Ryu masuk ke dalam rumah papan peninggalan bapaknya dengan lesu. Hari ini dia lulus Sekolah Dasar dengan nilai bagus, dan Ibu guru bilang bahwa ia bisa masuk ke Sekolah Negeri favorit.
Bagaimana ia bisa melanjutkan sekolah jika tidak ada biaya. Mungkin ia akan berakhir seperti teman-teman satu komplek yang lain, hanya lulusan Sekolah Dasar. Menjadi pemulung, atau preman seperti Roni dan Bang Simon.
Dia membuka pintu papan yang sudah rusak sehingga menimbulkan bunyi berderit.
Ryu kaget mendapati Simon ada di dalam rumah dan sedang mencari sesuatu di tumpukan barang milik bapaknya.
"Sudah pulang, lu," tanya Simon tidak acuh.
Ryu melihat Simon menggenggam sesuatu di tangan kirinya. Sedang tangan kanan masih sibuk mencari.
"Abang cari apa?" Ryu mendekati Simon dan duduk di sampingnya.
Simon hanya diam dan masih sibuk mencari. Ryu hanya mengamati dan tidak berani bertanya lagi.
Simon berhenti membolak-balikkan barang milik Dirman saat netranya melihat sebuah kotak dari kardus dan dibungkus rapi dengan plastik hitam. Ia tidak membuka kotak itu di depan Ryu dan berniat untuk membawanya.
"Dapat nilai berapa, lu?" tanya Simon mengalihkan pembicaraan.
"Lumayan, Bang. Kata bu guru bisa masuk sekolah favorit," lirih Ryu lesu.
"Bagus. Lusa kita daftar sekolah di ujung jalan besar itu."
Ryu terperangah tidak percaya.
"Duit dari mana, Bang? Di sana mahal," ujar Ryu pesimis.
"Lu ga usah mikir gue dapat cuan dari mana. Yang penting lu bisa sekolah di tempat yang bagus," sahut Simon sambil berdiri dan beranjak pergi membawa bungkusan plastik hitam milik Dirman.
Ryu masih diam dan belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Simon.
"Itu ada nasi ma lauk. Makan dulu sebelum berangkat ke pasar," lanjut Simon lalu benar-benar pergi meninggalkan Ryu yang masih terheran-heran.
***Simon menghembuskan asap rokok dengan kasar. Netranya menerawang jauh, sejauh rel kerereta api di depannya. Sesekali ia menenggak botol miras.
Jari tangannya seperti menggambar sesuatu di tanah yang berkerakal.
Lalu terbentuklah sebuah gambar bulan sabit dan bintang di atasnya. Ia memandang gambarnya itu.
Pikirannya kembali saat ia menemukan jenazah Dirman yang sudah di kerubung banyak orang. Temannya Sapto di pasar yang mengabarkan bahwa Dirman mengalami kecelakaan.
Tidak ada polisi yang datang. Tidak ada yang menyelidiki kasus tabrak lari seorang Dirman, karena ia hanya pemulung miskin.
Tapi Simon melihat tanda itu. Tanda yang digambar Dirman, mungkin di detik akhir hidupnya. Sebuah gambar bulan sabit dan bintang kecil di atas dengan darahnya.
Dia teringat pernah melihat tanda gambar itu. Ia mencoba dengan keras meningatnya sepanjang malam kemarin.
Dan ingatannya menuju pada dua belas tahun yang lalu, dimana Dirman dan Simon menemukan bayi merah yang sekarat hampir mati di pembuangan akhir sampah karena di seret seekor anjing.
Bayi itu, mengenakan kalung liontin dengan gambar bulan sabit dan bintang kecil di atasnya.
Karena itu, siang tadi Simon mengobrak-abrik barang Dirman untuk menemukan liontin itu.
Sekarang Simon menjadi bingung dengan apa maksud Dirman menggambar tanda itu dengan darahnya di akhir napasnya.
Apa hubungan antara tanda yang di gambar Dirman dengan kematiannya yang tidak wajar dan liontin pada bayi itu?
Apakah Dirman ingin memberitahunya bahwa, ia telah berhasil menemukan orang tua kandung Ryu, sebelum kecelakaan itu merenggut nyawanya?
"Ahh!" Simon mengerang sambil mengusap mukanya kasar.
Dia merasa menjadi orang bodoh untuk merangakai teka-teki yang ditinggalkan Dirman. Namun Simon bertekad, akan menemukan siapa pembunuh Dirman.
Simon merasa harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa dengan keadaannya sekarang yang miskin dan hanya preman pasar untuk menemukan pembunuh Dirman.
Dia yakin Dirman dibunuh, tidak hanya sebuah kecelakaan. Meski Simon bodoh, tapi ia bisa berpikir saat tidak sengaja menemukan bekas darah Dirman pada selembar pegagan, tanaman liar yang tumbuh subur di sekitar sawah.
Pegagan itu ia temukan tidak jauh dari mayat Dirman. Sepertinya pegagan itu digunakan untuk menyeka darah.
Mungkin sebuah pisau yang digunakan untuk menusuk Dirman, diseka menggunakan pegagan.
Simon bertekad untuk menjadi orang besar. Dan ia harus membesarkan Ryu, agar kelak ia menjadi seorang yang mengerti hukum dan bisa membalaskan kematian Dirman, bapak angkatnya.
Hari pertama bagi Ryu masuk Sekolah Menengah Pertama. Ia bahagia karena Simon ternyata tidak berbohong. Semua yang dikenakannya baru. Dari seragam, sepatu hingga tas. Entah dari mana Simon mendapat uang untuk sekolah Ryu. Dia memasuki gerbang sekolah dengan gagah. Sebagian besar murid di antar oleh orang tua mereka dengan kendaraan. Tapi Ryu tidak berkecil hati dengan keadaannya yang miskin. Setelah upacara bendera dan sambutan dari Kepala Sekolah untuk murid baru, pembagian kelas pun ditentukan. Ryu berjalan sambil celingukan mencari kelas 1 D. Karena tidak memperhatikan jalan, ia menabrak seorang anak seusianya hingga jatuh. Dan fatalnya lagi, anak itu memegang minuman yang langsung ikut jatuh menimpa wajahnya. "Ma-maaf." Ryu panik, dan segera menolong anak itu. "Kamu punya mata nggak! Jalan itu pake mata," seru anak itu marah. Ryu terhenyak. Ternyata ucapan kasar tidak hanya ada lingkungannya. Tapi di sek
Simon kini tidak hanya menguasai pasar, tapi ia merambah mulai ke sepanjang jalan yang terdapat banyak toko, rumah makan dan restoran. Anak buahnya semakin bertambah setiap hari.Dia banyak mengalahkan preman-preman kecil yang akhirnya menjadi anak buahnya. Nama Simon semakin terkenal di kawasan itu."Setor, Bang."Jika malam tiba, para anak buah Simon mulai menyetor uang hasil pajak dari pasar dan toko. Meski Simon dikenal kasar dan kejam, tapi ia adalah seorang yang adil dan tidak pelit. Dia akan membagi rata penghasilannya pada semua anak buahnya, dan kadang memberi bonus. Oleh sebab itu, semua anak buahnya menyukainya dan menjadi pengikut setia."Bang, aku dapat rejeki banyak tadi di pasar." Ryu mendekati Simon yang sedang menghitung uang."Dapat berapa?" tanya Simon tidak acuh."Dua ratus tiga puluh lima," jawab Ryu dengan wajah sumringah.Simon menghentikan kegiatannya dan memandang Ryu."Berapa kali a
Tiga tahun kemudian.Ryu sudah masuk ke Sekolah Menengah Umum. Ia masuk ke sekolah elit dan bergengsi karena beasiswa. Dan lagi, ia jadi satu dengan Jason dan Bella."Ingat ya, itu sekolah elit. Baik-baik lu di sana, jangan bikin masalah. Bersyukur dapat beasiswa selama tiga tahun. Pertahankan prestasi lu," ujar Simon tersenyum bangga."Pasti, Bang. Gue ga akan ngecewain Abang," sahutnya."Bang, ada yang nyari." Dipa anak buah Simon masuk dalam rumah."Siapa?""Seorang pemuda. Ga tahu juga gue, baru lihat sekarang," timpal Dipa."Ya udah suruh masuk."Dipa keluar dan tidak lama kemudian, ia muncul lagi dengan seorang pemuda tampan."Hallo, Bang." Pemuda itu tersenyum hangat. Netranya tajam dan dingin. Bibirnya tipis dan ada seringai setiap ia tertawa.Simon mengamati dan mencoba mengingat pemuda di depannya."Deri?" serunya ragu."Iya, Bang. Ini Deri, adik Devira." Kemudian Simon mendekat
Mentari tersenyum ceria menyambut pagi. Ryu berlari tergesa karena waktu telah menunjukkan pukul 06.50. Ia memasuki gerbang SMU Pelita Jaya, sebuah sekolah elit dan bergengsi.Sepuluh menit lagi, gerbang akan ditutup. Ia tidak boleh terkena sanksi keterlambatan lagi karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua. Tinggal satu minggu lagi untuk menghadapi ujian semester akhir.Ryu masuk kelas dengan napas memburu, tepat bel tanda masuk sekolah berbunyi."Olahraga pagi lagi?" sindir Bella sinis. Ryu hanya mengedipkan mata kirinya pada gadis cantik itu.Bella menatapnya malas dan kembali fokus pada buku di depannya."Nih, buat lu," ujar Bella menyerahkan sebuah undangan bersampul ungu muda pada Ryu setelah bel istirahat berbunyi."Apa ini?""Undangan pernikahan gue," ketus Bella.Ryu tertawa, gadis jutek di depannya ini tidak berubah sama sekali sejak mereka pertama bertemu saat kelas satu Sekolah Menengah Pertama d
Keadaan semakin memanas karena Dean berteriak dan terus memaki Ryu. Pria itu seperti tidak bisa mengendalikan diri. Ayah Bella yang sedari tadi diam akhirnya turun tangan mencoba menenangkan sahabatnya itu.Kemudian Ryu dan Jason dibawa ke dalam salah satu ruangan hotel untuk dimintai penjelasan."Saya akan bertanya pada setiap salah satu dari mereka. Dan untuk yang tidak ditanya, saya tidak ingin mendengarkan apapun darinya." Ayah Bella mencoba bersikap sebijaksana mungkin.Beberapa orang yang hadir di ruangan itu diam dan mencoba menyimak. Hanya Dean yang terlihat tidak sabar dengan wajah memerah murka."Jason. Apa yang terjadi dengan kalian?" tanya Ayah Bella lembut."Dia sengaja menabrakku, Om. Saat ku tanya baik-baik, dia ga terima lalu memukuliku," jawab Jason dengan melirik sinis pada Ryu.Ayah Bella menghela napas panjang dan akan mulai beralih pada Ryu, ketika Dean tiba-tiba berteriak. "Sudah jelas anak itu yang
Pagi yang sedikit kelabu dengan mentari yang bersinar malu-malu.Bella berjalan sepanjang koridor sekolah dengan mendendangkan sebuah lagu. Bel tanda masuk berbunyi, tepat saat Ryu berhasil masuk ke dalam gerbang yang sudah mulai ditutup."Bella!" teriak Ryu saat melihat Bella yang berjalan dengan santai.Gadis itu menoleh ke arahnya."Tumben bisa ngelewatin gerbang dengan mulus," sindirnya.Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tak gatal."Bell ... m-m yang kemarin, aku beneran minta maaf ya.""Apa sih, ga penting juga," jawab gadis itu jutek."Ya ga enak aja, Bell. Sama Bokap lu, terutama.""Udahlah. Papa juga tahu kok gimana sikap Jason. Dah, masuk yuk."Bella menggandeng tangan Ryu berjalan menuju kelas. Ryu agak sedikit terhenyak dengan sikap gadis itu. Namun sedetik kemudian, pemuda berwajah oriental itu tersenyum..Rintik hujan membasahi bumi pada siang harinya
Perseteruan antara Ryu dan Jason semakin memanas. Jason selalu mencari gara-gara dan kesalahan pada Ryu. Pemuda itu seperti tidak terima telah dipermalukan saat berada di pesta Bella. Namun Ryu selalu menghindar darinya. Bukan karena dia takut pada Jason, tapi karena dia menghormati Agatha, Mami Jason yang telah begitu baik padanya.Saat makan siang di restoran itu, Agatha berulang kali meminta maaf padanya atas sikap buruk suami dan putranya. Wanita berkelas itu, bahkan tidak menyinggung sama sekali tentang tuntutan yang akan dilakukan oleh suaminya. Dia begitu lembut dan hangat pada Ryu.Bahkan Ryu mulai menyayangi wanita ituKelas dua di semester satu.Ryu mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, karena dia menyukai sains. Sedangkan Bella ambil kelas bahasa Inggris. Jason juga mengikuti Bella. Anak itu seperti tidak ingin jauh dari gadis berlesung pipit di pipi kiri itu. Dan sikap Jason itu semakin membuat Bella muak. Dia
Simon semakin gencar mengumpulkan pengikut. Dia merekrut banyak preman pasar dan jalanan dan di bagi menjadi tiga kelompok.Satu kelompok, berisi orang-orang terpilih, setia dan tidak takut mati. Kelompok yang lain, terdiri dari para preman yang berani dengan badan kekar dan pandai beladiri. Dan kelompok satu lagi terdiri dari para preman biasa yang sok jago dan tukang palak.Dipa, Hamdan dan Bono membawa mereka menggunakan sebuah Bus, entah kemana.Ryu hanya melihat mereka tanpa berani bertanya sedikitpun pada Simon."Lu beli makan, sono," perintah Simon sambil memberikan selembar uang merah pada Ryu.Gegas, pemuda itu pergi ke warung makan terdekat.Saat kembali ke rumah, Simon sudah pergi menggunakan sebuah mobil. Ryu memakan sendiri nasi yang tadi dibelinya.Ketika dia makan dengan lahap, seorang anak kecil lewat di depannya dengan menatap sendu ke arahnya. Anak itu menelan ludah melihat Ryu yang makan deng