingin marah memaki para pencari berita yang seakan tak punya empati pada keluarga korban.Semua kerabat berduka dan menangis untuk Alvren. Seorang pemuda yang baik, periang dan lucu. Berkali, Ryu mengusap pipinya. Dia memakai kacamata hitam untuk menutupi matanya yang bengkak.Semalaman dia menangis di samping Mamanya yang juga sangat terpukul.Alvren … pemuda itu tewas dengan tujuh luka tusukan di dada dan perutnya. Mayatnya ditemukan di halaman belakang gedung bioskop yang sudah terbengkalai.Dia ditemukan oleh dua orang sahabatnya. Faris dan Nico.Ryu mengedarkan pandangan ke area pemakaman.
Tuan Andre membenarkan letak duduknya yang tadi disandarkan pada sofa menjadi tegak. "Jadi maksud Abang, Faris yang membunuh putraku?" Suaranya terdengar serak dan bergetar.Jefri mengedikkan kedua matanya, "bisa jadi. Bisa jadi juga, Ayahnya ada dibalik kamatian putramu." Dia menyunggingkan seutas senyum aneh.Andre menyandarkan punggungnya ke sofa lagi dengan lemah. Lalu matanya menatap lekat pada sang Papi. "Jika ini semua benar, kita tidak bisa tinggal diam, Pi." Suaranya yang serak begitu dalam dan penuh dendam..Mobil Ryu meluncur membelah jalanan ibukota yang padat merayap. Pikirannya kalut dan tidak tenang, hingga beberapa kali dia hampir menabrak kendaraan di depannya.Mobil masuk ke halaman rumah Simon. Di sana sudah ada dua mobil yang terparkir saat dia datang. Pemuda itu langsung masuk rumah dengan berlari.Ryu berdiri termangu dan menatap Simon yang sedang duduk di ruang tengah bersama Dipa dan Hamdan.