Hari pertama bagi Ryu masuk Sekolah Menengah Pertama. Ia bahagia karena Simon ternyata tidak berbohong. Semua yang dikenakannya baru. Dari seragam, sepatu hingga tas. Entah dari mana Simon mendapat uang untuk sekolah Ryu.
Dia memasuki gerbang sekolah dengan gagah. Sebagian besar murid di antar oleh orang tua mereka dengan kendaraan. Tapi Ryu tidak berkecil hati dengan keadaannya yang miskin.
Setelah upacara bendera dan sambutan dari Kepala Sekolah untuk murid baru, pembagian kelas pun ditentukan.
Ryu berjalan sambil celingukan mencari kelas 1 D. Karena tidak memperhatikan jalan, ia menabrak seorang anak seusianya hingga jatuh. Dan fatalnya lagi, anak itu memegang minuman yang langsung ikut jatuh menimpa wajahnya.
"Ma-maaf." Ryu panik, dan segera menolong anak itu.
"Kamu punya mata nggak! Jalan itu pake mata," seru anak itu marah.
Ryu terhenyak. Ternyata ucapan kasar tidak hanya ada lingkungannya. Tapi di sekolah bagus seperti ini juga ada anak dengan ucapan kasar.
"Kamu dengar nggak? Kamu harus ganti rugi."
"Apa yang harus aku ganti rugi?" tanya Ryu bingung. Lalu ia merogoh sakunya, dan menemukan selembar dua ribu rupiah pemberian Simon tadi pagi.
Ryu menyerahkan uang itu, ia berpikir mungkin anak itu minta ganti minumannya yang tumpah. Tapi si anak semakin murka.
"Kamu kira aku pengemis? Kamu harus ganti rugi seragamku sekarang juga." Si anak maju dan mendorong Ryu.
Ryu bergeming, ia tidak tahu harus mengganti dengan apa. Dia pasti akan di marahi dan dipukul oleh Simon jika Ryu minta banyak uang untuk membeli seragam baru lagi.
"Akan aku ganti. Tapi besok ya," tawar Ryu dengan muka memelas.
"Aku minta sekarang!" Si anak hendak memukul Ryu, ketika sebuah suara terdengar dari arah belakang.
"Jason, hentikan." Mereka menoleh, dan seorang gadis belia berdiri dihadapan mereka, berkacak pinggang pada Jason.
Ryu terpana. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat gadis cantik dan imut seperti ini.
"Bella, jangan ikut campur." Jason menatapnya tidak suka.
"Jelas aku ikut campur. Kamu keterlaluan. Itu seragam bisa di cuci. Untuk apa kamu meminta ganti rugi, toh dia juga sudah minta maaf." Bella mendelik pada Jason.
Jason ingin membalas, tapi bel berbunyi tanda masuk kelas. Ia melirik marah pada Ryu.
Sedangkan Ryu tersenyum manis pada Bella, mewakili ucapan terima kasihnya. Namun Bella tidak acuh padanya.
Akhirnya Ryu menemukan kelasnya dan masuk. Ternyata dia satu kelas dengan Jason dan Bella. Ryu memilih duduk di dekat jendela. Berkali ia melirik pada si manis Bella.
Bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berbaur untuk pulang menuju gerbang sekolah. Ryu berjalan lesu. Hari ini dia merasa sangat haus, ingin membeli minum tapi uangnya habis.
Di luar, ia memperhatikan anak-anak yang dijemput orang tua mereka. Ryu merasa sedih. Lalu perhatiannya beralih pada beberapa anak yang membeli minuman dingin. Berkali, ia menelan ludah.
"Kamu mau, Nak?" Seorang wanita cantik menyodorkan segelas minuman dingin padanya.
Wanita itu tidak sengaja melihat Ryu berkali-kali menelan ludah saat menatap anak-anak yang membeli minuman.
Ryu menggelengkan kepalanya. Dia ingat nasehat bapaknya, agar tidak menerima apapun dari orang yang tidak dikenal.
"Tidak papa. Kebetulan tadi Tante haus, lalu beli dua karena tidak ada kembalian. Nah yang satu buat siapa dong." Wanita cantik itu tertawa renyah. Suaranya yang lembut membuat hati Ryu bergetar. Ia merasakan perasaan yang aneh menjalar dalam hatinya.
Ryu menatap wanita itu yang masih saja tersenyum. Dia merasa sangat dekat dengannya.
Lalu dengan ragu, Ryu menerima pemberian wanita itu."Mami!" Jason berlari menghampiri wanita itu.
"Apa yang mami lakukan? Mami memberi minuman untuk dia?" ujar Jason cemberut.
"Iya. Karena tadi mami beli dua."
Ternyata wanita itu adalah ibu Jason.Ryu merasa heran. Kenapa Jason yang kasar itu bisa mempunyai seorang Ibu yang lembut dan baik?Jason tampak merajuk, dan ibunya membelai pipi Jason dengan sayang. Ryu sangat iri melihatnya.
"Tante Agatha, apa kabar?" Bella yang muncul dari belakang membuyarkan lamunan Ryu.
"Bella sayang. Kamu akhirnya sekolah di sini juga?" Wanita itu dan Bella saling berpelukan.
"Kamu pulang bareng kita aja ya. Mampir ke rumah Tante dulu. Tante udah bikin puding coklat kesukaan Bella."
Bella mengangguk senang. Lalu mereka bertiga masuk ke dalam mobil. Ryu hanya memandang mereka pergi. Hatinya terasa berdesir dan sakit, entah kenapa."Agatha ... Aga-tha." Ryu bergumam sendiri. Ia merasa tidak asing dengan nama itu.
***
Ryu mengelap peluhnya dengan tangan. Matahari bersinar terik siang ini. Masih ada tiga bungkus barang besar yang harus ia angkat.
"Bawa ke mobil putih itu ya, Dek." Seorang wanita setengah baya menghampiri Ryu. Dia sendiri membawa banyak belanjaan banyak di tangannya.
Ryu memanggul kardus besar dan berat itu di bahunya.
"Parman, bangun. Woiii ... bantuin ini cepat!" Wanita itu berteriak pada sang sopir yang sedang tertidur.
Ryu memasukkan semua belanjaan wanita itu ke dalam bagasi. Lalu ia diam menunggu upah darinya.
Wanita itu membeli tiga gelas es teh, lalu memberikannya satu pada Ryu.
"Makasih, Bu." Ryu langsung menghabiskan minumnya. Jarang sekali dia menemukan orang baik seperti ini.
"Kamu masih kecil udah jadi pengangkat barang. Di mana orang tuamu?" tanya wanita itu sambil menyeruput es nya.
"Bapak saya meninggal sebulan yang lalu. Dan ibu saya entah di mana." jawab Ryu enggan.
"Kamu nggak sekolah? Siapa namamu?"
"Baru masuk SMP, Bu. Nama saya Ryu." Ryu tersenyum manis dan berharap upahnya segera dibayarkan, karena masih ada sekitar tiga pelanggan lagi yang minta diangkat barangnya.
Wanita itu seperti terkejut, ia memandang ke lelaki setengah baya yang menjadi supir.
"Ryu .... usiamu berapa, Nak? Rumahmu di mana." Wanita itu tampak ingin tahu banyak tentang Ryu.
"Sekarang tiga belas tahun. Saya tinggal di kampung Rawas, dekat rel kereta sana," jawab Ryu polos.
"Kamu tinggal sendiri?" Parman sang supir yang dari tadi diam ikut bertanya.
"Sama Abang angkat, Pak. Dia juga yang membiayai hidup dan sekolah saya sejak bapak meninggal." Ryu mulai gelisah karena wanita itu tidak segera membayarnya dan malah banyak bertanya.
"I-ibumu di mana?" Wanita itu bertanya lagi sambil menatap wajah Ryu dengan bimbang.
"Sejak bayi saya belum pernah bertemu Ibu. Kata Bapak saya lahir ga ada Ibu, karena sejak dulu Bapak hidup sendiri, lalu saya hadir. Itu yang selalu dibilang Bapak." Ryu merasa sudah cukup pertanyaan mereka. Lagi pula dia merasa risih dengan tatapan dua orang setengah baya ini.
"Maaf, Bu. Saya mau melanjutkan kerja lagi."
"Oh iya maaf. Sebentar,"
Wanita itu segera menyadari, dan membuka dompetnya lalu menyerahkan dua lembar uang merah padanya.
"Bu, ini kebanyakan. Upahnya cuma sepuluh ribu kok," ujar Ryu sambil mendorong tangan wanita itu, bermaksud menolak.
"Tidak papa. Ini buat kamu, karena kamu anak yang baik dan rajin." Wanita itu memaksa Ryu menerima uangnya.
Wajah Ryu langsung berseri. Ia mengucapkan terima kasih berkali-kali. Lalu pergi untuk melanjutkan pekerjaannya.
Wanita itu memandang kepergian Ryu dengan haru. Ia merasa seakan sudah lama mengenal Ryu.
"Namanya Ryu. Dan wajahnya sangat mirip dengan Nyonya Agatha. Apa ini suatu kebetulan, Parman? Usianya juga tiga belas tahun." Wanita itu memandang jalanan dengan sendu.
Parman yang sedang menyetir diam tapi juga ikut berpikir.
Dia juga tadi merasakan kaget ketika melihat Ryu. Anak itu mengingatkannya dengan majikannya Agatha saat masih kecil. Dia seperti melihat Agatha kecil di wajah Ryu.
12 tahun kemudian, Februari 2019.Seorang anak perempuan berusia sekitar sembilan tahun menangis terisak di taman.Seorang wanita cantik dan anggun berlari menghampirinya dengan cemas."Qinan kenapa, Nak?" Dia memeluk bocah perempuan itu."Kak Sena sama Abang Abel, sembunyikan sandal aku, Ma," jawabnya terisak. Wanita itu terlihat kesal dan marah mendengar perkataan putrinya."Abel … Sena … keluar kalian sekarang juga. Mama hitung sampai lima, kalau ga keluar, mama hukum. Satu … dua ….""Piss, Ma!" seru kedua anak itu keluar dari rerimbu
Ryu menatapnya tak percaya. "Jadi kamu Sita kecil yang itu?" Dia beringsut bangun dan duduk berhadapan dengan istrinya.Angel mengangguk."Waktu itu, seperti biasa aku datang ke rumahmu. Tapi tempat itu sudah dibongkar dan kata orang kamu di penjara. Aku tidak tahu maksudnya. Dan sejak itu, aku mencarimu tapi … yah, kamu seperti menghilang ditelan bumi," ujar Ryu kecewa.Kemudian Angel menceritakan semuanya, bagaimana dia bisa masuk penjara anak dan akhirnya kabur, hingga ditemukan oleh Lingga. Ryu mengerutkan keningnya prihatin."Untung kamu segera menyadari kalo itu aku, jadi kamu ga jadi bunuh aku. Coba kalo nggak, tinggal nama aja aku," ujar Ryu membuat Angel merasa bersalah dan memeluknya erat, "maaf …," bisiknya menyesal."Tapi, ini mungkin jalan buat kamu juga untuk berhenti menjadi pembunuh bayaran. Dan juga Ayah … ahh pria sok kuat itu kini harus tidur di tempat para pesakitan yang dingin." Wajah Ryu
Suasana kediaman Saloka masih diselimuti duka dan malamnya digelar sebuah tahlil bersama untuk mendiang Dean dan Jason.Tuan Dirga--Kakak tertua Tuan Yoga, yang juga Ayah Jefri datang bersama istri dan putra mendiang Jefri.Pria tua dengan rambut yang kesemuanya memutih itu memeluk adiknya yang duduk di atas kursi roda dengan sendu."Maafkan semua kesalahan Jason dan Dean, Mas …," lirihnya pada Kakaknya."Aku sudah memaafkan mereka sejak dulu. Bagaimanapun juga, kamu adalah adikku dan saudara satu-satunya yang masih aku punya," ucap Tuan Dirga getir.Pria tua itu juga memeluk Andre dan Ryu bergantian. Dia mengerti perasaan ponakan dan cucunya itu. Tapi tidak dengan Bobby, putra tertua Jefri. Wajahnya masih menyiratkan amarah karena kematian tragis Papinya."Harusnya mereka membusuk dalam penjara lebih dulu, baru mampus!" ketusnya berapi-api dan membuat orang-orang tersentak."Jaga mulutmu, Bobby. Opa m
Mendung kelabu di pagi hari, menciptakan suasana sendu mengiris kalbu. Membuat suasana duka semakin terasa pilu.Dua peti mati berjejer di ruang tamu keluarga Saloka. Banyak tamu yang datang melayat adalah para relasi Tuan Prayoga dan juga Andre.Mereka banyak mengenang kebaikan sang Tuan rumah selama ini, karena itu mereka datang untuk melayat.Tuan Andre dan Ryu terlihat menyalami para tamu yang datang untuk melayat.Para pelayan sibuk menghidangkan makanan ringan untuk para tamu.Tiba-tiba terdengar teriakan pilu dari dalam rumah. Ryu dan Andre yang terkejut segera masuk dan melihat Agatha yang menangis histeris berlari menuju peti jenasah Jason.
Dengan langkah gontai, Ryu keluar dari kantor polisi dengan dikawal oleh Dodi. Dia masuk ke dalam mobil dengan lemas."Kita ke rumah sakit, sekarang," perintahnya pada Engga dengan suara parau.Pria berperawakan kecil itu segera melajukan kendaraan roda empat nya menuju rumah sakit tempat dua jenasah Dean dan Jason berada.Percakapannya dengan sang Ayah sangat membuatnya terpukul. Pria itu ingin menyelamatkan sang Mama dari hukuman penjara.Sekarang, Ryu merasa lebih dilema lagi. Dia harus merelakan sang Ayah di penjara untuk kebaikan sang Mama.Mama yang telah menyelamatkannya dari timah panas adiknya.
Lingga dan Dean masih bergumul dalam perkelahian. Ryu menatap Jason tajam dan murka.Pria itu hendak menyerang Jason yang terlihat ketakutan saat tiba-tiba ….Dor!Senjata api Dean berbunyi lagi membuat semua terhenyak. "Ayah!" teriak Ryu melihat Ayahnya terkapar. Angel menutup mulutnya tak percaya.Tapi, tiba-tiba Lingga berdiri dengan wajah pucat dan sendu. Dia menatap Dean yang terkapar bersimbah darah.Jason yang sadar bahwa Papinya yang tertembak menjerit dan memeluk sang Papi."Papi … papi … bertahanlah.""Ini … akhir dari … papi … nak …." Dean mulai tersengal dan menangis. "Aga … tha …." Tangannya ingin menggapai mantan istrinya yang masih tak sadarkan diri. "Aku … minta maaf … aku … mencintaimu … dari dulu … hi-hingga … sekarang …." Dean memuntahkan darah dari mulutnya membuat Jason semakin panik.